PARBOABOA, Jakarta - Nomor Induk Kependudukan (NIK) milik Presiden Jokowi tersebar, beberapa warganet kemudian memakai NIK tersebut untuk melakukan cek kartu vaksin milik presiden di aplikasi Peduli Lindungi.
Sertifikat vaksin itu memuat data milik Jokowi beserta NIK,
tanggal lahir dan barcodenya.
Surat keterangan vaksinasi COVID-19 milik presiden itu
menyatakan bahwa Jokowi telah divaksinasi untuk dosis kedua pada 27 Januari
2021. Di bagian bawah sertifikat tersebut, ada logo KPC-PEN, Kementerian
Kominfo, Kementerian Kesehatan, dan Kementerian BUMN. Tak hanya itu, tersebar juga
nomor HP ajudan Presiden.
Dugaan NIK Jokowi yang beredar di dapat dari laman Komisi
Pemilihan Umum (KPU), saat menggikuti pemilihan presiden sebelumnya.
Menanggapi hal ini, Direktur Jenderal Kependudukan dan
Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Zudan Arif
Fakhrulloh meminta masyarakat tidak melakukan hal itu.
Pasalnya, ada ketentuan sanksi pidana saat seseorang
menggunakan data orang lain dengan tujuan memdapatkan informasi dari orang lain
tersebut.
"Ini bukan (soal) kebocoran NIK, tetapi menggunakan
data orang lain untuk mendapatkan data informasi orang lain. Ada sanksi
pidananya untuk hal seperti ini," ujar Zudan, Jumat (3/9/2021).
Pasal 95 Undang-Undang Administrasi Kependudukan yang
mengatur penjara maksimal 2 tahun dan/atau denda maksimal Rp25 juta bagi orang
yang tanpa hak mengakses data kependudukan. Pasal 95A undang-undang itu
mengatur hukuman yang sama bagi orang yang menyebarkan data kependudukan.
Pada kesempatan yang sama Zudan juga menyarankan untuk
melakukan perbaikan pada aplikasi PeduliLindungi. Dia berharap sistem
perlindungan data pada aplikasi itu ditambah.
Juru Bicara Presiden Fadjroel Rachman menyayangkan hal
tersebut. Dia berharap pihak terkait segera melakukan langkah khusus.
"Menyayangkan kejadian beredarnya data pribadi
tersebut. Berharap pihak terkait segera melakukan langkah khusus untuk mencegah
kejadian serupa," kata Fadjroel, Jumat (2/9/2021).
Sebelumnya kebocoran data juga pernah terjadi pada BPJS,
sebanyak 279 juta dana pengguna dijual oleh pengguna bernama Kotz.
Kotz membagikan 1 juta sampel data yang bisa diunduh secara
bebas oleh pengguna untuk memastikan kevalitan data tersebut.