Teror Debt Collector Ancam Kenyamanan Masyarakat

Ilustrasi debt collector (DC) yang mengganggu kenyamanan masyarakat (Foto: Unsplash)

PARBOABOA, Jakarta - Aksi para penagih utang atau debt collector (DC) kerap menjadi sumber keresahan bagi masyarakat, khususnya mereka yang berada di wilayah perkotaan. 

Tak jarang, para DC menggunakan cara-cara intimidatif, termasuk teror hingga perampasan kendaraan jika peminjam gagal melunasi pinjamannya. 

Peristiwa yang menimpa Clara Shinta, seorang selebgram pada awal 2023 lalu memperkuat fakta serupa. Mobil Clara dirampas oleh tujuh orang DC karena dituduh memiliki tunggakan pembayaran.

Clara bersikeras bahwa ia tidak memiliki tunggakan apapun karena mobil yang dimilikinya dibeli secara tunai. Meski demikian, para DC tetap nekat mengambil mobilnya secara paksa.

Merasa dirugikan, Clara melaporkan kejadian tersebut ke Polda Metro Jaya dengan mengajukan Pasal 365, 368, dan 335 KUHP, serta melampirkan bukti-bukti pendukung. 

“Pihak yang dilaporkan lebih dari satu orang. Semua yang terlibat dari awal hingga kendaraan itu dirampas akan diproses,” ujar Clara akhir Februari 2023 lalu.

Langkah Clara membuahkan hasil. Laporan yang diajukan akhirnya diproses Polda Metro Jaya, dan tiga dari tujuh pelaku berhasil ditangkap, sementara empat lainnya masih dalam pengejaran. 

Kapolda Metro Jaya, Irjen Pol Fadil Imran, menegaskan bahwa tindakan ini menunjukkan konsistensi pihak kepolisian dalam menindak tegas segala bentuk kejahatan, baik yang dilakukan individu maupun kelompok. 

DC yang bertindak secara intimidatif dan melakukan perampasan dianggap sebagai tindakan premanisme.

“Kami akan menegakkan hukum tanpa pandang bulu. Tidak ada tempat bagi mereka yang bertindak seolah-olah berada di atas hukum. Mereka akan berhadapan dengan saya langsung,” ujar Irjen Pol Fadil, Kamis (23/02/2023).

Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya, Kombes Pol Hengki Haryadi, menjelaskan bahwa para DC tersebut dikenakan sejumlah pasal, termasuk Pasal 214 KUHP tentang ancaman. 

Hal tersebut dikarenakan mereka juga mengancam sopir Clara dan polisi yang mencoba memediasi kasus tersebut. 

Selain itu, mereka dikenakan pasal-pasal terkait tindak kekerasan, pemerasan, dan perbuatan tidak menyenangkan.

Sejak awal Februari hingga 24 Februari 2023, Polda Metro Jaya telah menangani 112 kasus yang melibatkan pemerasan, ancaman, kekerasan, pencemaran nama baik, hingga perbuatan tidak menyenangkan yang sebagian besar dilakukan DC. 

Sementara sekitar seribu dari total 145.000 penagih utang di Indonesia pada tahun 2023 tercatat dalam daftar hitam Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI).

Di tingkat provinsi, Polda Sulawesi Selatan tercatat sebagai salah satu wilayah terbanyak yang menangani kasus semacam ini, yaitu sebanyak 120 perkara.

DC Pinjol

Praktik serupa juga marak terjadi dalam dunia pinjaman online (pinjol). Para DC pinjol kerap menggunakan ancaman dan intimidasi, bahkan mengancam akan menyebarkan data pribadi peminjam jika tidak segera melunasi pinjamannya. 

Biasanya, ancaman ini disampaikan melalui aplikasi pesan singkat, tetapi lebih sering menggunakan telefon seluler untuk mengganggu kenyamanan nasabah.

Pakar hukum pidana dari Universitas Parahyangan Bandung, Agustinus Pohan, menyebut tindakan DC yang meresahkan dan melawan hukum dapat dikategorikan pencemaran nama baik berdasarkan Pasal 310 KUHP. 

"Tindakan tersebut termasuk pelanggaran hukum dan dapat dilaporkan ke pihak kepolisian," ujar Agustinus medio 2022 lalu. 

Masyarakat yang mengalami penagihan dengan cara-cara intimidatif oleh DC, terutama jika disertai teror, berhak melaporkan kasus tersebut ke kantor polisi terdekat. 

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, Polri memiliki wewenang untuk menindak kejahatan semacam ini melalui Pusat Informasi Kriminal Nasional (Pusiknas), yang berada di bawah koordinasi Bareskrim Polri. 

Pusiknas juga didukung oleh sistem Piknas, yang membantu pengelolaan informasi kriminal berbasis teknologi untuk mendukung Polri dalam menjalankan tugasnya demi mewujudkan layanan yang Prediktif, Responsif, dan Transparan Berkeadilan (PRESISI).

Dengan adanya upaya penegakan hukum yang tegas, masyarakat diharapkan tidak lagi merasa terancam oleh ulah para debt collector yang bertindak di luar batas hukum.

Editor: Defri Ngo
TAG :
Baca Juga
LIPUTAN KHUSUS