PARBOABOA, Medan – Saat ini sedang viral di media sosial dengan aksi WAR Takjil dan WAR Berbagi Takjil. Semua umat beragama berburu takjil yang pada umumnya adalah hidangan pembuka di bulan ramadan bagi yang berpuasa.
Sementara WAR Berbagi Takjil adalah berlomba membagikan takjil gratis untuk pengendara atau pejalan kaki di sekitarnya. Para pembagi takjil ini berasal dari berbagai umat beragama bukan muslim saja.
Tak hanya itu, beberapa video pemuka agama Kristen saat berkhotbah malah menyarankan jemaat nya untuk ikut serta berpartisipasi dalam perang berburu takjil ini. Ucapan itu disampaikan pemuka agama Kristiani sambil tertawa bercanda.
War Takjil ini semakin diramaikan dengan balasan dari umat Islam dengan kalimat di ramadan kali ini mereka berburu takjil maka di paskah umat Islam akan memborong telur dalam skala besar. “Biar mereka paskah pakai Kinder Joy (jajanan anak-anak yang berisi coklat berbentuk telur)”
Setelah War Takjil viral, kini media sosial diramaikan dengan War Berbagi Takjil dari kalangan umat non muslim. Pantauan PARBOABOA, Selasa (19/03/2024), dalam sebuah video terlihat umat Kristiani di wilayah Sukabumi membagikan takjil kepada pengendara sepeda motor yang lewat, supir ojek online, pejalan kaki dan pengemis.
Pembagian takjil secara gratis ini tidak hanya dilakukan oleh umat non muslim. Akan tetapi umat muslim juga terlihat dalam video tersebut. Dalam video terdapat juga tulisan “Belum selesai WAR Berburu Takjil, sekarang ada lagi WAR Berbagi Takjil. Baiklah kita balas kaum nonis nanti (emoji tertawa)”
Video unggahan akun Instagram @dunia_kaumhawa itu dibanjiri komentar netizen. Misalnya akun @muhammadmusa_ yang menuliskan “Tapi Indonesia itu beneran indah loh. H-1 mau puasa aku dapat pesanan gosend car dapat ¾ kantong (1 kantong isi 10 kayaknya) ternyata yang beli orang chinese dan dikasih ke masjid buat jumat berkah. Masya Allah”
Akun Instagram @kristyberry_81 mengatakan “ternyata bakwan, mendoan dan kolak pisang yang mempersatukan kembali persaudaraan ini setelah perdebatan pilpres kemarin ya.”
Berbagai komentar positif terus mengalir dalam video tersebut. Seperti yang dituliskan akun Instagram @kikiendraseptya “Masha Allah, yuk guys, harus kita balas dengan kebaikan juga.”
Sementara akun Instagram @choirun_anna mengatakan “Asli ramadan tahun ini level up nya soal toleransi luar biasa banget.”
Walau begitu banyak komentar positif yang mengalir dari video tersebut, ada juga komentar yang mengingatkan agar para pemberi takjil tetap mengedepankan halal dan haram.
Seperti yang dikatakan oleh akun Instagram @afridahanumsiregar “luar biasa, tapi request nya jangan masak sendiri ya nonis, apalagi di panci kalian, paling tidak pesan di rumah makan aja atau di tempat jual takjil baru dibagikan ke kami ya. Salam toleransi ya nonis.”
Pengamat Sosial Universitas Negeri Medan (Unimed), Bakhrul Khair Amal mengaku bangga akan fenomena sosial yang terjadi di bulan ramadan kali ini. Pasalnya, fenomena sosial inilah yang menunjukkan Indonesia yang sebenarnya.
Sebelumnya terjadi WAR Takjil di media sosial, dimana para umat non muslim ikut berbelanja takjil. Hal ini dinilainya sebagai bentuk bahwa takjil dan ramadan mempersatukan masyarakat Indonesia.
Dari sisi ekonomi, tentunya ini sangat membantu UMKM dan pedagang kecil yang mencari keuntungan di bulan ramadan. Sementara di sisi sosial, hal ini justru menimbulkan energi positif bagi penjual maupun pembeli takjil.
“Ini justru fenomena yang positif. Jangan dibawa ke ranah agama. Karena ada momen kebersamaan semua umat beragama,” jelasnya.
Fenomena sosial WAR Takjil dan WAR Berbagi Takjil itu merupakan jawaban tegas bahwa masyarakat Indonesia masih menginginkan kebersamaan antara umat bergama. Oleh karena itu, ia meminta agar tidak ada komentar bernada tendensius kepada masing-masing umat beragama.
Menurutnya, fenomena sosial ini cenderung positif dibanding negatif. Ada efek ekonomi yang saling menguntungkan. Sementara momen ramadan dijadikan pertemuan antar umat beragama berbagi takjil adalah baik.
Dalam teori sosial, dikatakan Bakhrul Khair Amal, ini adalah resiprositas sosial. Dimana ada penjual, pembeli, untung, rugi, tawar menawar, sebanding dan umum.
“Ini kajian teorinya. Resiprositas sosial inilah yang menghasilkan kebersamaan,” katanya.
Walau begitu, Bakhrul Khair Amal tetap berharap satu sama lain saling menjaga batasan-batasan. Misalnya berbagi takjil atau buka puasa bersama tetaplah di lokasi umum apabila pesertanya terdiri dari berbagai umat beragama.
Editor: Fika