PARBOABOA - Suatu hari pada awal April 2023, sebuah pesan acak melalui WhatsApp masuk ke ponsel G. Laki-laki berusia 43 tahun yang tinggal di Pematang Siantar itu membaca pesan berisi ajakan berinvestasi melalui aplikasi T-oneMall, yang terkesan menjanjikan. Pengirim pesan itu bernama Anna Li, perempuan yang mengaku dari Singapura, dan merupakan direktur pemasaran di perusahaan aplikasi investasi itu.
“Awalnya saya tidak tertarik sama sekali, namun dia selalu membujuk saya untuk berinvestasi di aplikasi tersebut dan menawarkan tanam modal untuk mendapatkan keuntungan berkali-kali lipat,” ucap G kepada Parboaboa.
Li begitu lihai dan mengatakan bahwa dia mendapatkan nomor G dari rekan bisnisnya dan sangat tertarik untuk mengajaknya berinvestasi. Setelah terpedaya, G bersedia membuka akun di T-oneMall dan mulai menanamkan investasi awal sebesar Rp 2 juta.
“Setelah kami ngobrol panjang, saya daftarkan toko saya di aplikasi itu sesuai dengan arahannya si Anna Li ini. Setelah itu saya lakukan deposito ke aplikasi, yang membuat saya tidak curiga pada saat itu karena saya mengirim dana dari bank menggunakan virtual account,” ucap G
Li pun melanjutkan aksi berikutnya agar G menanam uang lebih banyak. Salah satunya cara dengan meremehkan nilai uang yang baru saja ditransfer G untuk modalnya. Li menunjukkan kepadanya toko yang sudah memiliki nilai investasi ratusan juta dan profit hingga miliaran.
Tetapi G belum tertarik saat itu karena masih ingin mempelajari sistem penjualan di aplikasi tersebut. Seiring berjalannya waktu, G mendapatkan konsumen yang ingin berbelanja melalui tokonya di aplikasi tersebut dan perlahan uang yang berada di dompet toko miliknya bertambah. Dalam seminggu, modal yang awalnya Rp 2 juta menjadi Rp 5 juta di dompet toko miliknya.
“Satu per satu mulai ada pelanggan saya, setelah seminggu saya perhatikan uang yang saya tanam di dompet toko mulai bertambah sampai Rp 5 juta, saya sudah profit sekitar Rp 3 juta dalam waktu yang sebentar,” ucap G.
Penasaran dengan kebenaran aplikasi tersebut, G menarik uang dari dompet tokonya, tetapi dana yang bisa ditarik hanya Rp 3 juta, yaitu besaran keuntungannya. Aplikasi tidak memberinya akses untuk menarik seluruh uang karena sebagian terhitung sebagai modal.
“Saya tarik itu duitnya Rp 3 juta, Rp 2 juta itu nggak bisa ditarik karena terhitung modal. Setelah saya tarik dari aplikasi, saya cek di rekening saya ternyata benar bertambah,” ucapnya.
Tertarik dengan profit yang diterimanya, tak sadar G telah masuk dalam perangkap maut Li. Dia pun termotivasi untuk mendapatkan untung lebih banyak, dan menanamkan modalnya hingga ratusan juta secara berkala.
“Karena sudah untung, saya kembali lakukan deposito secara berkala. Saya depositokan Rp 10 juta, Rp 50 juta dan seterusnya sampai saya hitung sudah mencapai Rp 170 juta,” ucap G.
G tidak berpikir untuk menarik setiap keuntungannya dan hanya akan menariknya jika memerlukannya. Waktu itu, saldo di dompetnya sudah mencapai Rp 500 juta, yang didapat selama kurang lebih sebulan.
Semakin hari G juga semakin percaya dengan Li. Keduanya sering berkomunikasi dan hubungannya sudah seperti teman akrab.
Suatu saat, ketika permintaan konsumen melebihi batas saldo miliknya, G diminta untuk kembali melakukan deposito. Namun karena seluruh uang pensiunan milik kedua orang tuanya tersebut sudah habis ia gunakan untuk berinvestasi G mengadu kepada sang direktur.
“Saya ceritakan kepada si Anna Li bahwa uang saya sudah tidak ada lagi. Dia bantulah saya kembali melakukan deposito dan dikirimnya Rp70 juta pada saat itu langsung ke dompet aplikasi,” ucap G.
Karena tidak mengalami peningkatan, G bermaksud untuk menarik sisa saldo yang berada di dompet yang pada saat itu sudah mencapai Rp 800 juta selama kurang lebih 2 bulan bermitra.
“Saya coba tarik uang yang di dompet saya pada saat itu yang sudah mencapai Rp 800 juta, namun tidak disetujui dengan alasan bahwa saya masih punya utang Rp 70 juta kepada si Anna Li itu,” ucap G.
Anehnya pihak aplikasi menyarankan G untuk membayarkan terlebih dahulu uang yang dipinjamkan sang direktur kepadanya, agar G bisa melakukan penarikan uang dari dompet toko miliknya.
“Saya disuruh untuk membayarkan terlebih dahulu hutang saya kepada si Anna Li baru boleh saya tarik uangnya. Anehnya saya disuruh transfer ke rekening pribadi milik si Anna Li, kenapa harus dari sana, kenapa tidak dipotong dari saldo yang di dompet saya,” tuturnya.
Kekecewaan G meluap lantaran dirinya mencoba menghubungi sang direktur yang dianggap sudah berteman baik dengan dirinya namun tidak berbalas. “Berapa kali saya coba hubungi si Anna Li itu namun hanya dibaca aja pesanku, aku telepon pun tidak diangkatnya,” ucap G.
Tidak menunggu waktu berapa lama, G kembali memeriksa akun toko miliknya di aplikasi tersebut dan mencoba untuk melakukan penarikan uang dari akunnya. Namun, aplikasi T-oneMall sudah membekukan akunnya.
“Baru beberapa saat setelah aku coba menghubungi si Anna Li itu, aku cek lagi akunku sudah dibekukan. Aku sudah tidak bisa lagi melakukan transaksi dan aku cek saldo toko punyaku sudah Rp0,” tuturnya.
Kenali Jejak Si Penipu
Penipuan bermodus aplikasi bukan cerita baru, tapi masih saja menelan korban.
Pada Oktober 2021, Google telah mencampakkan 151 aplikasi dari Google Playstore yang terindikasi melakukan penipuan. Pada September 2022, peneliti keamanan digital, HUMAN’s Satori Threat Intelligence, menemukan sedikitnya 75 aplikasi penipuan di Google Playstore. Aplikasi itu, jika ditotal sudah diinstal lebih dari 13 juta kali.
Menurut Agung Harsoyo Pakar Digital Forensik ITB, aplikasi Playstore yang tidak selalu milik perusahaan tapi juga individu membuat pengguna sulit mengidentifikasi mana aplikasi yang kredibel. Tetapi, pengguna dapat mengidentifikasinya.
Menurutnya, ada dua cara mengidentifikasi aplikasi yang kredibel. Pertama, aplikasi tersebut memiliki legalitas. Kedua, dengan memerhatikan mekanisme perolehan keuntungan.
“Tidak ada investasi yang langsung menguntungkan, pasti membutuhkan waktu yang lama. Jika diiming-imingkan dengan keuntungan yang besar pada awalnya, maka dapat disimpulkan bahwa itu adalah penipuan,” katanya kepada Parboaboa.
Agar pengguna tidak dengan mudahnya percaya dengan aplikasi yang mengatasnamakan investasi, namun berujung penipuan, Agung menyarankan kepada masyarakat agar berinvestasi di aplikasi yang legal dan diawasi oleh lembaga pemerintah
“Menurut saya investasi yang baik adalah investasi jangka panjang. Berinvestasi ke perusahaan-perusahaan seperti BUMN, berinvestasi ke perusahaan swasta, yang sudah jelas asal-usulnya diawasi oleh OJK (Otoritas Jasa Keuangan), dan pemerintahan,” katanya.
Pun begitu, pemerintah dapat lebih aktif mencegah semakin banyaknya korban penipuan. Langkah yang dapat dilakukan pemerintah antara lain, pertama harus membuat laporan pengaduan ke Menkominfo terkait aplikasi tersebut, kemudian melalui Kominfo bekerja sama dengan pihak Google dan Playstore untuk take down aplikasi tersebut.
“Jika ini kejahatan internasional, maka Kominfo bekerja sama dengan Kepolisian Republik Indonesia dan Interpol harus menyusuri kejahatan seperti ini,” katanya.
Impian Berakhir Sial
G kini hanya bisa menyesali kecerobohannya yang terpedaya dengan Li. Tergiur keuntungan besar, uang pensiunan milik almarhum ayah dan ibunya yang saat itu tergeletak sakit, raib sudah.
“Saya sudah stress kali, padahal itu uang pensiunan almarhum ayah, dan pensiunan ibu yang sekarang ini sedang tergeletak sakit,” ucap G.
Rencananya uang tersebut akan digunakannya untuk membangun sebuah rumah kepada adiknya yang saat ini bekerja bangunan di Kabupaten Karo, dan sisanya untuk membantu biaya pengobatan sang Ibu.
“Saya sudah niat untuk membangun rumah untuk adik yang kerja di Kabanjahe, sisanya untuk bantu pengobatan ibu,” ucapnya.
Berakhir sial, G hanya berharap agar ibunya sehat selalu dan berumur panjang. Dia tidak ingin karena tindakannya, sakit ibunya kian memburuk dan berakhir pada kematian.
“Saya harap supaya ibuku ini panjang umur dan sehat selalu saja, belum siap aku ditinggalkannya apalagi belum bisa kukembalikan apa yang sudah kuambil darinya,” ucap G.
G berharap agar tidak ada kejadian serupa yang menimpa dirinya, kepada orang lain juga. Ia berharap agar selain dirinya, orang-orang lebih cerdas dan bijaksana dalam menghadapi permasalahan yang sama seperti yang dihadapinya.
“Saya harap orang-orang di luar sana agar lebih bijak, jangan mudah percaya. Ingatlah tidak ada pekerjaan yang mudah, semuanya butuh proses dan waktu yang lama. Tidak seperti saya yang mengira berinvestasi sebagai jalan tercepat untuk menjadi kaya,” tutup G.
Laporan ini merupakan bagian pertama dari liputan khusus ‘Tipu-tipu di jagat digital’.
Reporter: Patrick Damanik
Editor: Tonggo Simangunsong