Banyak Fasilitas Umum hingga Perbankan di Pematang Siantar Tak Ramah Penyandang Disabilitas, Guiding Block Terhalang Jualan Pedagang

Guiding block di trotoar Taman Bunga Kota Pematang Siantar, yang seharusnya digunakan untuk penyandang disabilitas malah disalahgunakan masyarakat untuk berjualan. (Foto: PARBOABOA/Calvin Siboro)

PARBOABOA, Pematang Siantar - Kemudahan mengakses fasilitas publik yang inklusif masih menjadi mimpi bagi penyandang disabilitas yang ada di Kota Pematang Siantar, Sumatra Utara.

Salah satunya, kata pengurus Perkumpulan Penyandang Disabilitas Indonesia (PPDI) Kota Pematang Siantar, Iring Sitinjak, masih banyak penyandang disabilitas yang kesulitan berjalan di trotoar, mengakses transportasi publik, jembatan penyeberangan, hingga fasilitas kesehatan.

Iring menilai, hak penyandang disabilitas mengakses fasilitas publik pun tidak terpenuhi. Seperti minimnya guiding block di trotoar bagi penyandang tunanetra. Padahal bagi penyandang tunanetra yang hanya mengandalkan pendengaran dan tongkat khusus, guiding block ini sangat membantu mereka berjalan dengan aman dan mandiri di sepanjang trotoar.

Iring mengatakan, kurangnya guiding block di kota pematang siantar menghambat mobilitas dan kebebasan penyandang disabilitas netra hingga meningkatkan resiko kecelakaan terhadap mereka.

“Kalau dilihat fasilitas publik yang ramah bagi kami kaum disabilitas ini sih masih minim sekali di sini (Kota Pematang Siantar). Misalnya aja guiding block di trotoar untuk para tunanetra. Belum semua trotoar yang ada di Kota pematang siantar ada guiding block-nya. Padahal guiding block itu sangat membantu penyandang tunanetra untuk berjalan. Kalau enggak ada itu kan, mereka bakal sulit untuk jalan di sana (trotoar)," katanya kepada PARBOABOA.

Selain itu, perempuan yang aktif mengadvokasi penyandang disabilitas di Kota Pematang Siantar ini juga mengeluhkan kurangnya perhatian Pemerintah Kota setempat dalam mengawasi pemakaian guiding block yang ada.

Iring mencontohkan, banyaknya masyarakat yang menyalahgunakan guiding block sebagai tempat lokasi berjualan sehingga semakin menyulitkan penyandang tunanetra mengakses fasilitas publik.

“Beberapa guiding block yang ada di sini juga sering disalahgunakan oleh masyarakat. Lihat aja guiding block yang ada di depan taman bunga. Banyak masyarakat yang menggunakan itu sebagai tempat berjualan. Pemerintah sih harusnya melihat itu ya. Enggak cuman membangun aja tapi juga mengawasi penggunaannya,” kesalnya.

Iring juga mengeluhkan kurangnya ramp atau bidang miring bagi pengguna kursi roda. Menurutnya, hal tersebut menjadi salah satu persoalan serius bagi penyandang disabilitas.

"Banyak fasilitas publik, seperti trotoar, kantor pemerintah, perbankan, pusat perbelanjaan dan tempat ibadah, belum menyediakan akses yang mudah bagi pengguna kursi roda," keluhnya.

Sementara itu, Salome Simanungkalit, salah seorang penyandang disabilitas yang kesehariannya menggunakan kursi roda sangat mengeluhkan minimnya ketersediaan ramp di banyak fasilitas publik yang ada di Kota Pematang Siantar.

Menurutnya, tidak adanya ramp di fasilitas publik menyulitkan pengguna kursi roda untuk melakukan aktivitas sehari-hari seperti berbelanja, hingga mengakses layanan publik.

“Aku udah beberapa kali berdemo di Bank Mandiri yang ada di Jalan Sutomo. Artinya, aku kesal. Sampai sekarang kartu (ATM) ku sudah mati. Tapi memikirkan mengganti kartu ku ke sana capek, karena jalannya bertangga-tangga. Susah buat aku ke sana," kesalnya.

Tidak hanya di kantor perbankan, di fasilitas publik seperti jembatan penyeberangan orang (JPO) di Kota Pematang Siantar pun tidak dirancang ramah disabilitas. JPO yang ada di Pematang Siantar memiliki kemiringan yang curam dan tidak adanya ramp. Salah satunya JPO menuju ke Pasar Horas, Pematang Siantar.

Tangga Jembatan Penyebrangan Orang ( JPO ) di Jalan Sutomo, Pematang Siantar cukup curam dan tidak ada ramp (bidang miring) sehingga menyulitkan pengguna kursi roda. (Foto: PARBOABOA/Calvin Siboro) 


“Kalau yang sampai sekarang ku keluhkan ya ramp itu ya. Apalagi di Jembatan Penyeberangan yang di pasar Horas itu. Aku yang kerjanya jadi penjahit jadi susah buat belanja peralatan dan bahan bahan untuk menjahit. Kalau mau nyuruh orang kadang kurang pas sama apa yang ku pesan. Emang harus beli sendiri, tapi begitu kondisinya,” keluh Salome yang juga bekerja sebagai seorang penjahit.

Senada dengan Salome, penyandang disabilitas lainnya, Husnul Huday, mengeluhkan curamnya JPO yang ada di Kota Pematang Siantar. Ia mengaku merasa kesulitan menggunakan JPO ketika hendak menuju ke Pasar Horas. Sementara ia tidak mampu menyeberang jalan di bawah JPO seorang diri.

“Curam kali jembatan yang ada di Pasar Horas itu. Beberapa kali waktu saya menggunakan itu (JPO), saya hampir terjatuh,” kata Husnul yang dalam kesehariannya menggunakan tongkat untuk membantunya berjalan.

PARBOABOA mencoba menghubungi Dinas PUPR Kota Pematang Siantar untuk meminta tanggapan terkait keluhan dari penyandang disabilitas. Namun hingga berita ini diterbitkan, belum ada komentar dari pejabat di Dinas PUPR Kota Pematang Siantar.

Editor: Kurniati
TAG :
Baca Juga
LIPUTAN KHUSUS