PARBOABOA, Jakarta - Ribuan buruh mengancam akan melakukan mogok kerja nasional jika keputusan hakim di Mahkamah Konstitusi (MK) terkait uji materi atau judicial review (JR) Undang-Undang Cipta Kerja tidak sesuai dengan tuntutan mereka.
Menurut Presiden Partai Buruh, Said Iqbal, buruh menuntut agar UU Cipta Kerja dibatalkan.
"Bilamana hakim mahkamah konstitusi tidak memberikan keputusan sesuai, maka kami akan melakukan aksi-aksi di seluruh Indonesia. Yang akan diorganisir oleh Partai Buruh dan serikat buruh," tegasnya, Senin (02/10/2023).
Hari ini, Senin (2/10/2023) Mahkamah Konstitusi (MK) akan mengumumkan hasil putusan uji materi Undang-Undang No 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja.
Selain menuntut pembatalan UU Cipta Kerja, buruh juga menuntut agar ada kenaikan upah minimum sebesar 15 persen di 2024 mendatang.
Said mengatakan, kedua tuntutan buruh ini seperti api dan bensin.
"Apinya omnibus law, bensinnya kenaikan upah minimum 15 persen dan tidak akan berhenti sampai dimenangkan," imbuhnya.
Sebelumnya, Ketua Umum DPP Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI), Yorrys Raweyai menilai, MK mempertaruhkan nasib buruh ke depan jika tidak mengabulkan uji materi yang diajukan mereka.
"Kalau buruh tidak dapat keadilan, maka jalanan akan menjadi cara buruh untuk meraih keadilan," katanya kepada PARBOABOA, Kamis (28/09/2023) lalu.
Yorrys Raweyai menegaskan, Putusan MK nantinya akan memastikan, apakah keadilan di Indonesia masih hidup atau mati. Apalagi, perlawanan masyarakat dan buruh menggagalkan Undang-Undang Cipta Kerja, begitu gigih dan tak kenal lelah.
"Untuk Hakim MK semoga bisa menggunakan akal sehat dan hati nuraninya. Ubah lah jika memang Undang-Undang tersebut tidak berpihak kepada masyarakat dan merugikan buruh," pintanya.
Tidak hanya buruh, Yorrys menilai, Undang-Undang Cipta Kerja adalah musuh bersama masyarakat, termasuk kaum petani dan nelayan.
Ia mendesak Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH) di Mahkamah Konstitusi untuk mengubah Undang-Undang Cipta Kerja.
"Bila ada Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH) yang dirasa merugikan, dengan segala hormat saya minta untuk merubahnya," desak Yorrys.
Respons Sosiolog Terhadap Ancaman Mogok Nasional Buruh
Merespons aksi buruh, sosiolog dan pengamat politik dari Universitas Negeri Jakarta, Rakhmat Hidayat menyebut gerakan buruh merupakan bagian integral dari demokrasi yang harus dihargai.
Ia menyebut, omnibus law menjadi sarana berbagai entitas masyarakat sipil untuk bersatu.
"Secara Prinsip Gerakan buruh adalah bagian dari demokrasi. Terkait UU Cipta Kerja adalah keresahan kolektif dari berbagai kelompok masyarakat terutama masyarakat sipil. Bukan cuma buruh, LSM, aktivis pro-demokrasi dan tenaga Kesehatan. Jadi teman-teman gerakan buruh mewakili keresahan publik," katanya kepada PARBOABOA.
Disinggung mengenai rencana mogok nasional yang akan dilakukan buruh jika tuntutan mereka tidak dipenuhi, Rakhmat menilai hal tersebut merupakan upaya buruh mendapatkan posisi tawar dan tenaga penekan.
Menurut dosen pendidikan Sosiologi di UNJ ini, rencana tersebut berpotensi mendorong perhatian lebih besar terhadap masalah ini.
"Mengkampanye mogok nasional itu sebagai satu tekanan bahwa mereka punya massa, suara dan bargain position untuk menghadapi negara. Bisa menjadi panggilan solidaritas kepada kelompok masyarakat sipil lainnya," ungkap Rakhmat.
Ia melanjutkan, aspek lain yang digarisbawahi dari pemogokan buruh, terutama yang berskala nasional, adalah potensi masalah sosial yang timbul.
Namun, kata Rakhmat, dampak dari gerakan ini tidak akan terlalu signifikan sampai menyebabkan timbulnya masalah sosial.
"Saya mengamati beberapa mogok nasional, bukan hal yang baru. Menurut saya, sebagai satu strategi gerakan, efeknya enggak terlalu signifikan, enggak akan menyebabkan kolaps industri. Sebagai satu rencana ini bagus karena memperkuat posisi tawar dan dampaknya enggak terlalu besar," pungkasnya.
Editor: Kurniati