PARBOABOA, Jakarta - China secara tegas mengecam NATO yang menyebut Beijing sebagai "pendukung utama" invasi Rusia ke Ukraina yang berlangsung sejak 2022 silam.
Frasa "pendukung" menyoroti posisi pihak tertentu yang secara aktif atau pasif membantu suatu tindakan, meskipun dinilai negatif.
Pada konferensi pers di Beijing, Kamis (11/07/2024) lalu, Kementerian Luar Negeri China menolak tuduhan NATO tersebut dan menyebutnya "memicu perselisihan."
Mengutip Reuters, Juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Lin Jin menyebut, tuduhan NATO terkait krisis Ukraina tidak masuk akal dan berniat jahat.
Ia pun mendesak NATO untuk merenungkan akar penyebab krisis dan mempertimbangkan langkah nyata untuk meredakan ketegangan daripada menyalahkan pihak lain.
Sebelumnya, juru bicara misi China untuk Uni Eropa juga mengkritik pernyataan NATO sebagai bentuk "sentimen Perang Dingin dan retorika perang."
Beijing menilai pernyataan dalam rancangan komunike NATO tersebut sarat dengan provokasi, kebohongan, hasutan, dan fitnah.
Baginya, posisi China dalam masalah Ukraina adalah mendorong perundingan damai dan penyelesaian politik sebagaimana telah diakui dan dihargai secara luas oleh komunitas internasional.
Dalam KTT NATO di AS pada 9-11 Juli lalu, NATO untuk pertama kalinya menyatakan secara tegas bahwa China adalah ancaman nyata karena mendukung Rusia dalam menginvasi Ukraina.
NATO menuding Beijing sebagai pendukung yang menentukan perang Rusia melawan Ukraina.
Aliansi tersebut meminta China untuk menghentikan pasokan senjata dan peralatan militer lainnya ke Rusia, serta mengancam akan menjatuhkan sanksi jika dukungan terus berlanjut atau semakin besar.
Kejadian ini merupakan yang pertama dalam sejarah. Hingga 2019, NATO tidak pernah menyatakan demikian dan sering menggunakan bahasa yang lebih netral untuk menggambarkan pandangannya terhadap China.
Rusia dan China Semakin Mesra
Terpisah, China secara terbuka mengumumkan sedang mengadakan latihan militer bersama Rusia di sepanjang pantai selatan Zhanjiang, Provinsi Guangdong.
Kementerian Pertahanan (Kemhan) China pada Jumat (12/07/2024) mengungkapkan latihan militer bernama Joint Sea-2024 telah dimulai pada awal Juli dan akan berlangsung hingga pertengahan bulan.
Kemhan berdalih, latihan bersama Rusia hendak menunjukkan tekad dan kemampuan kedua negara dalam menghadapi ancaman keamanan maritim serta menjaga perdamaian dan stabilitas global dan regional.
Latihan ini juga dimaksudkan untuk memperdalam kemitraan strategis antara China dan Rusia "untuk era baru."
Kerja sama militer antara kedua negara muncul bertepatan dengan pertemuan para pemimpin NATO di Washington yang menegaskan kembali dukungan mereka terhadap Ukraina di tengah invasi Rusia.
Selama beberapa tahun terakhir, China dan Rusia semakin dekat, bahkan menyebut persahabatan mereka "tanpa batas."
Meski pernah bertikai di masa lalu, kini keduanya justru memiliki sikap serupa yang kerap berseberangan dengan NATO.
Selain latihan dengan Rusia, China juga mengadakan latihan militer dengan Belarus, sekutu Rusia di perbatasan timur NATO.
Terkait latihan Rusia-China, Jepang menilai bahwa aktivitas tersebut menimbulkan "kekhawatiran besar dari sudut pandang keamanan nasional."
Editor: Defri Ngo