PARBOABOA, Jakarta - Direktorat Reserse Kriminal Kepolisian Republik Indonesia (Bareskrim Polri) berhasil mengungkap sebuah kasus perdagangan manusia yang melibatkan penggunaan mahasiswa sebagai peserta magang dalam program yang disebut Ferienjob ke Jerman.
Diperkirakan ada 1.047 mahasiswa dari 33 perguruan tinggi di Indonesia yang terjebak dalam kasus dugaan korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO) , yang melibatkan program magang atau pekerjaan sementara di Jerman, dengan 93 di antaranya merupakan mahasiswa dari Universitas Negeri Jakarta (UNJ).
Ferienjob sendiri adalah pekerjaan paruh waktu yang biasanya dilakukan selama liburan semester di Jerman.
Tujuannya adalah untuk menutupi kebutuhan akan tenaga kerja fisik di berbagai perusahaan di Jerman dan memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk menghabiskan liburan semester mereka dengan bekerja dan memperoleh penghasilan tambahan.
Diketahui, ada 93 mahasiswa UNJ yang terlibat dalam kasus penipuan ini. Mereka sebelumnya dijanjikan akan mengikuti program magang yang dapat diakui sebagai Satuan Kredit Semester (SKS) dalam studi mereka.
Namun, setibanya di Jerman, mereka menemukan bahwa posisi yang ditawarkan kepada mereka bukanlah magang yang relevan dengan bidang studi mereka, tetapi pekerjaan umum yang tidak memenuhi harapan akan pengalaman magang akademik.
Kronologi 93 Mahasiswa UNJ Ikut Ferienjob
Dilansir dari laman resmi UNJ, program magang internasional di Jerman yang diselenggarakan oleh Universitas Negeri Jakarta (UNJ) dimulai dari sebuah pengenalan yang dilakukan oleh dosen berinisial SS pada Februari 2023.
SS, bekerja sama dengan PT SHB dan CV Gen, memperkenalkan program ini sebagai kesempatan emas bagi mahasiswa UNJ untuk mengalami dunia kerja internasional.
Pada 6 Mei 2023, SS kembali ke UNJ bersama dengan mengajak PT SHB dan CV-Gen untuk mempresentasikan program tersebut lebih detail, menekankan bahwa program telah mendapatkan pengakuan resmi dari pemerintah Jerman dan Indonesia.
Pada 19 Mei 2023, UNJ menyelenggarakan seminar tentang Program Magang Internasional di Jerman di gedung Syafe'i, diisi oleh SS, ER (Director of SHB), dan SM dari Jerman.
Dalam seminar tersebut, SS sebagai alumni program, menampilkan testimoni dan diakhiri dengan penandatanganan MoU antara UNJ dan PT SHB, mengesahkan kemitraan untuk mengirim mahasiswa UNJ ke Jerman dalam program magang internasional.
Kemudian, pada tanggal 12 September 2023, UNJ meminta jaminan lebih lanjut kepada PT SHB mengenai validitas dan keamanan program magang ini.
Jawaban yang meyakinkan dari PT SHB diterima pada 19 September 2023, yang menjamin komitmen penuh terhadap program magang, termasuk aspek keamanan dan kesejahteraan peserta.
Program magang internasional ini dibiayai secara mandiri dari mahasiswa, termasuk biaya pendaftaran Rp. 150.000 yang dibayarkan kepada CV-Gen dan tambahan 350 Euro (sekitar Rp 5.500.000 - Rp. 6.000.000, tergantung kurs) yang ditawarkan oleh SS dan PT SHB.
Kemudian pada 2 Oktober 2023, sebanyak 93 mahasiswa UNJ berangkat ke Jerman, di mana mereka dijanjikan pengalaman magang yang berharga.
Namun, beberapa minggu setelah kedatangan mereka, mulai muncul keluhan yang meliputi isu tentang jarak antara tempat tinggal dan lokasi magang, honorarium magang yang tidak memenuhi ekspektasi, serta kurangnya pendampingan dan bimbingan profesional dari PT SHB dan CV-Gen.
Sebagai tanggapan terhadap keluhan tersebut, UNJ menugaskan dua dosen untuk melakukan pemantauan dan pendampingan langsung pada tanggal 25 Oktober 2023.
Hasil dari pemantauan ini, yang dilakukan bersamaan dengan menerima laporan dari Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Berlin pada bulan yang sama, mengindikasikan terjadinya pelanggaran prosedur dalam pelaksanaan program tersebut.
Tim dosen UNJ akhirnya melakukan audiensi dengan KBRI Berlin pada 3 November 2023, di mana terungkap bahwa situasi yang dihadapi mahasiswa lebih mirip dengan pekerjaan daripada magang sejati.
Kemudian pada 30 Desember 2023, seluruh mahasiswa UNJ dipulangkan ke Indonesia tanpa mengalami cedera fisik selama periode magang di Jerman.
UNJ berencana untuk mengambil tindakan hukum terhadap SS, PT. SHB, dan CV-Gen atas kerugian baik material maupun non-material yang terjadi.
Apakah Korban TPPO Bukti Neoliberalisme Pendidikan Indonesia?
Pemerhati Pendidikan dari Vox Populi Institute Indonesia, Indra Charismiadji mengatakan bahwa kasus yang menimpa ribuan mahasiswa Indonesia ini diduga merupakan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) berkedok magang di Jerman.
Menurutnya, ini merupakan dampak dari Neoliberalisme Pendidikan Indonesia, dimana kasus-kasus semacam ini akan bermunculan saat pendidikan dikelola dengan mekanisme pasar.
Indra menambahkan pemerintah hanya sekedar membuat kebijakan, stakeholder pendidikan diminta mencari jalan sendiri mulai dari anggarannya sampai implementasinya dan kondisi ini sangat memprihatinkan.
Menurut Indra, semua ini diawali dengan program Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) yang tidak dibuat berdasarkan kajian akademis, terbukti sampai hari ini tidak ada Naskah Akademik dari program tersebut.
Konversi 20 sks dalam MBKM melalui program magang sepertinya menjadi pemicu bagi kampus maupun mahasiswa untuk mengikuti program magang di Jerman ini.
Lebih lanjut, Indra menyampaikan ada dua jenis tenaga kerja yang dicari di luar negeri, diantaranya ialah spesialis dengan keahlian tertentu yang tidak dapat dicukupi oleh tenaga lokal dan tenaga kerja umum atau kasar.
Tenaga kerja kasar yang dimaksud umumnya diisi oleh warga negara asing, banyak diantaranya ilegal, karena izin kerja sulit diperoleh untuk jenis pekerjaan yang tidak menuntut keterampilan khusus.
Jika dibandingkan, penghasilan dari bekerja di luar negeri memang terasa sangat berbeda dibandingkan dengan di Indonesia. Uniknya, hanya di Indonesia, seseorang harus membayar terlebih dahulu, termasuk untuk kesempatan magang.
“Di negara lain orang bekerja untuk dibayar, disini orang terbiasa membayar pada pihak-pihak tertentu untuk diterima kerja,” kata Indra.
Indra juga mengatakan bahwa jika terbukti bahwa institusi pendidikan terlibat, ini menunjukkan adanya kesalahan mendasar dalam pengelolaan pendidikan di negara kita.
Pendidikan yang berlandaskan pada nilai-nilai Pancasila serta UUD 1945 bertujuan untuk membuat pemerintah bertanggung jawab dalam melindungi seluruh warga negara, meningkatkan kecerdasan, mendorong terciptanya kesejahteraan bagi semua, serta berkontribusi pada ketertiban dunia.
“Karenanya Pemerintah harus turut bertanggung jawab dalam kasus ini,” tutupnya.
Editor: Beby Nitani