PARBOABOA, Jakarta - PT Pertamina kembali melakukan penyesuaian harga Bahan Bakar Minyak (BBM) pada awal tahun 2023 ini, sesuai dengan penetapan harga yang diatur dalam Kepmen ESDM No. 245.K/MG.01/MEM.M/2022 sebagai perubahan atas Kepmen No. 62/K/12/MEM/2020 tentang formulasi harga JBU atau BBM non subsidi.
Per Selasa (03/01/2022), harga Pertamax kini dibanderol seharga Rp12.800 atau turun Rp1.100 dari harga jual sebelumnya Rp13.900 per liter.
“Diputuskan hari ini harga Pertamax disesuaikan dari Rp 13.900 per liter menjadi Rp 12.800,” ucap Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir, dikutip dari laman resmi Pertamina, Selasa (03/01/2023).
Kemudian, penurunan harga juga terjadi untuk produk Pertamax Turbo (RON 98). Produk ini sebelumnya dijual seharga Rp15.200 turun menjadi Rp14.050.
Untuk produk Dexlite (CN 51), disesuaikan menjadi Rp 16.150 per liter. Turun dari sebelumnya Rp 18.300. Sedangkan Pertamina Dex (CN 53) mengalami penyesuian menjadi Rp 16.750 per liter dari sebelumnya Rp 18.800.
Harga baru ini berlaku untuk provinsi dengan besaran pajak bahan bakar kendaraan bermotor (PBBKB) sebesar 5% seperti di wilayah DKI Jakarta.
Erick mengatakan, perubahan harga BBM non subsidi terjadi karena produk tersebut dijual sesuai dengan harga pasar yang fluktuatif. Sehingga Pertamina akan melakukan evaluasi harga secara berkala mengikuti tren dan mekanisme pasar.
“Pada dasarnya, harga BBM non subsidi sudah seyogya-nya harga pasar, namun untuk membuktikan bahwa pemerintah hadir, maka pada kebijakan sebelumnya ketika harga minyak dunia tinggi pemerintah meminta Pertamina untuk tidak menaikan harga. Sehingga saat ini, ketika harga minyak dunia di level USD 79 per barel, saya bersama Menteri ESDM, Menteri Keuangan dan Direktur Utama Pertamina akhirnya menggelar rapat untuk memproyeksikan dan menentukan harga BBM yang baru ke masyarakat,” tambah Erick.
Namun keputusan mengenai penyesuaian harga BBM produk Pertamina dapat dilakukan setelah berkoordinasi dengan seluruh stakeholder yang ada, sehingga proses tersebut cukup memakan waktu.
“Dibutuhkan koordinasi dan proses waktu dengan berbagai stakeholder, untuk melakukan penyesuaian harga, karena Pertamina bisnisnya luas dari hulu ke hilir, tidak seperti perusahaan yang hanya mengelola 5 pom bensin. Hal ini perlu dilakukan karena pemerintah harus ada dan mendukung ekonomi masyarakat,” jelas Erick.
Editor: -