Hukum Pidana Materiil: Pengertian, Contoh, Unsur, Asas, dan Perbedaanya dengan Formil

Hukum Pidana Materiil (Foto:Parboaboa/Kathleen)

PARBOABOA - Hukum pidana substansial (materiil) dan formil merupakan dua komponen esensial dalam sistem hukum pidana yang saling melengkapi.

Jenis hukum pidana ini mengacu pada substansi atau isi dari suatu peraturan hukum yang menetapkan larangan atau kewajiban tertentu serta sanksi pidana yang berlaku jika aturan tersebut dilanggar.

Dalam artikel ini, Parboaboa akan membahas secara mendalam tentang pengertian hukum pidana materiil dan contohnya, lengkap dengan perbedaan signifikan antara konsep materiil dan formil dalam konteks hukum pidana.

Dengan memahami konsep-konsep ini, kamu dapat menggali lebih dalam tentang bagaimana sistem hukum pidana (kriminal) beroperasi dan memberikan perlindungan terhadap masyarakat.

Apa itu Hukum Pidana Materiil?

Mengutip dari laman resmi Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU), hukum pidana materiil adalah bagian dari sistem hukum yang berkaitan dengan substansi atau materi dari suatu peraturan hukum kriminal.

Sistem ini mencakup berbagai aspek yang berkaitan dengan perbuatan kriminal, seperti jenis pelanggaran hukum, unsur-unsur terkait tindak pidana, serta sanksi atau hukuman atas pelanggaran yang terjadi.

Konsep hukum dari pidana materiil menetapkan batasan-batasan yang menguraikan tindakan-tindakan yang dilarang dan hukuman yang sesuai untuk pelanggarannya.

Dengan kata lain, pengertian hukum pidana materiil adalah sistem hukum yang merinci segala bentuk tindakan seperti pencurian, pembunuhan, pemerkosaan, dan penipuan, sebagaimana diatur dalam hukum pidana.

Unsur Hukum Pidana Materiil

hukum pidana materiil

ketgamb Unsur Hukum Pidana Materiil (Foto: Parboaboa/Kathleen) #end

Hukum pidana substantif melibatkan beberapa unsur yang harus terpenuhi agar suatu perbuatan dapat dianggap sebagai tindak pidana.

Unsur-unsur ini adalah fondasi dasar dalam menilai apakah suatu perbuatan melanggar hukum pidana atau tidak.

Dilansir dari website resmi Universitas UMSU, unsur-unsur hukum pidana materiil meliputi:

  • Unsur Tindakan (Actus Reus)

Actus Reus adalah istilah yang merujuk kepada unsur tindakan fisik konkret yang melibatkan perbuatan atau perilaku yang dapat diamati dan diukur secara objektif.

Dalam konteks hukum kriminal, Actus Reus mengacu pada tindakan atau aktivitas yang dilakukan oleh seseorang dan dianggap sebagai pelanggaran hukum, seperti pencurian, pembunuhan, atau perbuatan lain yang dilarang oleh undang-undang.

  • Unsur Kesalahan (Mens Rea)

Unsur Kesalahan (Mens Rea) mengacu pada niat atau kesengajaan batin pelaku dalam melakukan tindakan pidana. Ini mencakup motivasi, tujuan, dan pemahaman pelaku tentang konsekuensi perbuatannya.

Dalam konteks hukum kriminal, unsur ini membantu membedakan tindakan yang disengaja dengan yang tidak disengaja serta menilai tanggung jawab hukum pelaku.

  • Hubungan Kausalitas (Causation)

Hubungan Kausalitas (Causation) merujuk pada hubungan sebab-akibat antara tindakan pelaku dan hasil yang timbul akibat dari tindakan tersebut.

Ini penting dalam sistem hukum kriminal untuk menetapkan bahwa tindakan pelaku memiliki peran penting dalam terjadinya hasil yang melanggar hukum.

  • Objektivitas (Objective Elements)

Objektivitas merujuk pada unsur-unsur hukum yang dapat diukur atau diamati secara jelas tanpa penilaian subjektif.

Dalam sistem hukum, hal ini dapat membantu memastikan penilaian didasarkan pada fakta yang dapat diverifikasi secara obyektif, mengurangi risiko penafsiran yang ambigu.

Objektivitas membantu menciptakan standar yang jelas untuk menilai apakah suatu perbuatan dapat dianggap sebagai tindak pidana.

  • Subjektivitas (Subjective Elements)

Subjektivitas adalah faktor-faktor dalam hukum kriminal yang terkait dengan pikiran dan niat pelaku.

Unsur hukum pidana materiil ini mencakup aspek seperti niat, kesengajaan, atau pemahaman pelaku tentang perbuatannya.

Subjektivitas menjadi penting dalam menilai kesadaran atau tujuan batin pelaku dalam melakukan tindakan yang diatur oleh undang-undang pidana.

  • Ketidakpatuhan Terhadap Undang-Undang (Violation of the Law)

Ketidakpatuhan terhadap Undang-Undang (Pelanggaran Hukum) adalah tindakan melanggar aturan yang ditetapkan oleh undang-undang.

Perilaku ini bisa termasuk pelanggaran kriminal, peraturan, atau norma hukum yang berlaku, dan menjadi dasar dalam penegakan hukum untuk menjaga ketertiban dan keadilan.

Asas Hukum Pidana Materiil

Sama halnya dengan penggolongan hukum lainnya, sistem hukum berjenis pidana materiil juga memuat asas-asas yang menjadi landasan utama dalam mengatur dan menjalankan norma-norma perilaku hukum dalam masyarakat.

Asas hukum pidana materiil itu antara lain, sebagaimana di kutip dari Fakultas Hukum UMSU yakni:

  • Asas Legalitas

Asas legalitas (Nullum crimen, nulla poena sine lege) adalah prinsip bahwa tidak ada kejahatan, dan tidak ada hukuman, kecuali berdasarkan undang-undang.

  • Asas Kesalahan

Asas kesalahan (Nullum crimen sine culpa) merupakan prinsip dalam hukum kriminal yang mengandung makna, tidak ada tindakan yang dapat dianggap sebagai kejahatan, kecuali jika terdapat unsur kesalahan melekat pada pelaku.

  • Asas Proporsionalitas

Asas proporsionalitas (Prinsip Proporsi) menegaskan bahwa hukuman harus seimbang dengan keberatan tindakan kejahatan.

Hal ini merujuk pada, pertimbangan terhadap tingkat pelanggaran, dampaknya, dan kepentingan masyarakat, penting sekali dalam menentukan sanksi yang tepat

Prinsip proporsionalitas juga mendorong keseimbangan antara hak pelaku dan perlindungan masyarakat. Alternatif seperti rehabilitasi perlu dipertimbangkan, menjadikan hukuman sebagai kesempatan pemulihan.

  • Asas Individualisasi Hukuman

Asas hukum pidana materiil ini menekankan bahwa hukuman harus disesuaikan dengan karakteristik individu pelaku.

Setiap orang memiliki latar belakang dan kondisi yang berbeda, sehingga pendekatan hukuman harus mempertimbangkan faktor-faktor tersebut.

  • Asas Kemanusiaan (Humanitas)

Prinsip ini menegaskan perlunya memperlakukan pelaku dan narapidana secara manusiawi, menjaga hak-hak dan martabat mereka dalam sistem peradilan pidana.

  • Asas Akuntabilitas (Prinsip Tanggung Jawab)

Prinsip yang satu ini menuntut pelaku kejahatan harus bertanggung jawab atas tindakannya dan menghadapi konsekuensi hukum yang sesuai.

  • Asas Kesetaraan (Gelijkheid)

Asas kesetaraan (Gelijkheid) menegaskan bahwa setiap individu memiliki hak yang sama di hadapan hukum tanpa memandang status sosial, ekonomi, atau faktor lainnya.

  • Asas Perlindungan Masyarakat (Bescherming van de samenleving)

Asas hukum pidana materiil ini mengedepankan tujuan menjaga keamanan dan kesejahteraan masyarakat dengan menggunakan hukuman sebagai alat untuk mencegah tindakan kejahatan dan melindungi kepentingan bersama.

  • Asas Praduga Tak Bersalah (Presumption of Innocence)

Sebagai salah satu asas dalam hukum kriminal berjenis pidana materiil, asas praduga tak bersalah menyatakan bahwa seseorang dianggap tidak bersalah sampai terbukti sebaliknya secara sah dan meyakinkan dalam proses hukum.

Asas Efek Jera (Prinsip Efek Jera)

Asas efek jera mengimplikasikan bahwa hukuman diberikan dengan tujuan mencegah individu lain untuk melakukan tindakan yang sama, dengan menunjukkan konsekuensi negatif dari pelanggaran hukum.

  • Asas Balas Dendam (Prinsip Retribusi)

Prinsip ini mengandung makna bahwa hukuman diberikan sebagai respons terhadap tindakan kejahatan, dengan tujuan untuk membalas atau menghukum pelaku atas perbuatannya.

  • Asas Rehabilitasi

Asas rehabilitasi merupakan prinsip yang mementingkan usaha untuk memulihkan dan mengembalikan pelaku ke dalam masyarakat melalui berbagai program dan tindakan rehabilitasi, dengan harapan agar mereka dapat berubah menjadi individu yang lebih baik dan terhindar dari perilaku kriminal di masa depan.

  • Asas Restoratif

Asas ini menekankan pendekatan yang berfokus pada pemulihan hubungan dan kerugian yang diakibatkan oleh tindakan kejahatan.

Tujuannya adalah untuk mengembalikan keseimbangan dalam masyarakat dan memperbaiki dampak sosial serta emosional yang timbul akibat pelanggaran hukum.

  • Asas Pencegahan (Prevention)

Prinsip dari asas ini mengarahkan upaya hukum untuk mencegah terjadinya tindakan kejahatan di masa depan, baik melalui efek jera terhadap pelaku maupun melalui langkah-langkah preventif yang bertujuan mengurangi potensi tindakan kriminal dalam masyarakat.

Contoh Kasus Hukum Pidana Materiil

Untuk mendalami pemahaman terhadap sistem hukum pidana materiil Parboaboa juga telah menyajikan sebuah contoh kasus yang mungkin telah kamu temui sebelumnya.

Sampel Kasus

Seorang individu yang bernama Ahmad melakukan pencurian dengan pemberatan di sebuah toko perhiasan.

Ia memakai topeng, masuk ke toko pada malam hari, dan merusak pintu dengan alat yang telah disiapkannya. Setelah masuk, ia mengambil berbagai perhiasan berharga dari etalase toko dan melarikan diri.

Kasus ini melibatkan pelanggaran hukum pidana substantif, yaitu pencurian dengan pemberatan. Ahmad telah melakukan tindakan melanggar hukum dengan sengaja mencuri barang milik orang lain yang bernilai tinggi dengan menggunakan kekerasan atau ancaman.

Tindakan ini melanggar undang-undang yang mengatur tentang pencurian, dan ia dapat dihadapkan pada sanksi pidana seperti penjara atau denda sesuai dengan hukum yang berlaku.

Perbedaan Hukum Pidana Materiil dan Formil

perbedaan hukum pidana materiil dan formil

ketgamb Risiko diet OCD (Foto: Parboaboa/Kathleen) #end

Sebagai salah satu cabang hukum pidana, hukum substantif sering kali disamakan dengan hukum formil yang juga menjadi salah satu jenis dari hukum kriminal. Padahal, kedua konsep hukum ini memiliki pemahaman berbeda dalam mengatasi sebuah kasus.

Berikut ini adalah penjelasan mengenai perbedaan hukum pidana materiil dan formil yang dikutip dari situs KEPRI POLRI:

Hukum Pidana Materiil

Hukum pidana substantif (Materiil) berkaitan dengan substansi atau isi dari tindak pidana, yaitu perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh undang-undang dan dianggap sebagai kejahatan.

Ini mencakup definisi dan unsur-unsur dari suatu tindak pidana, serta sanksi yang dapat diberikan kepada pelaku kejahatan.

Hukum pidana substantif juga menentukan jenis-jenis tindak pidana, elemen-elemen yang harus ada agar suatu tindak pidana terbukti, dan hukuman yang dapat diberikan kepada pelaku.

Hukum Pidana Formil

Sementara itu, hukum pidana formil adalah aturan-aturan dan prosedur yang mengatur bagaimana sistem peradilan pidana beroperasi, termasuk proses penyelidikan, penuntutan, dan pengadilan.

Ini mencakup tata cara pengumpulan bukti, penyelidikan oleh penyidik, pemeriksaan oleh jaksa, dan proses persidangan di pengadilan.

Hukum pidana formil menjamin bahwa pelaksanaan hukum pidana dilakukan secara adil, sesuai dengan hak-hak pelaku dan prinsip-prinsip keadilan.

Dengan kata lain, perbedaan hukum pidana materiil dan formil yaitu, hukum pidana materiil berkaitan dengan apa yang dianggap sebagai kejahatan dan hukumannya, sementara hukum pidana formil berkaitan dengan bagaimana hukum pidana diterapkan dalam praktik, termasuk proses peradilan dan hak-hak individu dalam sistem peradilan pidana.

Keduanya bekerja bersama untuk memastikan bahwa tindakan kriminal dikenai sanksi yang sesuai dengan prinsip-prinsip keadilan dan hukum yang berlaku.

Demikianlah penjelasan mengenai pengertian hukum pidana materiil, lengkap dengan asas-asas, contoh kasus yang menggambarkan penerapan dalam konteks nyata, hingga perbedaannya dengan hukum formal.

Dengan pemahaman ini, kita dapat melihat betapa pentingnya peran hukum pidana materiil dalam menegakkan keadilan dan menjaga keseimbangan dalam sistem hukum suatu negara.

Editor: Ester
TAG :
Baca Juga
LIPUTAN KHUSUS