PARBOABOA, Jakarta - Dunia pendidikan di Indonesia sedang berada di persimpangan jalan. Pasalnya, sejumlah persoalan datang silih berganti.
Persoalan-persoalan tersebut, antara lain minimnya kualitas SDM, bangunan sekolah yang rusak, dan penyerapan dana operasional yang tidak sesuai target.
Laporan PARBOABOA pada Senin (12/08/2024) menyebut, salah satu hambatan besar yang kini dihadapi dunia pendidikan di Indonesia adalah kekurangan tenaga pendidik.
Kondisi tersebut berdampak pada beban kerja guru yang overload. Guru Matematika, misalnya harus mengampu pelajaran lain karena ketiadaan tenaga pendidik.
Idealnya, tulis PARBOABOA, jumlah 33 rombongan belajar (rombel) membutuhkan 4 orang guru. Namun, dalam kenyataannya hanya tersedia 2 tenaga pengajar dengan jumlah rombel yang sama.
Hal ini jelas "bertentangan dengan Permendiknas Nomor 39 Tahun 2009, yang mengatur bahwa beban kerja guru seharusnya minimal 24 jam tatap muka dan maksimal 40 jam per minggu."
Untuk mengatasinya, lanjut PARBOABOA, "sekolah-sekolah terpaksa menggeser kelebihan jam mengajar ke guru-guru lain, meskipun di luar bidang keahlian mereka."
Langkah tersebut diambil untuk memenuhi kebutuhan mendesak, meski mengabaikan regulasi terkait kompetensi guru yang diatur dalam UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.
"Kami akhirnya memberikan solusi dengan meminta guru lain mengajar di bidang studi tersebut, meski bukan keahlian mereka," ungkap Syamsuri, seorang guru di SMP Negeri 2 Bekasi, Rabu (17/07/2024).
Namun, optimalisasi sumber daya guru tanpa memperhatikan kompetensi mereka tentu memiliki dampak negatif.
Kurangnya penyesuaian antara kompetensi guru dengan mata pelajaran yang diajarkan dapat mempengaruhi kualitas pendidikan yang diterima oleh peserta didik.
Data Defisit Guru di Indonesia
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) menyebut, sepanjang tahun 2022, sebanyak 77.124 guru telah memasuki masa pensiun, sehingga mengakibatkan kekurangan tenaga guru sebanyak 1.167.802 orang.
Krisis ini berlanjut pada tahun 2023, dengan 75.195 guru yang juga pensiun, sehingga defisit tenaga pendidik meningkat menjadi 1.242.997 orang.
Situasi tersebut diperkirakan memburuk pada tahun 2024, dengan proyeksi 69.762 guru yang akan pensiun. Dengan kata lain, sekolah akan mengalami kekurangan tenaga guru sebesar 1.312.759 orang.
Sementara, lulusan Pendidikan Profesi Guru (PPG) Prajabatan dari tahun 2006 hingga 2018 hanya mencapai 27.935 orang.
Ditambah dengan lulusan PPG Prajabatan tahun 2019 hingga 2021 yang berjumlah 2.963 orang, totalnya masih jauh dari cukup untuk menggantikan guru-guru yang telah pensiun pada tahun 2022.
Melansir laman Badan Pusat Statistik (BPS), kebutuhan jumlah guru terbanyak terdapat di jenjang Sekolah Dasar (SD), yang mencapai angka 1,61 juta orang.
Sementara, di jenjang Sekolah Menengah Pertama (SMP) tercatat sebanyak 708.675 orang, diikuti jenjang Taman Kanak-Kanak (TK) sebanyak 368.361 orang.
Sedangkan di jenjang Sekolah Menengah Atas (SMA), terdapat 347.977 guru yang aktif mengajar.
Jenjang dengan jumlah guru paling sedikit adalah Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), yang hanya memiliki 337.271 guru pada tahun ajaran 2022/2023.
Meski demikian, perlu dicatat bahwa data ini hanya mencakup guru yang berada di bawah naungan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek).
Data tersebut belum termasuk guru yang mengajar di sekolah-sekolah yang dikelola oleh Kementerian Agama (Kemenag).
Di bawah Kemenag, jumlah guru yang tercatat pada tahun ajaran 2022/2023 adalah 874.685 orang. Angka ini mengalami penurunan sebesar 12,89% dibandingkan dengan tahun sebelumnya, di mana jumlah guru mencapai 1.004.162 orang.
Secara lebih rinci, pada jenjang Raudatul Athfal (RA) terdapat 120.089 guru, di Madrasah Ibtidaiyah (MI) ada 294.380 guru, di Madrasah Tsanawiyah (MTs) tercatat 298.451 guru, dan di Madrasah Aliyah (MA) terdapat 161.765 guru.
Tantangan besar dalam distribusi guru mengharuskan pemerintah untuk terus berupaya mencari solusi guna memastikan pendidikan berkualitas bagi seluruh anak bangsa.
Upaya Pemenuhan Kebutuhan Guru
Dalam upaya mengatasi krisis terkait, Kemendikbudristek telah mengambil berbagai langkah strategis untuk memenuhi kebutuhan tenaga pendidik yang kompeten.
Salah satu cara yang dilakukan adalah melalui peningkatan program PPG Prajabatan dan PPG Dalam Jabatan (Daljab).
Perencanaan peningkatan PPG Prajabatan tahun 2023 dilakukan dengan memperhatikan beberapa pertimbangan penting.
Pertimbangan-pertimbangan tersebut, antara lain, data guru yang akan pensiun pada tahun 2024-2025, distribusi guru honorer di sekolah-sekolah yang mengalami kekurangan tenaga pendidik, serta peserta PPG Prajabatan 2022 gelombang 1 dan 2 yang akan diserap menggunakan kuota pensiun 2023-2024.
Selain itu, Kemendikbudristek juga mempertimbangkan antrian ASN PPPK 2023, rekomendasi bidang studi vokasi dari Direktorat SMK, serta bidang studi yang memiliki antrian ASN PPPK yang melebihi jumlah guru yang pensiun pada tahun 2023.
Direktur PPG, Temu Ismail, dalam acara Advokasi Pemda dengan Tanoto Foundation di Medan, menekankan pentingnya pemetaan kebutuhan guru secara nasional dan perbaikan pola rekrutmen serta pengampunya (LPTK/Lembaga Pendidik Tenaga Kependidikan).
"Langkah ini diharapkan dapat menggambarkan kondisi kebutuhan guru secara nyata dan melahirkan solusi yang efektif, sehingga kita dapat memiliki tenaga pendidik yang kompeten," ujar Ismail, Selasa (23/05/2023).
Kemendikbudristek juga melakukan rekrutmen guru lulusan PPG melalui seleksi ASN PPPK, dengan tujuan memberikan kepastian status bagi guru yang telah lulus PPG.
"Dengan demikian, penugasan setelah mereka menyelesaikan PPG menjadi lebih pasti dan terjamin," tambahnya.
Ismail juga menyoroti pentingnya kesadaran semua pihak terhadap permasalahan tersebut sebagai masalah bersama.
"Pemda memiliki kewajiban untuk bekerja sama dengan pemerintah pusat dan LPTK dalam mengatasi masalah guru ini," tegasnya.
Sebagai langkah ke depan, Kemendikbudristek berencana mengembangkan program percepatan PPG melalui jalur fast track.
Selain itu, Ismail berencana membentuk komunitas di setiap provinsi untuk menjawab tantangan pemenuhan kebutuhan guru dengan melibatkan elemen-elemen pemangku kebijakan di tingkat daerah.
Komunitas ini diharapkan memahami permasalahan spesifik di daerah masing-masing, serta berkontribusi dalam perencanaan rekrutmen dan penugasan guru.
Dengan langkah-langkah strategis, diharapkan krisis kekurangan guru di Indonesia dapat diatasi secara bertahap, dan kebutuhan akan tenaga pendidik yang kompeten dapat terpenuhi sesuai dengan kebutuhan yang ada di lapangan.