PARBOABOA, Jakarta - Kesejahteraan guru terutama guru honorer masih menjadi masalah di dunia pendidikan Tanah Air.
Selain kesejahteraan, status ketenagakerjaan juga menghantui honorer di Indonesia.
Seperti yang dirasakan Maulana Malik Ibrahim, seorang Guru honorer yang mengajar PPKN di SMP Negeri 253 Jakarta.
Ia mengakui, status honorer masih menghantuinya hingga saat ini.
“Naik jenjang akan lebih lama dan sulit. Harus naik KKI (kontrak kerja individu), terdaftar di Dapodik (Data Pokok Pendidikan). Setelah itu yang gaji kita, pemprov. Nah, baru di situ kesejahteraan baru keliatan. Jadinya minimal UMR dan BPJS ketenagakerjaan dan BPJS Kesehatan,” katanya saat dihubungi PARBOABOA, Rabu (04/10/2023).
Maul, begitu ia akrab disapa juga mengakui, guru muda cenderung mendapat penugasan berlebihan dari senior dengan harapan guru muda mendapat pengalaman.
Saat ini, lanjut Maul, ia telah mendapatkan gaji UMR walaupun belum mendapat jaminan ketenagakerjaan dan Kesehatan.
"Apalagi banyak guru yang belum merasakan kesejahteraan," katanya.
Nasib serupa dialami Ramli, guru sejarah di SMA 2 Perguruan Cikini Srengseng.
Menurutnya tingkat kesejahteraan guru jauh dari kesejahteraan karena harus menunggu kontrak selama dua tahun.
Ramli sendiri mengaku hanya mendapat upah sebesar Rp2,5 juta setiap bulannya. Angka tersebut, kata dia, jauh dari pemenuhan kehidupan layak.
“Bukan soal gaji aja, tapi jaminan-jaminan kesehatan itu sebelum pegawai kontrak itu enggak dapat apapun. Kalo soal beban kerja udah jelas beban administrasi juga berbenturan,” jelasnya.
Guru lain di sekolah swasta yang enggan disebutkan namanya mengatakan juga mengeluhkan kesejahteraan. Apalagi di dua tahun pertama, hubungan kerjanya dengan sekolah tempatnya mengajar hanya secara lisan.
"Setelah itu pengangkatan di 2020. Gaji dari Rp2,8 juta ke Rp3,3 juta. Kalo saya, memang susah dan sulit tidak menjamin masa depan. Namun itu yang akhirnya membuat saya berpikir (bahwa) sekolah, guru, pendidikan itu hanya menyumbang. Sisanya gajinya bonus," katanya ditemui PARBOABOA di sekitar Jakarta Selatan, Rabu (04/10/2023).
Guru seni budaya ini menceritakan pekerjaan proyek seni luar sekolah menopang profesionalitas sebagai guru. Ia mengaku sangat resah terhadap keadaan ini. Namun tidak mungkin juga melawan keadaan seperti ini.
“Sedangkan teman saya pun diam. Kalo saya membuat satu hal booming akan merugikan teman saya atas egoism saya. Kalo saya pribadi, ini bukan tentang keputusasaan,” imbuhnya.
Respons Pengamat Pendidikan
Sementara itu, Pengamat Pendidikan Doni Koesoema mengakui kesejahteraan guru masih menjadi masalah utama yang menghantui dunia pendidikan di Indonesia. Terutama di sekolah swasta.
Doni mengingatkan yayasan yang menaungi sekolah swasta bisa mengikuti aturan UMR dari pemerintah, meski ada beberapa sekolah swasta yang memberikan upah lebih tinggi.
“Tapi faktanya di sekolah swasta, guru di bawah UMR. Bahkan ada satu yayasan di Jakarta, UMR dihitung (tahun) 1980 sehingga guru golongan 3A gaji pokoknya Rp1,5 juta hingga Rp1,8 juta. Itu gaji pokok yayasan. Hampir 90 persen guru swasta di bawah UMR,” jelasnya.
Menjelang hari guru sedunia tanggal lima Oktober, Doni menyerukan pemerintah turut memperhatikan kesejahteraan guru, termasuk guru swasta.
"Apalagi, sekolah swasta turut mendukung aksesibilitas pendidikan di masyarakat. Jangan dianaktirikan," ungkap Doni.
Ia juga meminta kualitas tenaga pendidik termasuk di sekolah swasta juga harus dijaga.
"Kesejahteraan guru swasta harus diperhatikan dengan regulasi dan pelan-pelan bersama penyelenggara itu,” pungkas Doni Koesoema.
Editor: Kurniati