18 Tahun Berlalu, Koalisi Desak Jokowi Dukung Penyelidikan Pro Justitia Kasus Munir

Aksi Simbolik KASUM Sebagai Bentuk Protes Lambannya Komnas HAM Menangani Kasus Pembunuhan Munir (Foto: akurat.co)

PARBOABOA, Jakarta - Komite Aksi Solidaritas untuk Munir (KASUM) mendesak Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) melakukan penyelidikan pro justitia dalam kasus pembunuhan aktivis Munir Said Thalib.

Mereka juga berharap agar Presiden Joko Widodo (Jokowi) memberi dukungan penuh terhadap tuntutan mereka. Hal itu dikatakan perwakilan KASUM melalui maklumat demokrasi yang dibacakan di depan Kantor Komnas HAM, Rabu (7/9/2022).

"Selain Komnas HAM, kami juga mendesak Pemerintah khususnya Presiden Joko Widodo dan juga DPR RI agar memberikan dukungan bagi dibukanya kembali kasus Munir melalui penyelidikan pro justitia," katanya.

Mereka mengatakan, kasus pembunuhan Munir bukanlah sebuah kejahatan biasa atau ordinary crimes, melainkan kejahatan pembunuhan berencana atau premeditated murder.

KASUM membeberkan, ada tiga alasan mengapa kasus pembunuhan ini tergolong kejahatan yang luar biasa atau extraordinary crimes, bahkan bisa disebut sebagai pelanggaran berat hak asasi manusia (HAM).

Pertama, Tempat Kejadian Perkara (TKP) merupakan sebuah penerbangan lintas negara skala internasional, yakni penerbangan dari Bandara Cengkareng, Provinsi Banten menuju transit di Bandara Changi, Singapura, serta dari Bandara Changi, Singapura menuju Bandara Schipol Amsterdam, Belanda.

Kedua, Munir dibunuh menggunakan racun arsenik, yakni bahan kimia berbahaya yang tidak mudah diperoleh warga biasa dan dipakai untuk menghilangkan nyawa sesorang dalam suatu penerbangan luar negeri yang seharusnya bebas dari segala barang bawaan yang dapat membahayakan keselamatan manusia.

Ketiga atau yang terakhir, para pelaku pembunuhan Munir yang telah diketahui menurut mereka jelas melibatkan aktor-aktor negara serta korporasi negara, setidaknya dari Badan Intelijen Negara (BNN) serta Maskapai Garuda Indonesia.

Dalam salah satu amar putusan kasus Munir, majelis hakim Pengadilan Negeri menyatakan bahwa kasus Munir merupakan konspirasi pembunuhan yang melibatkan adanya operasi intelijen.

"Dengan Komnas HAM melakukan penyelidikan pro justitia sesuai UU Pengadilan HAM, maka kejahatan yang merupakan serangan sistematik terhadap Munir dan komunitas pembela hak asasi manusia ini sangat layak untuk dibuka kembali sebagai pelanggaran HAM yang berat yang diatur oleh UU Pengadilan HAM," ujarnya.

KASUM menilai dengan dibukanya penyelidikan kasus pro justitia atas kasus Munir sebagai pelanggaran HAM berat oleh Komnas HAM dan penyelesaiannya di Pengadilan HAM, bisa menjadi bukti seberapa jauh Komnas HAM dan Presiden Jokowi betul-betul berkomitmen dalam menuntaskan kasus pembunuhan Munir.

Di lokasi yang sama, Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik menyebut, pihaknya telah memutuskan sejumlah perkembangan dalam upaya penuntasan kasus pembunuhan yang terjadi pada 7 September 2004 silam.

"Kami sudah putuskan, pertama kami sudah memutuskan 7 September sebagai hari perlindungan HAM, yang kedua kami sudah memutuskan untuk membentuk tim ad hoc penyelidikan HAM yang berat," katanya.

Taufan juga mengklaim bahwa dirinya akan menjadi anggota tim tersebut meskipun periode kepemimpinannya hanya tersisa dua bulan ke depan. Ia juga menjelaskan, Komnas HAM selama ini bukan berarti diam, hanya saja pihaknya tidak bisa mengkategorikan sebuah kasus sebagai pelanggaran HAM berat dengan tanpa membentuk tim ad hoc terlebih dahulu.

"Jadi sekarang kita sudah bentuk tim Ad Hoc itu. Ada dua orang dari Komisioner Komnas HAM, saya dan ibu Sandrayati Moniaga? Ditunjuk kemarin dalam paripurna. Kita akan mencari tiga orang dari luar. Mudah-mudahan tiga orang itu yang namanya sudah kami daftar bersedia masuk dalam tim itu dan bersedia bekerja," pungkasnya.

Untuk diketahui, pada 7 September 2022, kasus Munir memasuki kadaluarsa karena melampaui 18 tahun sejak peristiwa terjadi lantaran konstruksi yang dibangun dalam penyidikan kasus Munir adalah pembunuhan biasa.

Ketua Setara Institute, Hendardi mengatakan, jika merujuk pada dokumen Tim pencari Fakta (TPF) Munir yang banyak beredar, kasus Munir bukanlah pembunuhan biasa. Pembunuhan diduga dilakukan oleh aktor negara dan merupakan kejahatan kemanusiaan karena Munir dibunuh di luar atau tanpa proses peradilan (extra judicial killing).

Namun, menurut Hendardi, Komnas HAM lebih memilih jalur aman dengan tidak menangani kasus Munir sebagai salah satu peristiwa pelanggaran HAM. Bahkan, Komnas HAM baru membentuk Tim Ad Hoc untuk penyelidikan kasus ini menjelang tibanya masa kadaluarsa.

“Komnas HAM jelas pilih jalur aman dan berlindung di ujung masa kadaluarsa dan di ujung masa jabatan Komnas HAM periode 2017-2022 yang akan berakhir Desember," ujar Hendardi dalam keterangan persnya, Rabu (7/9/2022).

Editor: -
TAG :
Baca Juga
LIPUTAN KHUSUS