PARBOABOA, Pematangsiantar - Calon presiden Prancis, Marine Le Pen, berjanji bakal melarang penggunaan hijab jika memenangi pemilihan umum (Pemilu) putaran kedua pada 24 April.
Dilansir kantor berita Reuters, Rabu (20/4/2022), Capres berhaluan ekstrem kanan itu menilai penggunaan hijab sebagai "seragam kelompok Islam radikal" dan berencana menjatuhkan denda bagi siapapun yang mengenakannya di tempat umum.
Salah satu sekutu dekat Le Pen, Wali Kota Perpignan, Louis Aliot, menuturkan jika bekas pasangannya itu akan "sedikit demi sedikit" menerapkan aturan melarang penggunaan hijab jika mengalahkan petahana, Presiden Emmanuel Macron, dalam putaran kedua Pemilu nanti.
Mengutip ucapan Le Pen kepadanya, Aliot memaparkan larangan hijab adalah salah satu dari beberapa alat politik untuk melawan "Islamisme" di Prancis.
"Namun, penerapannya perlu dilakukan secara bertahap," kata Aliot dalam sebuah wawancara dengan Radio France Inter pada awal pekan ini.
Menurut Aliot, larangan hijab pertama-tama harus diterapkan di layanan publik sebelum diperluas sedikit demi sedikit.
"Akan ada perdebatan di parlemen dan kemudian keputusan serta pilihan akan dibuat," paparnya menambahkan.
Le Pen, politikus dari partai Rassemblement National (National Rally), juga sebelumnya menilai hijab tidak dapat dilihat sebagai tanda keyakinan seseorang terhadap agama.
Wanita 53 tahun itu menilai penggunaan hijab harus dilarang dari kegiatan publik dan tempat umum di Prancis.
"Orang-orang (yang berhijab) akan dikenakan denda sama seperti tindakan ilegal tidak memakai sabuk pengaman saat berkendara. Menurut saya, kepolisian bisa menegakkan aturan ini," kata Le Pen seperti dikutip TRT World.
Le Pen selama ini dikenal sebagai politikus Prancis yang anti-Muslim dan anti-imigran. Pada 2017, Pemilu juga didominasi persaingan Le Pen dan Macron yang dinilai sebagai perlombaan antara kaum sayap kanan melawan sayap kiri Prancis. Namun, Macron akhirnya keluar sebagai pemenang.
Tahun ini, jajak pendapat terbaru juga masih menunjukkan Macron yang berpeluang lebih besar memenangi Pemilu.
Jajak pendapat Ipsos untuk France Info dan surat kabar Le Parisien yang diterbitkan pada awal pekan ini menunjukkan Macron masih unggul suara dengan 56 persen, naik 0,5 persen dari hari sebelumnya dan 3 persen dari total suara di putaran pertama pemilu.
Akibat suara yang tertinggal, Le Pen pun berupaya memperbaiki citranya dengan tak terlalu menggaungkan sentimen anti-Muslimnya selama kampanye.
Ia bahkan berulang kali menegaskan tak berniat menyerang kelompok tertentu.
"Orang-orang yang ada di wilayah kami, yang menghormati hukum kami, yang menghormati nilai-nilai kami, yang terkadang bekerja di Prancis, tak perlu takut dengan kebijakan yang ingin saya terapkan ini," kata Le Pen kepada radio France Bleue.
Sementara itu, banyak pengacara, advokat, hingga aktivis menentang rencana pelarangan hijab Le Pen ini yang dinilai melanggar konstitusi Prancis.
Prancis memiliki populasi Muslim terbesar di Eropa dengan 9 persen dari total penduduk atau sekitar 5,7 juta jiwa.
Editor: -