PARBOABOA, Jakarta - Aktivis dan pejuang kesehatan tak pernah absen mengingatkan dampak buruk merokok. Selain berbahaya bagi kesehatan, salah satu yang paling disoroti adalah menurunnya produktivias pada manusia.
Di Indonesia, tingginya konsumsi rokok di kalangan usia muda dan pelajar, menjadi ancaman serius untuk mencapai generasi unggul dan produktif di masa depan.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan, adanya peningkatan jumlah perokok di Indonesia, khususnya pada periode 2013 hingga 2019, peningkatan lebih dari 2%, terjadi pada kelompok usia anak dan remaja.
Sementara data BPS tahun 2023, persentase perokok berusia di atas 15 tahun, meningkat menjadi 15,70 % pada 2022.
Ketua Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), dr. Piprim Basarah Yanuarso, memberikan titik terang keterkaitan kecanduan merokok pada generasi muda dengan produktivitas masa depan.
Ia mengatakan, dampak negatif merokok pada mereka berpotensi merusak kesehatan sejak dini, sekaligus berpengaruh terhadap prestasi akademik dan konsentrasi belajar.
"Maka kita bisa bayangkan bagaimana generasi mendatang yang akan terjadi di Indonesia," kata Piprim dalam Konferensi Pers Bersama: Dukungan Pengamanan Zat Adiktif dan RPP Kesehatan oleh Organisasi Kesehatan Indonesia, di Kantor IDAI, Jakarta, Rabu (6/12/2023).
Pimprim juga menyoroti dampak serius kecanduan rokok pada keluarga, khususnya terkait dengan masalah stunting dan risiko perokok pasif.
Ia menyebutkan, stunting, penghambat pertumbuhan anak akibat kurangnya gizi, menjadi semakin serius ketika kepala keluarga kecanduan rokok.
Piprim menyangsikan uang yang seharusnya digunakan untuk membeli kebutuhan gizi anak agar tercegah dari stunting, malah dikorbankan untuk membeli rokok.
"Ya alih alih uangnya untuk membeli lauk pauk hewani yang bisa mencegah stunting, ini kemudian dikorbankan untuk membeli rokok. Jadi saya kira, banyak sekali masalah ya. Belum lagi masalah perokok pasif, ya karena anak yang bapaknya atau bahkan ibunya merokok, tentu saja berpotensi," katanya.
Ketua Umum Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PB PAPDI), dr. Sally Aman Nasution, mengatakan dampak merokok tidak hanya menyerang organ tubuh tertentu saja.
Rokok memiliki dampak sistemik yang merusak endotel di dalam tubuh manusia. Endotel ini, kata Sally melapisi hampir semua sistem organ dalam tubuh, sehingga kerusakan endotel dapat merusak organ-organ vital.
"Seperti gangguan pencernaan, juga dapat disebabkan oleh iritasi yang diakibatkan oleh rokok. Ada juga gangguan pada sistem imunitas dan proses pembekuan darah yang bisa menyebabkan masalah kesehatan yang beragam, termasuk trombosis dan gangguan pada mulut dan mata," pungkasnya.
Ia juga menyoroti, meskipun beberapa penyakit yang terkait dengan rokok mungkin tidak langsung mengakibatkan kematian, dampak jangka panjangnya berpengaruh pada kualitas hidup.
"Kami terus menyuarakan bahaya rokok karena dampak jangka panjangnya mencakup kualitas hidup kita. Generasi emas Indonesia perlu semangat dan kesehatan yang baik, dan itu tidak mungkin tercapai jika kita tidak berjuang melawan bahaya rokok," tambahnya.
Rokok Penyebab Utama Serangan Jantung
Konsumsi rokok merupakan salah satu penyebab utama penyakit jantung di Indonesia. Dr.BRM Ario Soeryo Kuncoro, Wakil Sekjen I Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (PERKI), memaparkan kegagalan fungsi organ vital, khususnya jantung akibat merorok.
Soeryo mengatakan, Kondisi serangan jantung sering ditemukan pada pasien-pasien dengan kebiasaan merokok.
"Data statistik menunjukkan bahwa hampir 70 persen pasien yang datang untuk perawatan serangan jantung memiliki riwayat merokok."
Ia mengatakan, merokok tidak hanya berdampak secara langsung pada organ vital, tetapi juga berhubungan dengan penyakit kronis seperti hipertensi dan diabetes melitus.
Kerusakan pembuluh darah yang kronis, disebabkan oleh zat aktif dalam rokok, dapat menimbulkan kondisi yang saling berkaitan dan sulit diputus.
"Merokok menciptakan suatu lingkaran yang kompleks, di mana kegagalan fungsi organ vital seperti jantung dan kerusakan pembuluh darah menyebabkan penyakit-penyakit kronis yang dapat menimbulkan serangan jantung"
"Ini menjadi semakin sulit diputus karena terjadi paparan jangka panjang, terutama pada generasi muda," tambahnya.
Data statistik yang diperoleh Soeryo pada tahun 2018 menunjukkan peningkatan kasus serangan jantung, khususnya di kota-kota besar seperti Jakarta, pada usia di bawah 40 tahun, bahkan di bawah 35 tahun.
Ia berharap, kondisi ini mendorong perubahan positif dalam kebijakan dan tindakan pencegahan serangan jantung di Indonesia.
"Perlu tindakan nyata dan peningkatan kesadaran masyarakat untuk melawan dampak merugikan merokok, sehingga kita dapat menciptakan lingkungan yang lebih sehat, terutama untuk generasi muda kita," pungkasnya.
Dalam konteks global, ia mencatat, sebagian besar negara di dunia telah melarang merokok karena studi dan penelitian membuktikan efek merugikan rokok.
Meskipun demikian, ia mengakui Indonesia masih menjadi salah satu negara yang belum sepenuhnya melarang merokok.
Kontribusi Pemerintah terhadap Meningkatnya Konsumsi Rokok di Indonesia
Peran pemerintah mencegah konsumsi rokok di Indonesia tak bisa diandalkan. Hal itu diungkapkan oleh dr. Regina Annisa Harahap spesialis paru dari Perhimpunan Dokter Paru (PDI) Indonesia.
Ia mengacu pada fakta bahwa Indonesia masih menjadi salah satu dari sedikit negara yang belum menandatangani Framework Convention on Tobacco Control (FCTC), yang merupakan bentuk dukungan global untuk pengendalian rokok.
Penolakan terhadap upaya pencegahan rokok, menurut Annisa justru berasal dari instansi pemerintah, yang dibekingi oleh industri-industri rokok.
"Banyak penolakan yang saya dengar, penolakan tersebut malah justru hadir dari instansi pemerintah. Yang sedihnya mungkin diprakarsai oleh industri rokok. Kita mengerti bahwa all about bisnis mungkin," katanya.
Di sisi lain, ia melihat, longgarnya aturan pencegahan merokok di kalangan remaja dan anak sekolah. Menurutnya, pencegahan merokok seharusnya difokuskan ke mereka karena tergolong kelompok rentan.
"Saat ini, kami dari Dokter Paru Indonesia telah aktif dalam memberikan konseling dan dukungan kepada perokok untuk berhenti merokok. Namun, tantangan terbesar kami adalah akses yang mudah anak-anak untuk mendapatkan rokok tanpa pembatasan harga atau seleksi pembelian," ungkapnya.
Karena itu, ia mengajak semua pihak untuk bersama-sama memperkuat perjuangan melawan dampak merokok, termasuk mendukung pengesahan FCTC untuk menciptakan lingkungan yang lebih sehat dan bebas rokok di Indonesia.
Editor: Rian