MK Tolak Uji Materi UU PWP3K, Kemenangan Warga Wilayah Pesisir?

Ilustrasi warga pesisir korban limbah tambang. (Foto: PARBOABOA/Rian)

PARBOABOA, Jakarta - Permohonan gugatan uji materil UU Nomor 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan pulau-pulau kecil (PWP3K) untuk aktivitas pertambangan oleh PT Gema Kreasi Perdana (GKP) ditolak oleh Mahkamah Konstitusi (MK).

Dalam putusan yang dibacakan Kamis (21/3/2024), MK menyatakan dalil permohonan PT GKP tidak dapat dipertimbangkan lebih lanjut karena tidak ada relevansinya dengan ketentuan Pasal 23 Ayat 2 dan Pasal 35 huruf K UU PWP3K.

Sebelumnya, pemohon meminta frasa 'apabila' dalam pasal 23 dan 35 UU PWP3K agar ditafsirkan tidak bertentangan dengan pertambangan di pulau kecil.

Namun, undang-undang Nomor 27 Tahun 2007 sebagaimana telah diganti menjadi UU Nomor 1 Tahun 2014, telah menegaskan larangan aktivitas pertambangan di pulau yang dikategorikan sebagai pulau kecil, yaitu pulau yang memiliki luas lebih kecil atau sama dengan 2.000 km2.

Tim Advokasi Penyelamatan Pulau-Pulau Kecil (TAPaK) mengapresiasi dan menyambut baik keputusan tersebut. 

Advokat dari TAPaK, Muhammad Jamil mengatakan putusan a quo sudah tepat karena mendasarkan pada nilai-nilai dan semangat perlindungan dan penyelamatan seluruh kehidupan di wilayah pesisir dan pulau kecil.

Hal itu, kata dia menunjukkan pulau-pulau kecil, termasuk wilayah pesisir Pulau Wawonii, Sulawesi Tenggara tempat PT GKP beroperasi bukan untuk tambang.

Sehingga putusan MK di atas kata Jamil, merupakan, "kemenangan rakyat secara umum, khususnya rakyat pesisir dan pulau kecil, kata dia dalam rilis yang diterima Parboaboa, Jumat (22/3/2024).

Jamil menambahkan, ke depan, ini mesti menjadi momentum untuk mengevaluasi dan meninjau kembali seluruh proyek pertambangan di pulau-pulau kecil.

Melansir laman resmi MK RI, pemohon sebelumnya juga menilai, Pasal 23 ayat (2) Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) dan Pasal 28I ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945.

Karenanya, mereka menilai aturan tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang dimaknai sebagai larangan terhadap kegiatan lain selain yang diprioritaskan, termasuk larangan kegiatan pertambangan, berikut sarana dan prasarananya.

Apalagi, mereka mengklaim telah memiliki ijin yang sah dan diterbitkan oleh instansi yang berwenang untuk melakukan penambangan nikel di wilayah tersebut.

Namun, kuasa hukum lain dari TAPaK, Arko Tarigan menerangkan, dalil pemohon dengan menggunakan batu uji pasal 28D dan 28I UUD 1945 justru tidak memiliki relevansi serta tidak berlandaskan hukum.

Dengan dalih sebagai pihak yang merasa hak asasinya diambil, PT GKP kata dia, justru menunjukkan dirinya sebagai pihak yang melakukan diskriminasi terhadap warga Pulau Wawonii.

"Dengan merenggut hak atas air dan hak atas hidupnya," ujarnya.
  
Menurut Arko, justru kalau MK mengabulkan permohonan PT GKP, bencana ekologis maupun konflik sosial akan semakin masif, mengancam seluruh ekosistem wilayah pesisir serta pulau-pulau kecil di Indonesia. 

Dengan kata lain, "akan terjadi ledakan kebangkrutan sosial-ekologis di Indonesia."

Untuk diketahui, saat ini tercatat ada 218 izin usaha pertambangan dengan luas konsesi yang mencapai lebih dari 274.00 hektare di 34 pulau-pulau kecil di Indonesia. 

Pulau Wawonii di Sulawesi Tenggara, tempat perusahaan tambang nikel PT GKP beroperasi hanya memiliki luas sebesar 715km².

TAPak mengatakan, artinya pulau tersebut tergolong sebagai pulau kecil menurut UU PWP3K sehingga PT GKP tidak punya legitimasi melakukan pertambangan nikel di wilayah tersebut. 

Permohonan uji materiil yang diajukan PT GKP dinilai oleh TAPaK sebagai upaya perusahaan untuk melegalkan aktivitas tambang di Pulau Wawonii, walaupun secara hukum pertambangan dilarang atau ilegal di pulau-pulau kecil.

Dalam temuan TAPaK, aktivitas pertambangan tersebut mencemari sumber air yang digunakan warga untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. 

Air di daerah tersebut berwarna coklat, bercampur dengan lumpur akibat limbah pertambangan nikel.

TAPaK adalah tim advokasi penyelamat pulau-pulau kecil yang terdiri organisasi masyarakat sipil seperti, JATAM, KIARA, WALHI, Trend Asia, YLBHI dan Warga Pulau Wawonii. 

Editor: Gregorius Agung
TAG :
Baca Juga
LIPUTAN KHUSUS