PARBOABOA, Jakarta - Kualitas udara di DKI Jakarta yang masih berada di kategori tidak sehat, memberikan dampak signifikan bagi kesehatan.
Berdasarkan data situs pemantau kualitas udara IQAir, pada Selasa (29/8/2023) pukul 08.00 WIB, Jakarta mencatatkan konsentrasi polutan particulate matter 2.5 (PM2,5) sebesar 85,2 mikrogram per meter kubik (μg/m³).
Salah satu efek polusi udara yang semakin memburuk saat ini adalah meningkatnya kasus infeski saluran pernapasan akut (ISPA) di wilayah DKI Jakarta.
Dalam keterangannya, Penjabat Gubernur DKI Jakarta, Heru Budi Hartono menyebut, kasus ISPA naik menyentuh angka 31%, dan banyak dialami oleh anak-anak di bawah lima tahun (balita).
"Iya ada kenaikan. Data dari Pak Menteri Kesehatan benar bahwa ISPA ada kenaikan sedikit, 24 sampai 31 persen, khususnya balita," kata Heru Budi di Balai Kota DKI, Selasa (29/8/2023).
Kendatipun demikian, Heru menyebut kasus ISPA di Ibu Kota tergolong ringan dan masih bisa diatasi oleh puskesmas setempat.
Sebelumnya, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI mencatat, peningkatan kasus ISPA di DKI Jakarta meningkat seiring kondisi polusi udara yang buruk di kawasan tersebut.
Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kemenkes RI Maxi Rein Rondonuwu mengatakan, kasus ISPA di Jabodetabek rata-rata mencapai 200 per bulan.
"Data kami dari surveilans penyakit menunjukkan adanya peningkatan kasus ISPA yang dilaporkan di puskesmas maupun rumah sakit di Jabodetabek," ucap Maxi dalam konferensi pers Kemenkes RI, Senin (28/8/2023).
Pada kesempatan yang sama, Ketua Komite Respirologi dan Dampak Polusi Udara bagi Kesehatan, Agus Dwi Susanto mengatakan, kasus ISPA di wilayah Jabodetabek mengalami kenaikan pada periode Januari-Juli 2023.
Menurut Agus, dalam dua tahun terakhir terjadi peningkatan kasus pernyakit pernafasan pada periode yang sama.
"[Menurut data], terlihat sekali memang periode Januari sampai Juli ini kasusnya lebih tinggi dibanding periode yang sama tahun lalu. Tahun ini ketika polutan tinggi kasusnya meningkat," kata Agus.
Bedasarkan data Dinas Kesehatan (Dinkes) DKI Jakarta, pada periode Januari hingga Juni 2023, kasus ISPA di DKI Jakarta mengalami kenaikan sebanyak 638.291 kasus.
Data tersebut dihimpun berdasarkan rata-rata kasus ISPA yang ditemukan di rumah sakit dan puskesmas di Jakarta.
Berdasarkan trennya, kasus ISPA tertinggi sebanyak 119.734 kasus yang terjadi pada Maret 2023. Tren kasus sempat menurun pada periode April-Mei, tetapi kembali naik pada Juni 2023 sebesar 102.475 kasus.
Rentan di Negara Berkembang
Mengutip jurnal farmasi.unmul.ac.id, ISPA merupakan infeksi akut pada organ saluran pernapasan atas dan bawah. Infeksi ini disebabkan oleh virus, jamur, dan bakteri yang diawali dengan demam dan satu atau lebih gejala seperti sakit tenggorokan, kesulitan menelan, flu, dan batuk basah atau kering.
Dalam catatan World Health Organization (WHO), penyakit ISPA menjadi salah satu penyumbang terbesar, hampir 20%, seluruh kematian anak usia kurang dari lima tahun di seluruh dunia.
Pada tahun 2020, WHO mencatat, terdapat 1.988 kasus ISPA dengan prevalensi 42,91% yang menyasar anak-anak usia balita. WHO juga memperkirakan kasus ISPA di negara berkembang dengan angka kematian balita di atas 40 per 1000 kelahiran hidup adalah 15%-20% per tahun pada golongan usia balita.
Menurut WHO, 13 juta anak balita di dunia meninggal setiap tahun dan sebagian besar kematian tersebut terdapat di negara berkembang, dimana pneumonia merupakan salah satu penyebab utama kematian.
Sebagai salah satu negara berkembang, kasus kematian bayi dan balita akibat terpapar ISPA di Indonesia masih tergolong tinggi.
Mengutip Jurnal of Midwifery Sciences, kasus ISPA di Indonesia masih tergolong tinggi terutama pada Balita, dengan angka kesakitan (morbiditas) mencapai 3% dan angka kematian (mortalitas) mencapai 15,15%.
ISPA merupakan penyakit infeksi yang apabila di biarkan jika tidak dapat pengobatan yang memadai dapat berlanjut menjadi Pneumonia.
Pneumonia sering terjadi pada Balita terutama apabila terdapat kurang gizi dan dikombinasikan dengan keadaan lingkungan yang tidak hygiene.