PARBOABOA, Jakarta - Pendiri Institute for Development of Economics (INDEF) Didik J. Rachbini mengenang mendiang Rizal Ramli. Ia menilai almarhum merupakan sosok yang aktif dalam arus gerakan demi pembangunan Indonesia.
Seperti diketahui bahwa Tanah Air kehilangan sosok ekonom senior yang kritis, yakni Rizal Ramli. Ia dikabarkan memberikan nafas terakhirnya pada pukul 19.30 WIB, Selasa (2/1/2024) di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), Jakarta Pusat.
Pria asal Sumatera Barat itu dikenang baik oleh para sahabat karibnya, salah satu yaitu dari Didik J Rachbini. Dalam keterangan tertulisnya kepada PARBOABOA, Didik mengungkapkan, bahwa Rizal tidak pernah berhenti berpikir untuk perekonomian Indonesia yang lebih baik.
Ia teringat pada suatu pagi ketika Rizal masih menjabat Menteri Koordinator Perekonomian (2000-2001) yang menelponnya langsung demi sekedar memberi apresiasi terhadap muatan tulisan Didik di suatu media cetak tentang utang Luar Negeri.
“Dulu jaman Orde Baru, kita tergantung kepada Utang Luar negeri sehingga ada sisi kurang berdaulat dan ada nuansa didekte dalam kebijakan ekonomi,” papar Didik, Rabu (3/1/2024).
Didik sendiri mengaku sudah tidak ingat keseluruhan ide dari tulisannya itu, karena ia juga menulis artikel untuk hari-hari selanjutnya di sejumlah media massa lainnya.
Setelah pembicaraan utang dan macam-macam selesai, Didik berpikir, jika respon Menko Rizal baik, maka dirinya perlu membaca dan melanjutkan ide-ide tulisannya sendiri.
“Saya membaca kembali tulisan tersebut dan saya pikir muatannya cukup mendalam dan kritis,” sambung Rektor Universitas Paramadina itu.
Dari percakapan yang bersifat pribadi dan persahabatan intelektual tersebut, Didik bahkan sampai membuat buku yang berjudul Ekonomi Politik Utang.
Gejolak Hati Rizal Ramli
Didik mengenang, bahwa pengalaman dan komunikasinya dengan Rizal kental dengan sifat akademik, intelektual sampai yang bersifat pribadi. Di sisi lain, ia juga mendalami sosok Rizal.
“Saya memahami gejolak di dalam dirinya untuk terus mengobarkan tidak hanya hal akademik dan penelitian, tetapi juga gerakan-gerakan yang terus menonjol dalam aktivitasnya sehari-hari,” tuturnya.
Apalagi kata dia, ketika pada pertengahan tahun 1990-an, Rizal Ramli mendirikan lembaga Think Tank ECONIT Advisory Group yang terkenal. Begitupun dengan Didik dan sejumlah rekan lainnya yang membangun lembaga INDEF.
“Didirikan secara bersamaan pada masa Orde Baru masih sangat kuat dan monopoli kebenaran hanya ada di kelompok ekonom pemerintah,” ujarnya.
Lawan Anti Demokrasi
Rizal yang sejak muda tumbuh dalam ranah gerakan intelektual, hingga menjelang kematian kerap menonjol dalam gerakan oposisi. Tidak lain, untuk melakukan praktik melawan anti demokrasi di dalam kekuasaan.
Bagi Didik, sepanjang hayatnya tidak pernah berhenti menjaga demokrasi dengan caranya dan terus mengukur demokrasi dirasa remuk redam seperti saat ini.
“Check and balances di dalam demokrasi formal parlemen mati, Rizal Ramli tampil ke depan sehingga marwah demokrasi yang jatuh masih terlihat ada dinamika,” paparnya.
Sebagai tokoh, Rizal memilih berada di luar dengan kapasitasnya sebagai ekonom, intelektual. Didik menilai, ia tidak asal berbicara, melainkan dengan data dan fakta ekonomi politik.
Rizal juga kata dia, merasa tidak memerlukan baju partai karena dianggap tidak mampu untuk menjaga apalagi mendorong demokrasi.
“Jadi banyak orang yang tetap melihat sosok Rizal adalah tokoh yang berpengaruh dalam menjaga demokrasi,” paparnya.
Didik menyebut bahwa Rizal selalu hanyut di dalam arus gerakan, sehingga menjadikan rumahnya markas diskusi dan sekaligus gerakan.
Hal itu juga menjadikannya sebagai pemilik kontrol terhadap demokrasi. Karena tidak akan masuk ke sistem alam dan tidak tetap menempatkan dirinya di luar.
Maka gerakannya terus-menerus dan selamanya menjadi opposisi kritis, bahkan sangat kritis, tandasnya.
Editor: Aprilia Rahapit