PARBOABOA, Jakarta - Tim kampanye pasangan capres Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (Amin), akan menggelar safari Natal menyongsong perayaan suka cita kelahiran Yesus Kristus 25 Desember 2023 mendatang.
Kapten Timnas Amin, M Syaugi mengatakan, safari Natal yang dikhususkan bagi umat kristen dan katolik ini menandakan hubungan baik yang terjalin antara pasangan capres nomor urut 1 dengan agama apa pun di Indonesia.
Apalagi, menjelang pemilu 2024, demikian Syaugi menjelaskan, narasi persatuan dan kerukunan harus dikencangkan untuk menghindari politisai agama yang bisa membahayakan persatuan Indonesia.
Pakar Politik Prof. TB.Massa Djafar, membaca pesan yang sama dari safari Natal pasangan Amin. Menurutnya, penghormatan terhadap perayaan Natal bukanlah hal baru di Indonesia dan telah menjadi bagian dari kearifan lokal di beberapa daerah.
Apa yang dilakukan oleh pasangan Amin, kata Djafar, mencerminkan sikap positif terhadap kerukunan antarumat beragama di Indonesia yang selama ini selalu distigmatisasi dan didramatisir.
"Jadi tudingan intoleransi kepada Anies Baswedan selama ini mengandung stigma dan provokasi yang merusak toleransi dan persatuan bangsa. Gus Imin juga seorang politisi yang mewarisi pemikiran Gusdur tentang pluralisme. Yang menguatkan nilai-nilai toleransi," kata Djafar dalam keterangan tertulis yang diterima PARBOABOA, Selasa (4/12/2023).
Isu politasasi agama lekat dengan Anies Baswedan sebenarnya tidak terlepas dari kontestasi Pilkada DKI 2017. Saat itu, banyak pihak menilai, Anies menang di putaran kedua Pilkada karena politisasi agama.
Survei Populi Center setelah Pilkada DKI Jakarta putaran pertama, misalnya, menunjukkan isu SARA yang digunakan dalam Pilkada Jakarta antara lain, munculnya himbauan untuk tidak memilih calon muslim dan masalah tidak mensalatkan jenazah.
Namun, Djafar menyoroti, isu intoleransi yang sering diarahkan kepada Anies Baswedan tidak memiliki dasar yang kuat.
"Kita perlu merenung, mengapa pembicaraan tentang toleransi sering kali hanya terfokus pada umat Islam. Visi misi AMIN yang mencakup semangat kebangsaan dan keadilan sosial adalah langkah positif untuk menjembatani kesenjangan ini," ungkapnya.
"Kenapa juga bicara soal toleransi hanya ditujukan pada umat Islam. Lalu, bagaimana toleransi kehidupan ekonomi, umat Islam sebagai mayoritas, tapi minoritas secara ekonomi," tambahnya.
Karena itu, Djafar melihat visi misi Amin membawa semangat kebangsaan yang sangat kental dan berkomitmen terhadap nilai-nilai toleransi yang menyeluruh.
"Safari Natal ini tidak hanya berkaitan dengan kerukunan beragama, tetapi juga mencerminkan tekad untuk membuka ruang dan peluang yang sama bagi semua warga Indonesia, sesuai dengan prinsip-prinsip konstitusi NKRI," katanya.
Pengamat Politik Yohanes Jimmy Nami, mengatakan safari Natal yang dilakukan oleh pasangan Amin menjadi momentum penting untuk menunjukkan bahwa kemajemukan bangsa adalah kekayaan yang harus dijaga dan dilestarikan.
"Jika pasangan Amin melihat keberagaman sebagai modal sosial bangsa Indonesia, bagi saya safari Natal yg dilakukan bisa menjadi momentum penting, bahwa kemajemukan bangsa adalah kekayaannya, itu menjadi realitas sosial kita yg harus kita jaga dan lestarikan," kata Jimmy kepada PARBOABOA.
Menurutnya, sistem politik Indonesia yang dilandasi oleh spiritualitas Pancasila, harus dapat dipraktikkan dalam agenda-agenda praktis yang mengikat semua lapisan masyarakat tanpa memandang perbedaan apapun.
"Apa yg dilakukan pasangan Amin dalam agenda safari Natal mudah-mudahan semakin memperkuat semangat kebangsaan ditengah hingar bingar dinamika politik menuju pemilu 2024," kata Jimmy.
Politisasi Agama DNA Anies
Dalam keterangan terpisah, Pengamat Politik Universitas Nusa Cendana (Undana), Kupang Yefta Yerianto Sabaat, membaca safari Natal pasangan Amin dari perspektif yang berbeda.
Yefta mengatakan, safari Natal merupakan bagian dari strategi politik yang lumrah di dalam proses politik elektoral.
Namun, ia menilai, safari Natal pasangan Amin menjadi alat untuk membelokkan persepsi masyarakat terhadap isu intoleransi yang melekat pada Anies Baswedan.
"Saya kira bukti nyata politisasi agama memang sudah seperti DNA Anies dalam peralatan politiknya," kata Yefta kepada PARBOABOA, Senin (5/12/2023).
Yefta juga menyoroti perbandingan antara Gus Imin dengan Gusdur. Ia mengatakan, Gus Imin tidak bisa disamakan dengan Gusdur, mengingat perjalanan karir politik Ketua Umum PKB itu yang kontras dengan nilai pluralis yang dianut oleh Gus Dur.
"Kalau Gus Imin tidak bisa disamakan dengan Gusdur, karena jalan karir politik Gus Imin yang mengkudeta Gusdur dari Ketua Umum PKB justru berbanding terbalik dengan nilai pluralis Gusdur," kata Yefta.
Editor: Rian