PARBOABOA, Jakarta - Warga Dago Elos di Bandung, Jawa Barat tengah harap-harap cemas menanti tindak lanjut penyelesaian sengketa tanah mereka yang diduga ada permainan mafia tanah.
Apalagi sebelumnya, berbagai cara telah dilakukan warga Dago Elos untuk mempertahankan hak mereka atas tanah yang sengketanya dimulai sejak 2016 lalu.
Warga bahkan menggelar aksi demonstrasi untuk melaporkan adanya dugaan mafia tanah di Kementerian ATR/BPN pada 10 hingga 12 Oktober lalu.
Warga juga membuat laporan ke Kompolnas dan Komnas HAM untuk mendorong penyelesaian kasus kekerasan polisi di kasus sengketa tanah mereka dengan PT Dago Inti Graha dan keluarga Muller pada 14 Agustus lalu.
Ketua Forum Dago Melawan, Angga kepada PARBOABOA mengatakan Kementerian ATR/BPN telah menggelar rapat koordinasi pada 13 Oktober lalu.
“ATR BPN Jumat lalu, sudah ada Dirjen beserta para stafsus menteri turun ke Bandung Jumat pagi. Mereka sedang melakukan rapat tentang Dago di Kanwil ATR/BPN Jabar dan Polda Jabar,” katanya.
Angga menjelaskan, sengketa tanah di Dago Elos terjadi sejak November 2016. Warga sempat kalah dari PT Dago Inti Graha dan keluarga Muller pada Peninjauan Kembali (PK) Putusan di 2022.
“Untuk PK kedua, kita masih berupaya melanjutkan karena banyak beberapa prasyarat yang kita coba tempuh. Ada ketentuan khusus untuk masuk peninjauan kembali, sedang kita coba,” ungkapnya.
Saat ini, lanjut Angga, warga masih berupaya bertahan di lingkungan masing-masing.
Angga juga menyebut belum ada upaya eksekusi atau penggusuran oleh PT Dago Inti Graha dan keluarga Muller.
"Hanya terror dan upaya halus untuk memecah belah warga," imbuhnya.
Sementara itu, Tim Advokasi Dago Elos Heri Pramono menjelaskan sengketa tanah Dago Elos bermula pada tahun 2016 ketika warga tiba-tiba mendapat surat gugatan dari trio Muller.
Trio Muller terdiri dari Heri Hermawan Muller, Dodi Rustendi Muller dan Pipin Supendi Muller. Ketiganya mengeklaim lahan yang ditinggali 300 lebih warga itu milik keluarga mereka.
Trio Muller menggunakan eigendom verponding atau produk hukum agraria terkait hak kepemilikan tanah saat Pemerintah Hindia Belanda untuk mengeklaim tanah mereka.
“Padahal warga tidak tahu siapa dia, tetapi Trio Muller menggugat warga atas tanah. Dampaknya warga akan kehilangan ruang hidup,” katanya, Rabu (11/10/2023).
Heri menyebut tim advokasi telah melakukan upaya hukum hingga menang dalam putusan Mahkamah Agung.
Namun, lanjut dia, pihak penggugat menang dalam peninjauan kembali (PK).
“Paska kemenangan di MA yang kasasi, warga melakukan permohonan sertifikat ke BPN, tapi didiemin. Enggak ada tindakan sehingga muncul upaya hukum dari pihak penggugat,” jelas Heri.
Tidak hanya itu, Tim Advokasi Dago Elos juga telah melaporkan pihak penggugat atas dugaan penipuan dan dokumen palsu.
Heri menyebut laporan mereka ditolak Kepolisian setempat yang berujung kekecewaan warga.
Fakta itu juga yang disampaikan Heri saat aksi di Kementerian ATR/BPN, 10 hingga 12 Oktober lalu.
Bahkan, lanjutnya, Kementerian ATR/BPN menyatakan telah mengantongi beberapa fakta di lapangan.
“ATR/BPN memfokuskan ini sebagai rencana dari satgas mafia tanah. Akan tetapi ini yang perlu kita kawal karena masih ada proses ATR/BPN,” pungkas Heri.
Sementara itu, kuasa Hukum PT Dago Inti Graha dan keluarga Muller, Alvin Wijaya Kesuma menegaskan gugatan gugatan mereka telah dikabulkan dan merupakan kekuatan hukum tetap.
“Berdasarkan putusan peninjauan kembali yang pada pokoknya mengabulkan gugatan dari klien kami sebagai pemohon PK dalam perkara 109/PK//Pdt/2022,” ucapnya melalui pesan singkat kepada PARBOABOA.
Sedangkan terkait pemeriksaan polisi, Alvin berharap berbagai pihak menunggu hasil Analisa hukum dan kebenaran materi.
Ia juga meminta untuk menghormati proses hukum yang sedang berjalan.
“Bahwa saat ini sedang dilakukan pemeriksaan oleh Kepolisian terkait tindakan hukum yang dituduhkan ke klien kami. Berdasarkan hal tersebut, kami mengharapkan para pihak baik secara umum maupun secara khusus untuk tidak melakukan justifikasi sebelum analisa hukum dan kebenaran materiil dibuktikan melalui putusan pengadilan,” imbuh Alvin.
Editor: Kurniati