PARBOABOA, Jakarta - Penerbitan Surat Presiden (Surpres) untuk Rancangan Undang-Undangan Kepolisian (RUU Polri) dari Presiden Joko Widodo (Jokowi) meresahkan berbagai kalangan.
Surpres merupakan surat yang dikirim presiden ke lembaga di luar pemerintahan. Biasanya surpres dikirim ke DPR.
Isinya, bisa berupa pemberitahuan terkait penyerahan draf produk hukum inisiatif pemerintah, atau pencalonan pejabat tertentu di bawah pemerintahan.
Adapun Surpres yang disampaikan Jokowi ini terkait 4 revisi produk Undang-Undang, yaitu RUU Kepolisian/Polri, RUU TNI, RUU Kementerian Negara dan RUU Keimigrasian.
RUU ini sebelumnya menjadi usulan RUU inisiatif DPR yang disahkan saat Rapat Paripurna pada Selasa, 28 Mei 2024 lalu.
Sejumlah pihak, salah satunya Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Kepolisian menilai Surpres tersebut menjadi wujud penelantaran Jokowi terhadap kritik publik yang menyoroti proses legislasi RUU Kepolisian.
Mereka beranggapan, selama ini proses legislasi RUU Kepolisian sembunyi-sembunyi dan bermasalah.
Tidak hanya itu, penerbitan Surpres RUU Polri seakan menunjukkan arogansi Presiden Joko Widodo dalam penyusunan regulasi.
Menurut koalisi, Presiden Jokowi lagi-lagi mengabaikan prinsip kedaulatan rakyat dan konstitusi dalam penyusunan undang-undang.
Lewat Surpres ini, Presiden dianggap tidak memberikan ruang partisipasi bermakna kepada publik.
Apalagi proses legislasi RUU Kepolisian yang jelas-jelas melanggar aturan main demokrasi dan konstitusi, justru disambut mesra Presiden dengan dukungan surat presiden (Surpres).
Selain itu, proses pembahasan RUU Polri di DPR juga hanya akan mengukuhkan praktik legislasi otoriter.
Termasuk melegitimasi kepentingan politik pemerintahan jokowi memperkuat kekuasaan dan kendali terhadap ruang publik masyarakat.
Artinya, RUU ini jelas bukan untuk melindungi rakyat tapi hanya dibuat untuk melindungi kepentingan kekuasaan.
DPR Benarkan Terima Empat Surpres
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) membenarkan mereka menerima Surat Presiden untuk 4 RUU.
Menurut Wakil Ketua DPR, Sufmi Dasco Ahmad, Surpres untuk 4 RUU sudah diterima lembaganya, namun mereka belum menerima daftar inventarisir masalah (DIM) dari 4 RUU tersebut.
Politisi Partai Gerindra ini menyebut DPR akan melanjutkan pembahasan keempat RUU ini setelah masa reses.
Ia juga tidak menampik ada kritik yang disampaikan publik terhadap 4 RUU ini.
"Jadi masih menunggu DIM dari pemerintah. Tentunya pembahasan nanti di waktu depan," kata Sufmi Dasco.
Berbagai masalah di Kepolisian
Dikeluarkannya Surpres dari Presiden Jokowi tentang RUU Polri menunjukkan insensitivitas (tidak adanya sensitivitas) atas masalah dan kultur Kepolisian yang mengemuka berlangsung belakangan ini.
Koalisi masyarakat mengatakan, tindakan kesewenang-wenangan dan penyalahgunaan kekuasaan Polri masih kerap terjadi di masyarakat.
Seperti, kasus kematian seorang anak berusia 13 tahun bernama Afif Maulana yang diduga menjadi korban penyiksaan polisi di Padang.
Polisi juga cenderung menutup-nutupi kasus tersebut dengan mengaburkan fakta dengan menyembunyikan rekaman CCTV.
Polisi bahkan memburu orang yang membuat viral kasus ini, alih-alih memproses serius kasus penyiksaan tersebut.
Masalah lainnya di tubuh Kepolisian yaitu soal rekayasa kasus seperti yang terlihat di kasus Pegi Setiawan yang dituduh menjadi dalang pembunuhan kasus Vina di Cirebon.
Di kasus tersebut Pegi kemudian mengajukan praperadilan dan akhirnya ia dinyatakan bebas dan tidak bersalah.
Kondisi tersebut menunjukkan polisi bertindak sembrono sehingga melakukan salah tangkap. Apalagi kasus Vina Cirebon ini sudah berlangsung selama 8 tahun.
Tidak hanya kasus-kasu tadi, deretan riwayat hitam kepolisian lainnya juga terlihat di tragedi pembunuhan Brigadir Joshua atau yang kerap dikenal sebagai Kasus Sambo dan keterlibatan Irjen Teddy dalam perdagangan gelap narkotika.
Kemudian skandal konsorsium 303, kematian massal ratusan warga di tragedi Kanjuruhan, tragedi di Rempang, Batam, hingga brutalitas kepolisian sepanjang aksi penolakan Omnibus Law UU Cipta Kerja.
Editor: Kurniati