PARBOABOA, Medan - Pengamat ekonomi mengaku bingung terhadap pencapaian angka kemiskinan di Provinsi Sumatra Utara yang turun di tengah melambatnya pertumbuhan ekonomi.
Saat ini laju pertumbuhan ekonomi Sumut kuartal pertama mengalami perlambatan sebesar 4,87 persen year on year (YoY), dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi di kuartal keempat 2022 sebesar 5,26 persen year on year (YoY).
"Turunnya angka kemiskinan di Sumut merupakan tanda tanya besar. Pasalnya, bagaimana mungkin saat secara keseluruhan pertumbuhan ekonomi Sumut melambat, tingkat kemiskinannya juga mengalami penurunan. Artinya situasi ekonomi masih dalam tekanan," kata Pengamat Ekonomi Sumut, Gunawan Benjamin kepada PARBOABOA.
Bahkan di periode Januari hingga Mei 2023, Sumut mengalami penurunan ekspor. Penurunan ekspor tersebut, lanjut Gunawan, terbilang cukup tinggi, atau sekitar 19,03 persen. Selain ekspor, impor Sumut juga turun sekitar 12,24 persen. Di Sumut sendiri sejumlah perusahaan orientasi ekspor juga melakukan efisiensi dengan mengurangi tenaga kerja.
"Kunci pengendalian inflasi dan penciptaan lapangan kerja tetap menjadi pilar utama agar masyarakat tidak masuk dalam jurang kemiskinan," katanya.
Gunawan juga mengungkapkan terjadi penurunan terhadap konsumsi masyarakat dengan ekonomi menengah ke bawah, terutama untuk barang sandang dan perabotan.
"Saya menilai kita tengah berhadapan dengan penurunan pendapatan maupun pengeluaran dari masyarakat menengah ke bawah. Ditambah dengan situasi ekonomi tengah tidak menentu dimana ketidakpastian ekonomi global saat ini justru mengarah kepada kemungkinan kinerja ekonomi yang lebih buruk," pungkasnya.
Data badan pusat statistik (BPS) menyebut, angka kemiskinan di Sumatra Utara mengalami penurunan sebesar 0,18 poin dari 8,33 persen di September 2022 menjadi 8,15 persen di Maret 2023.
Angka kemiskinan ini setara dengan 1,24 juta jiwa pada Maret 2023, atau berkurang sekitar 22,4 ribu jiwa dalam satu semester terakhir.
Persentase penduduk miskin pada Maret 2023 di daerah perkotaan sebesar 8,23 persen dan di daerah pedesaan sebesar 8,03 persen, di daerah perkotaan mengalami penurunan sebesar 0,40 poin dan sementara di pedesaan justru naik sebesar 0,07 poin jika dibandingkan September 2022.
Garis Kemiskinan pada Maret 2023 tercatat sebesar Rp602.999 per kapita per bulan, dengan komposisi garis kemiskinan makanan sebesar Rp458.706 atau 76,07 persen dan garis kemiskinan bukan makanan sebesar Rp144.293 atau sekitar 23,93 persen.
Pada periode September 2022 hingga Maret 2023, baik Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) maupun Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) juga mengalami penurunan. P1 turun dari 1,411 pada September 2022 menjadi 1,261 pada Maret 2023, sementara P2 turun dari 0,339 menjadi 0,324.
Turunnya Indeks Kedalaman Kemiskinan ini mengindikasikan adanya kecenderungan peningkatan rata-rata pengeluaran konsumsi penduduk miskin yang mampu mengikuti peningkatan garis kemiskinan, atau dengan kata lain kesenjangan pengeluaran penduduk miskin terhadap garis kemiskinan semakin berkurang.
Selanjutnya Indeks Keparahan Kemiskinan yang memberikan gambaran mengenai penyebaran pengeluaran konsumsi diantara penduduk miskin - turunnya indeks ini mengindikasikan berkurangnya ketimpangan pengeluaran konsumsi diantara penduduk miskin, atau dengan kata lain penyebaran pengeluaran konsumsi semakin baik atau merata.
Kepala Biro Perekonomian di Sekretariat Daerah Provinsi Sumut, Naslindo Sirait mengatakan, penurunan angka kemiskinan ini, dipengaruhi oleh ekonomi Sumut dalam menghadapi resesi 2023, dengan realisasi APBD Provinsi Sumut di triwulan I-2023 yang mengalami peningkatan, baik dari sisi pendapatan maupun penyerapan belanja dibandingkan periode tahun sebelumnya.
“Perekonomian Sumatra Utara pada Triwulan I 2023 tumbuh sebesar 4,87 persen (yoy), relatif tumbuh tinggi meskipun melambat dari Triwulan IV 2022 yang tumbuh sebesar 5,26 persen (yoy),” ujarnya.
Naslindo mengatakan, realisasi pendapatan APBD pada Triwulan I-2023 sebesar 19,29 persen dari pagu, lebih tinggi dari realisasi Triwulan I-2022 sebesar 18,51 persen yang berasal dari peningkatan realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD).
“Realisasi belanja APBD pada Triwulan I-2023 juga mengalami peningkatan, didorong oleh optimalisasi penyerapan pada komponen belanja operasi, belanja modal dan belanja tak terduga," jelasnya.
Naslindo menambahkan, berkurangnya garis kemiskinan di Sumut membuat pertumbuhan ekonomi semakin meningkat, adapun tingkatan tersebut melalui pendapatan per kapita.
Pendapatan per kapita yang tercatat Rp602.999 per kapita, per bulan pada Maret 2023 dengan komposisi garis kemiskinan makanan sebesar Rp458.706 atau 76,07 persen dan garis kemiskinan bukan makanan sebesar Rp 144.293 atau sekitar 23,93%.
“Peningkatan pelayanan dasar seperti penyediaan air minum perpipaan, perbaikan infrastruktur ekonomi dengan membangun Jalan provinsi dan pembangunan irigasi. Serta peningkatan KUR untuk menyediakan permodalan yang murah bagi UMKM dengan melibatkan perbankan di Sumut," katanya.
Sementara data dari Bank Indonesia (BI) Provinsi Sumut, belanja Pemerintah Pusat melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) ke Sumut tahun 2023 tercatat terus mengalami peningkatan yang signifikan, yakni naik 28,81 persen (yoy), dengan realisasinya pada Triwulan I-2023 sebesar 15,71 persen, lebih tinggi dibandingkan Triwulan I-2022 sebesar 14,22 persen.
Terpisah, kepala Dinas Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Sumut Ilyas S Sitorus memengatakan, penurunan angka kemiskinan pertanda perekonomian di Sumut mulai membaik. Karena saat kepemimpinan Edy Rahmayadi fokus untuk menurunkan angka kemiskinan di Sumut.
"Fokus menangani kemiskinan ekstrim melalui berbagai program, seperti perbaikan rumah, sanitasi, lanjut usia, masyarakat pesisir dan pemberian beasiswa kepada mahasiswa, serta terus menggalakkan iklim investasi yang kondusif, yang bisa membuka lapangan kerja baru," katanya.
Tak hanya itu, Pemprov Sumut juga fokus pada peningkatan UMKM, karena UMKM sangat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi dan mengurangi kemiskinan. Jika UMUM tumbuh dengan baik, tambah Ilyas, maka dipastikan kemiskinan berkurang drastis.
"Kita meningkatan pertumbuhan ekonomi seperti pemberdayaan UMKM. Pengaruh UMKM sangat besar, karena saat pandemi banyak masyarakat di-PHK dan beralih membuka UMKM dan sukses," imbuh dia.