PARBOABOA, Jakarta - Baru-baru ini, masyarakat dihebohkan dengan seruan untuk melakukan penarikan uang secara besar-besaran, atau yang dikenal dengan istilah rush money.
Fenomena ini sering terjadi saat stabilitas ekonomi sebuah negara sedang tidak menentu. Diketahui, ekonomi Indonesia saat ini sedang mengalami resesi, yang merupakan dampak langsung dari pandemi COVID-19 yang belum juga usai.
Kondisi ekonomi negara ini memang sedang tidak stabil, serupa dengan negara-negara lain di seluruh dunia yang juga merasakan dampak serupa akibat virus corona.
Ajakan untuk rush money ini dapat memicu kepanikan dan membuat kondisi ekonomi semakin tidak terkendali, bahkan berpotensi memicu krisis yang lebih parah.
Masyarakat diimbau untuk tetap waspada dan tidak langsung mempercayai informasi terkait ajakan rush money yang belum terverifikasi.
Piter Abdullah, ekonom dari Segara Institute, mengingatkan bahwa menyebarkan hoax dan mengajak orang untuk menarik dana mereka dari bank bisa mengakibatkan sanksi pidana, terutama jika diklaim adanya uang yang hilang secara misterius di bank.
"pelaku penyebar hoax layak mendapat sanksi pidana. Jika tidak ada bukti, mereka seharusnya dihukum," ungkap Piter melalui keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Selasa (7/5/2024).
Menurut Piter, ajakan untuk menarik uang berdasarkan kabar adanya kehilangan uang yang signifikan tampak tidak rasional.
Ia menambahkan bahwa bank adalah salah satu unit usaha yang paling ketat pengawasannya oleh pemerintah Indonesia, guna memastikan kepercayaan publik terhadap sektor perbankan.
Walau demikian, penting dipahami sebetulnya apa itu rush money ? Apa penyebab dan imbasnya bagi sebuah negara, termasuk Indonesia bila masyarakat melakukan rush money? Simak penjelasannya!
Pengertian Rush Money
Rush money terjadi ketika masyarakat serentak menarik uang tunai dalam jumlah besar dari bank.
Penarikan oleh satu atau dua orang mungkin tidak berdampak signifikan, namun apabila dilakukan secara massal dan dalam jumlah besar, hal ini dapat menyebabkan gangguan pada likuiditas bank.
Situasi ini bisa mengakibatkan bank kehilangan aliran dana secara simultan, memicu krisis uang tunai dan mengganggu operasional sistem perbankan.
Dalam kondisi tanpa uang tunai yang cukup untuk beroperasi, bank mungkin harus meminjam dari Bank Indonesia (BI) atau bahkan meminta bantuan pemerintah untuk mengatasi kekurangan dana.
Di tengah kesulitan ekonomi akibat pandemi Covid-19, pemerintah yang sudah menghadapi keterbatasan dana tentunya akan kesulitan menambah beban keuangan untuk menyokong sektor perbankan.
Faktor Penyebab
Banyak orang memilih untuk melakukan penarikan uang dalam jumlah besar, atau yang dikenal sebagai rush money, karena beberapa alasan:
1. Panik yang berlebihan
Fenomena rush money serupa dengan panic attack yang terjadi dalam perdagangan saham. Nasabah memilih untuk menarik seluruh uang mereka dari rekening bank akibat panik dan kecemasan yang tidak terkendali.
Kondisi ini sering kali dipicu oleh penyebaran informasi palsu mengenai ajakan rush money melalui media sosial, pesan broadcast di aplikasi pesan instan, dan sumber lainnya.
2. Kekhawatiran terhadap kemampuan bank
Nasabah juga melakukan rush money karena mereka khawatir bahwa bank tidak dapat mengelola dana mereka dengan efektif, terutama dalam kondisi krisis.
Mereka lebih memilih menarik uangnya daripada menghadapi kemungkinan kerugian besar. Dengan cara ini, jika terjadi kerugian, jumlahnya masih dalam batas yang dapat diterima.
3. Peran Provokator
Kehadiran provokator dapat sangat mempengaruhi dinamika ekonomi, terutama dalam mendorong fenomena rush money.
Provokator sering menyebarkan informasi atau kabar yang diselipi pesan dengan tujuan tertentu untuk menciptakan kepanikan.
Sebagai contoh, beredar hoax yang mengimbau masyarakat untuk segera menarik uang mereka dari bank, baik itu bank swasta maupun bank milik negara, dengan alasan untuk menggoyahkan rezim yang berkuasa.
Jika masyarakat mempercayai pesan tersebut, tindakan massal menarik uang secara serentak, atau rush money, akan terjadi.
4. Ekonomi yang Buruk
Salah satu penyebab utama banyak orang menarik dana mereka secara besar-besaran dan serentak adalah kondisi ekonomi yang sedang tidak baik.
Ketika ekonomi suatu negara menunjukkan tanda-tanda pelemahan yang signifikan, persepsi tentang kemungkinan kebangkrutan bank meningkat.
Dalam situasi ini, banyak orang berpikir bahwa lebih baik menarik seluruh uang mereka dari rekening bank sekarang daripada menghadapi risiko kehilangan uang tersebut jika bank tersebut akhirnya bangkrut.
Editor: Norben Syukur