PARBOABOA, Jakarta - Dari Hari Ke Hari karya Mahbub Djunaidi menceritakan perjalanan penulis dan keluarganya dalam menghadapi perubahan dan kekacauan yang tiada henti di Indonesia.
Perpecahan yang terjadi antara tentara Republik dan Belanda menimbulkan ketegangan dan kesedihan yang mendalam di tengah masyarakat Indonesia pada masa revolusi.
Latarnya yang mengisahkan awal kemerdekaan Indonesia pada 1946-1954 menggambarkan suasana tegang dan rasa khawatir yang menyelimuti negara pada saat itu.
Berbagai konflik berdarah merebak di seluruh negeri, khususnya di Yogyakarta yang menjadi ibukota Republika Indonesia pada saat itu.
Dalam penelitiannya, Heni Suci Arti menyebutkan bahwa momen proklamasi kemerdekaan oleh Ir. Soekarno pada tahun 1945 seharusnya menjadi titik awal kebangkitan bangsa.
Namun, harapan tersebut dibayangi oleh usaha Belanda untuk kembali menguasai Indonesia dan memicu era revolusi yang berlangsung hingga tahun 1949.
Cerita ini disampaikan melalui sudut pandang orang pertama, menampilkan pengalaman seorang anak belasan tahun yang menyaksikan langsung dampak agresi militer Belanda.
Belanda dengan usahanya untuk merebut kembali pengendalian atas wilayah yang telah mereka tinggalkan, sehingga mengakibatkan pertempuran bersenjata yang berkepanjangan.
Dalam novel ini, penulis mengangkat tema kehilangan dan kesedihan yang dialami masyarakat Indonesia, serta upaya mempertahankan harapan ditengah kesulitan.
Novel ini terbagi menjadi lima bagian, di mana bagian pertama menceritakan pengalaman penulis dan diakhiri dengan tulisan tentang Umar Said, yang menceritakan kehidupannya sebagai penulis.
Melalui pandangan seorang anak yang polos, Mahbub menggambarkan ketidakpahaman tentang kekacauan yang melanda negaranya.
Untuk menjaga keselamatan keluarga, mereka memilih untuk mengungsi dari Jakarta yang dipenuhi konflik akibat pendudukan Belanda.
Dalam perjalanan tersebut, mereka bertemu dengan Raden Mas, seorang pedagang ban mobil yang dulunya merupakan bangsawan.
Dengan penuh kerelaan, Raden Mas menjalani kehidupan baru yang drastis akibat dampak revolusi. Selama masa pengungsian, Mahbub dan keluarganya harus menghadapi kepahitan kehidupan sehari-hari.
Meskipun mengalami perubahan yang cukup signifikan, mereka tetap berusaha menemukan harapan dalam setiap tantangan yang dihadapi.
Cerita ini tidak hanya memperlihatkan sejarah pasca-kemerdekaan Indonesia, tetapi juga memberikan gambaran kemanusiaan yang sering terlupakan di tengah ketegangan politik.
Di akhir novel, perasaan pembaca dibuat campur aduk saat menghadapi puncak kesedihan yang dialami penulis, yaitu kehilangan Ibu.
Penyajian cerita ini penuh empati, menggambarkan betapa beratnya beban yang harus ditanggung oleh sebuah keluarga di masa-masa sulit.
Pesan mendalam dari novel ini adalah pentingnya mempertahankan kekuatan dalam cinta dan ketahanan, meskipun berbagai rintangan terus menghadang.
Sejak diterbitkan, novel ini telah meraih penghargaan karena kualitas dan dampaknya dalam dunia sastra.
Banyak penelitian menunjukkan bahwa buku ini mampu meningkatkan kesadaran nasionalisme di kalangan pelajar, bahkan dijadikan referensi dalam kurikulum pendidikan untuk menanamkan rasa cinta tanah air.
Perjuangan para pahlawan dalam cerita ini menyampaikan pesan kepada generasi muda untuk menghargai kemerdekaan yang telah diperjuangkan dengan susah payah.
Selain itu, cerita ini juga berfungsi sebagai inspirasi bagi mereka untuk tidak mudah menyerah dalam mencapai tujuan.
Penulis : Kuni Hanifah