PARBOABOA, Jakarta - Perpanjangan atau relaksasi izin ekspor sejumlah produk pertambangan disambut baik berbagai kalangan, termasuk buruh.
Relaksasi yang diberikan pemerintah, melalui Kementerian Perdagangan (Kemendag) itu di antaranya komoditas konsentrat besi laterit, konsentrat tembaga, konsentrat seng, konsentrat timbal dan anoda slime atau lumpur anoda.
Meski memberikan apresiasi positif, Asosiasi Serikat Pekerja (Aspek) Indonesia memberikan sejumlah catatannya terhadap keputusan pemerintah tersebut.
Presiden Aspek Indonesia, Mirah Sumirat meminta agar pengusaha di sektor pertambangan untuk lebih memperhatikan hak-hak soal keselamatan dan kesehatan kerja (K3).
Menurutnya, keselamatan dan kesehatan kerja di sektor pertambangan masih minim dan sering terabaikan.
"Dan dari sisi waktu kerja yang juga kadang diabaikan. Padahal Waktu kerja ini masuk dalam K3," katanya saat dihubungi Parboaboa, Jumat (7/6/2024).
Diketahui, pemerintah melalui kementerian perdagangan berencana melarang ekspor beberapa komoditas pertambangan mulai 1 Juni 2024.
Hal itu tertuang dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 22 Tahun 2023 tentang Barang Yang Dilarang Untuk Diekspor.
Hanya saja, larangan tersebut akhirnya diberikan relaksasi dengan memundurkan waktu pelarangan menjadi hingga 31 Desember 2024 atau mulai berlaku pada 1 Januari 2025.
Larangan tersebut kemudian dibuatkan kebijakan baru berupa Permendag Nomor 10 Tahun 2024 tentang Perubahan Atas Permendag Nomor 22 Tahun 2023 tentang Barang Yang Dilarang Untuk Diekspor.
Dengan munculnya Permendag tersebut, Presiden Aspek Indonesia, Mirah Sumirat juga kembali mengingatkan pentingnya pengusaha tambang untuk terus memberikan sosialisasi soal K3 terhadap buruh atau pekerja tambang.
"Kalau bicara soal gaji atau pengupahan, mereka (pekerja tambang) bagus. Tapi dari sisi hak mereka soal informasi dan sosialisasi soal K3 ini suka tidak tersentuh," imbuh dia.
Di sisi lain, Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri di Kementerian Perdagangan, Budi Santoso mengatakan, relaksasi ekspor pertambangan ini bertujuan agar industri pengolahan atau pemurnian di dalam negeri dapat tercipta, sehingga dapat mengekspor produk pertambangan bernilai tambah.
Tak hanya itu, pemerintah juga ingin relaksasi bisa menjamin kepastian berusaha di dalam negeri, termasuk menciptakan iklim usaha dan meningkatkan ekspor atas produk-produk yang memilik nilai tambah itu.
Selain itu, Budi juga yakin, relaksasi ini sejalan dengan hilirisasi produk pertambangan yang menjadi tujuan pemerintah, utamanya untuk peningkatan kinerja ekspor nasional.
"Stakeholder di bidang pertambangan untuk bekerja sama dengan pemerintah memajukan industri dalam negeri," katanya dalam keterangan pers yang diterima Parboaboa.
Mengutip data Badan Pusat Statistik (BPS), nilai ekspor produk pertambangan seperti besi dan baja, barang dari besi dan baja, tembaga, nikel, alumunium, timbal, seng dan timah di periode Maret 2024 mengalami peningkatan.
Jika dirinci, nilai ekspor besi dan baja mencapai USD2,1 miliar USD, barang dari besi dan baja USD329 juta, tembaga USD287 juta, nikel USD459, alumunium USD132 juta, timbal USD4,1 juta, seng USD2,9 juta dan timah USD104 juta.
Editor: Kurniati