Kerudung Merah Kirmizi: Kisah Cinta yang Rumit pada Era Orde Baru

Novel Kerudung Merah Kirmizi karya Remy Sylado yang mengisahkan sebuah kisah cinta pada era orde baru (Foto: Instagram/@taboekz)

PARBOABOA - Siapa yang tidak mengenal kekejaman di era Orde Baru? Pada masa itu, pembungkaman suara aktivis, perampasan hak milik rakyat, praktik suap menyuap, hingga merajalelanya korupsi adalah potret suram yang menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari.

Dalam novel Kerudung Merah Kirmizi yang ditulis oleh Remy Sylado, pembaca diajak menyelami kisah yang penuh liku tentang ketidakadilan yang merajalela serta cinta yang tersendat di tengah-tengah intrik kekuasaan yang rakus dan tak mengenal batas.

Kerudung Merah Kirmizi merupakan novel yang terbit pada 2002 oleh Kepustakaan Populer Gramedia (KPG). Novel yang memiliki 616 halaman ini, merupakan novel keenam Remy setelah Kembang Jepun pada 2002.

Dalam novel ini penulis berfokus kepada tokoh perempuan, Myrna Andriano, seorang  janda anak dua yang ditinggal mati oleh suaminya.

Demi bertahan hidup dan melupakan masa lalunya, Myrna pun rela bekerja sebagai penyanyi hotel berbintang walau selalu mendapatkan perlakuan diskriminasi yang kerap dialami.

Myrna, seorang wanita berparas cantik yang selalu akrab dengan kehidupan malam dan berbaur dengan aroma alkohol.

Tak sedikit pula kehadirannya yang selalu menarik rayuan lelaki hidung belang mulai dari tua hingga muda selalu berusaha mendekatinya dengan berbagai rayuan yang tak henti-hentinya menghantui.

Walaupun glamor dengan kehidupan malam, Myrna di sini digambarkan sebagai sosok ibu yang baik.

Ketika pulang dari klub malam dan bertemu anaknya pada waktu subuh, Myrna selalu berpakaian santun sehingga dapat menggambarkan sisi keibuan dalam dirinya.

Kisah Cinta Myrna dan Kejamnya Kekuasaan

Konflik dalam novel ini bermula ketika Myrna bertemu dengan seorang lelaki yang bernama Luc Sondak, yang secara tak terduga berhasil meluluhkan hatinya.

Luc, seorang duda berusia 50 tahun asal Bali, dilukiskan sebagai pecinta melodi-melodi sendu yang seolah menyatu dengan kesunyian hatinya.

Sosoknya hadir dalam hidup Myrna saat ia tengah bernyanyi, seakan nada dan lirihnya suara membawa mereka pada sebuah pertemuan yang tak terduga.

Luc, yang mulai jatuh hati pada Myrna, terus menerus membuat hubungan mereka semakin tenggelam dalam romansa. Bahkan, ia pun berencana membawa kisah ini ke jenjang pernikahan.

Namun  sayangnya, kisah cinta mereka harus terhalang karena hadirnya seorang tokoh antagonis bernama Sampoerno (Oom Sam), anggota TNI pada era Orde Baru sekaligus pengusaha licik yang haus kekayaan.

Sosok Oom Sam disini digambarkan sebagai aktor yang membuat Myrna dan anak-anaknya sengsara karena harus terusir dari rumah peninggalan suaminya.

Oom Sam pun nekat melakukan kelicikan seperti pemalsuan surat-surat hingga menyuap pengadilan agar rumah Myrna dapat jatuh ke tangannya.

Bak merasa tak puas setelah mengambil rumah Myrna, Oom Sam juga berencana untuk mengambil rumah Laksmi, Putri Luc karena beranggapan bahwa rumah yang ditinggali Luc tertimbun sejumlah harta jarahan dari berbagai daerah di Indonesia.

Dengan berbagai tipu muslihat hingga menggunakan kekuatan rezim Orde Baru membuat Oom Sam hampir saja berhasil merebut rumah Laksmi.

Sayangnya, walaupun sudah melakukan berbagai cara, rencana tersebut kerap digagalkan oleh aktivis reformasi bernama Emha.

Emha berhasil menggagalkan rencana Oom Sam dengan menggerakkan massa aksi, yang hingga akhirnya kekuasaan Oom Sam harus berakhir pada masa reformasi.

Usai Oom Sam berhasil digulingkan, ikatan cinta Myrna dan Luc dapat kembali terjalin hingga pada akhirnya mereka dapat melangsungkan pernikahan.

Dari kisah cinta ini dapat diambil pelajaran, bahwa sekecil apapun badai yang menerjang jika kita sudah didasari atas kekuatan cinta, maka kisah cintanya akan terus bertahan.

Peraih Anugerah Sastra Khatulistiwa

Berkat kepiawaiannya dalam menggunakan kosakata lama yang sudah jarang digunakan,  Remy berhasil memenangkan penghargaan prestisius Anugerah Sastra Khatulistiwa melalui novel Kerudung Merah Kirmizi pada 2002.

Novel yang memiliki kosakata unik seperti prayojana, tenahak, bernudub dan gancang-gancang ini berhasil menyisihkan empat finalis lainnya, termasuk Novel Larung karya Ayu Utami.

Selain Sastra Khatulistiwa, Novel Kerudung Merah Kirmizi juga berhasil memenangkan Penghargaan Sastra Badan Bahasa pada 2006.

Remy pun berhasil memenangkan penghargaan tersebut, bersama dua sastrawan lainnya yaitu Sitor Situmorang dan Sitok Srengenge.

Bagi para pembaca, novel ini tak hanya mengajak untuk mengetahui konflik sosial pada era Orde Baru saja, melainkan kita diajak melihat kejamnya kekuasaan yang dijalankan oknum militer. Rakyat miskin yang tertindas serta perjuangan Myrna dan Luc menjadi konflik yang menarik dalam novel ini.

Penulis: Surya Mahmuda

 

Editor: Luna
TAG :
Baca Juga
LIPUTAN KHUSUS