Kontribusi Sektor Pertanian dalam Menopang Perekonomian Nasional

Sektor pertanian menjadi kekuatan besar dalam denyut nadi perekonomian tanah air. (Foto: Instagram/@eksporpertanianindonesia)

PARBOABOA, Jakarta- Sektor pertanian memiliki kekuatan besar dalam denyut nadi perekonomian tanah air. Sektor ini bahkan menyokong jutaan kehidupan dan sebagai salah satu faktor utama untuk menjalankan roda keuangan negara.

Di balik kesederhanaan ladang dan sawah, sektor pertanian menyimpan peran yang jauh lebih besar—tak sekadar sumber pangan, tetapi juga penopang utama Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Bagaimana mungkin sektor ini, dengan kontribusinya melalui pajak, retribusi, dan ekspor, menjadi kekuatan tersembunyi yang menopang ekonomi bangsa? Apa yang sebenarnya terjadi di balik ladang hijau Indonesia?

Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2023, sektor pertanian menyumbang sekitar 13,7% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) nasional.

Angka ini menunjukkan bahwa pertanian masih memegang peranan penting dalam struktur ekonomi Indonesia.

Sebagai perbandingan, sektor manufaktur dan jasa masing-masing menyumbang 20,6% dan 15,4% terhadap PDB.

Meskipun sektor pertanian tidak sebesar manufaktur, kontribusinya tetap vital bagi kestabilan ekonomi negara.

Menurut data Kementerian Keuangan, yang dikutip pada, Jumat (13/09/2024) penerimaan negara dari sektor pertanian pada 2022 mencapai sekitar Rp 80 triliun.

Angka ini berasal dari berbagai sumber, termasuk pajak penghasilan (PPh), pajak pertambahan nilai (PPN), dan bea keluar ekspor hasil pertanian.

Dengan adanya kontribusi ini, sektor pertanian membantu pemerintah dalam pendanaan pembangunan infrastruktur, kesehatan, pendidikan, dan layanan publik lainnya.

Ekspor produk pertanian juga menjadi penyumbang signifikan bagi pendapatan negara. Pada 2023, nilai ekspor komoditas pertanian Indonesia mencapai USD 45 miliar, meningkat 10% dibandingkan tahun sebelumnya.

Beberapa komoditas unggulan seperti kelapa sawit, karet, kopi, kakao, dan rempah-rempah terus mendominasi pasar internasional.

Kelapa sawit, misalnya, menyumbang sekitar 55% dari total ekspor pertanian. Hal ini menjadikan Indonesia sebagai salah satu eksportir kelapa sawit terbesar di dunia.

Undang-Undang No. 21 Tahun 2019 tentang Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan, diterbitkan untuk mendukung kebijakan pemerintah untuk memperluas pasar ekspor.

UU ini memberikan jaminan kepada para eksportir untuk menghasilkan produk yang berkualitas dan memenuhi standar internasional.

Selain itu, undang-undang ini juga mempermudah prosedur ekspor dan mengurangi hambatan tarif.

Selain dari ekspor, sektor pertanian juga memberikan kontribusi melalui pajak dan retribusi. Pajak Penghasilan (PPh) bagi para petani dan pengusaha pertanian adalah salah satu sumber penerimaan negara.

Menurut data Direktorat Jenderal Pajak, pada 2022, penerimaan PPh dari sektor ini mencapai Rp 12 triliun.

Walaupun masih relatif kecil dibandingkan sektor lain, jumlah ini tetap memberikan dampak positif terhadap APBN.

Retribusi daerah juga menjadi sumber pendapatan penting. Misalnya, di beberapa daerah seperti Jawa Tengah dan Jawa Barat, retribusi dari hasil pertanian mencapai 15% dari total pendapatan asli daerah (PAD).

Hal ini menunjukkan betapa pentingnya sektor pertanian dalam mendukung perekonomian lokal sekaligus meningkatkan pendapatan negara.

Kesejahteraan Petani

Pada dasarnya, sektor pertanian ini juga menjadi kunci dalam meningkatkan kesejahteraan petani, yang berujung pada stabilitas ekonomi nasional.

Untuk mendorong peningkatan kesejahteraan petani dan memperkuat kontribusi sektor pertanian terhadap perekonomian, pengembangan beberapa subsektor menjadi krusial.

Aktivitas Petani Padi di Kecamatan Haranggaol Horison, Kabupaten Simalungun. (Foto: PARBOABOA/Jeff Gultom)

Berdasarkan survei yang dilakukan oleh Lembaga Penelitian dan Pengembangan Pertanian (LP2P) pada tahun 2023, subsektor hortikultura, peternakan, dan pertanian organik memiliki potensi besar dalam meningkatkan kesejahteraan petani.

Subsektor hortikultura, yang mencakup sayuran, buah-buahan, tanaman hias, dan obat-obatan herbal, menunjukkan potensi yang sangat besar untuk dikembangkan.

Survei LP2P menunjukkan bahwa 67% responden petani yang terlibat dalam produksi hortikultura mengalami peningkatan pendapatan dalam lima tahun terakhir.

Tanaman hortikultura, seperti cabai, bawang merah, dan buah tropis seperti mangga dan durian, memiliki permintaan yang tinggi baik di pasar domestik maupun internasional.

Selain itu, hortikultura juga memiliki siklus panen yang lebih singkat dan nilai jual yang lebih tinggi dibandingkan dengan komoditas pangan seperti padi dan jagung.

Oleh karena itu, diversifikasi pertanian dengan memperluas area tanam hortikultura dapat meningkatkan pendapatan petani.

Pemerintah dapat mendukung pengembangan ini dengan memberikan pelatihan tentang teknik budidaya modern, penggunaan pupuk organik, serta akses ke pasar melalui platform digital.

Selain itu, sektor peternakan di Indonesia juga memiliki potensi besar yang bisa digali lebih jauh untuk meningkatkan kesejahteraan petani.

Survei LP2P menunjukkan bahwa lebih dari 55% petani yang terlibat dalam usaha peternakan, seperti peternakan sapi, kambing, ayam, dan itik, mendapatkan tambahan pendapatan yang signifikan.

Peternakan bukan hanya menjadi sumber pendapatan tambahan, tetapi juga cerdas dalam memanfaatkan hasil samping dari pertanian tanaman pangan, seperti jerami dan dedak, sebagai pakan ternak.

Strategi ini menjadi semakin relevan dengan meningkatnya permintaan daging dan produk susu di pasar domestik serta peluang ekspor ke negara-negara tetangga yang terbuka lebar.

Namun, mengembangkan sektor ini bukan tanpa tantangan. Dukungan pemerintah sangat diperlukan, terutama dalam bentuk penyediaan kredit berbunga rendah, pelatihan teknis, dan asuransi ternak untuk meminimalkan risiko usaha.

Dengan pendekatan yang tepat, pengembangan peternakan dapat menjadi strategi yang efektif untuk meningkatkan kesejahteraan petani di seluruh Indonesia.

Tidak hanya sektor peternakan, pertanian organik juga muncul sebagai salah satu sektor yang menjanjikan.

Pertanian organik memberikan peluang bagi petani untuk meraup pendapatan yang lebih tinggi dan berkelanjutan.

Menurut survei dari LP2P, 72% petani yang beralih dari pertanian konvensional ke pertanian organik mengalami peningkatan pendapatan yang signifikan.

Hal ini bukan hanya karena produk organik lebih bernilai di pasar, baik domestik maupun internasional.

Kenyataanya, permintaan global terhadap produk-produk organik seperti beras, sayuran, dan buah-buahan organik meningkat pesat dalam beberapa tahun terakhir.

Kesadaran konsumen terhadap kesehatan dan keberlanjutan mendorong tren ini, menciptakan peluang besar bagi petani untuk meningkatkan kesejahteraan mereka melalui pertanian yang lebih ramah lingkungan.

Agar peluang ini dapat dimaksimalkan, peran pemerintah dalam mendukung pengembangan sektor pertanian organik sangatlah krusial.

Insentif seperti sertifikasi organik gratis, akses pasar melalui program pemasaran internasional, dan pelatihan tentang teknik pertanian organik yang efektif harus menjadi prioritas.

Sebuah survei yang dilakukan oleh Lembaga Survei Indonesia (LSI) pada 2023 menunjukkan bahwa 68% masyarakat percaya bahwa sektor pertanian adalah sektor yang paling stabil dan bisa diandalkan untuk menopang ekonomi negara.

Selain itu, 74% responden setuju bahwa pemerintah perlu meningkatkan anggaran untuk sektor ini guna memperkuat kontribusinya terhadap APBN.

Tantangan dan Masa Depan

Namun, kontribusi sektor pertanian bagi APBN tidak lepas dari tantangan. Salah satunya adalah masalah perubahan iklim yang mengancam produktivitas pertanian.

Bencana alam seperti banjir dan kekeringan sering kali merusak lahan pertanian dan mengurangi hasil panen.

Selain itu, kurangnya akses petani terhadap teknologi modern juga menjadi kendala. Padahal, penggunaan teknologi seperti sistem irigasi yang efisien dan pupuk organik dapat meningkatkan hasil pertanian dan, pada akhirnya, kontribusi terhadap APBN.

Untuk mengatasi hal ini, pemerintah mengeluarkan berbagai kebijakan. Salah satunya adalah Peraturan Presiden No. 59 Tahun 2019 tentang Peningkatan Ekspor dan Investasi Sektor Pertanian.

Kebijakan ini bertujuan untuk meningkatkan produksi, memperluas pasar ekspor, dan mendorong investasi di bidang pertanian.

Dengan adanya kebijakan ini, diharapkan sektor pertanian dapat lebih berkontribusi terhadap pendapatan negara.

Dukungan pemerintah terhadap sektor pertanian juga datang melalui berbagai program subsidi dan bantuan.

Dalam APBN 2023, alokasi anggaran untuk subsidi pupuk mencapai Rp25 triliun. Tujuan dari subsidi ini adalah untuk meringankan beban petani dan meningkatkan produksi.

Selain itu, pemerintah juga memberikan bantuan langsung berupa benih, alat pertanian, dan pelatihan bagi petani.

Kebijakan ini diatur dalam Undang-Undang No. 19 Tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani.

Kebijakan lain yang relevan adalah Undang-Undang No. 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan.

UU ini bertujuan untuk menjaga ketersediaan lahan pertanian di tengah maraknya alih fungsi lahan. Dengan adanya perlindungan ini, diharapkan lahan pertanian tetap produktif dan mampu mendukung ketahanan pangan nasional.

Karena itu, perbaikan masa depan sektor pertanian di Indonesia sangat bergantung pada inovasi dan modernisasi.

Dengan dukungan teknologi seperti pertanian presisi, penggunaan drone, dan aplikasi berbasis AI, sektor ini memiliki potensi besar untuk berkembang lebih lanjut.

Jika dikelola dengan baik, bukan tidak mungkin kontribusi sektor pertanian terhadap APBN akan semakin meningkat.

Ini akan berdampak positif pada pembangunan nasional dan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan.

Editor: Norben Syukur
TAG :
Baca Juga
LIPUTAN KHUSUS