PARBOABOA, Jakarta - Calon presiden 02 sekaligus Menteri Pertahanan (Menhan) RI, Prabowo Subianto akan mendapat penghargaan dari Presiden Jokowi di Istana Negara, Rabu (28/2/2024).
Hal itu dikonfirmasi oleh juru bicara (Jubir) Menhan Prabowo, Dahnil Anzar Simajuntak dalam sebuah video yang dilihat Parboaboa, Selasa (27/6/2024).
Dahnil menjelaskan, penghargaan tersebut berupa pemberian kenaikan pangkat bintang 4 kepada mantan Danjen Kopassus itu karena militansi dan dedikasinya di dunia Militer dan Pertahanan.
Usul kenaikan pangkat ini berdasarkan keterangan Dahnil, datang insitusi TNI sendiri dalam hal ini Mabes TNI sesuai ketentuan UU Nomor 20 Tahun 2009 Tentang pemberian Gelar, Tanda Jasa dan Tanda Kehormatan.
Menurut Dahnil, Prabowo layak mendapatkannya sebagaimana tokoh-tokoh militer Indonesia yang pernah mendapat penghargaan serupa, seperti mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Luhut Binsar Pandjaitan dan A.M. Hendropriyono.
Namun, Pakar Politik, Prof. Massa Djafar membaca, penganugrahan pangkat bintang 4 terhadap Prabowo Subianto kental dengan unsur politis.
Djafar mengatakan, gelar Jenderal yang diterima Prabowo akan dimaknai oleh publik sebagai upaya konsolidasi kekuasaan dengan Presiden yang selama ini mendukungnya.
Karena itu, secara tidak langsung menurut Djafar, hal ini sebenarnya hanya ingin memastikan, bahwa Presiden Jokowi akan bersandar pada Prabowo.
"Politik timbal balik atau transaksional, sesuatu yang tak terhindarkan dalam dinamika politik dan relasi kuasa di lingkaran kekuasaan kepresidenan," kata Djafar kepada PARBOABOA, Selasa (27/2/2024).
Di sisi lain, secara simbolik, Prabowo sendiri kata dia ingin memberikan isyarat dan petunjuk kepada TNI/polri bahwa ia adalah Panglima Tertinggi.
"Di mana secara psikopolitis menuntut sikap loyal dan patuh para TNI kepada Prabowo, jika kelak ia menjadi Presiden," terang Djafar.
Tak hanya itu, substansi kenaikan pangkat Ketua Umum Partai Gerindra ini, kata Djafar sangat kontroversial mengingat Prabowo masih terikat dengan beban masa lalu terutama soal isu pelanggaran HAM.
Mengacu pada rekam jejak tersebut, maka penganugrahan pangkat yang diberikan negara sangat tidak pantas.
Ditambah, saat ini Prabowo dan kubu capres 02 masih berurusan dengan dugaan kecurangan pemilu yang oleh sebagian orang dinilai melibatkan pihaknya.
"Hal ini tentu sangat menodai citra TNI. Bukankah seorang yang menyandang pangkat Jenderal penuh, sepantasnya berperilaku dan bertindak sebagai negarawan."
Djafar juga mewanti-wanti, Prabowo yang pernah menjadi bagian dari kekuasaan Orde Baru bisa jadi akan mengulangi pengembosan kekuatan masyarakat sipil lewat pelibatan TNI.
Kerena itu, di tengah kebangkitan kekuatan masyarakat sipil saat ini, gelar sebagai Jenderal yang akan dia terima bukan tidak mungkin membangkitkan memori masa lalunya tersebut.
"Namun jangan lupa, seorang Jenderal Prabowo bisa jadi, ia akan mengembalikan atau menggunakan otoritarian Orde Baru untuk melakukan kontrol terhadap oposisi," tutupnya.
Telah Sesuai UU
Dalam keterangan terpisah, Pengamat Militer Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Khairul Fahmi menerangkan, pemberian pangkat kepada Prabowo Subianto telah sesui dengan ketentuan UU No 20 tahun 2009.
Namun demikian, ia memberikan catatan penting terkait penggunaan istilah digunakan oleh sejumlah media yang menyebutnya sebagai pemberian kenaikan pangkat kehormatan atau pemberian pangkat kehormatan.
Menurut Khairul, istilah yang tepat sesuai ketentuan UU adalah pengangkatan atau kenaikan pangkat istimewa.
"Saya sekaligus ingin mengoreksi isi pemberitaan di sejumlah media yang menyebut bahwa pemberian pangkat yang rencananya akan dilakukan besok itu adalah kenaikan pangkat kehormatan atau pemberian pangkat kehormatan," kata Khairul kepada PARBOABOA, Selasa (27/2/2024).
Dia menegaskan, pangkat kehormatan sudah tidak dikenal dalam UU termasuk UU No 34 tahun 2004.
Kemudian, PP No 39 tahun 2010 yang mengatur tentang administrasi prajurit TNI, sebagai turunan dari UU No 4 tahun 2004, juga sudah membatalkan peraturan-peraturan pemerintah sebelumnya yang berkaitan dengan administrasi prajurit.
Dengan demikian kata Khairul, kalau media menyebutnya sebagai kenaikan pangkat kehormatan atau pemberian pangkat kehormatan, itu narasi yang tidak tepat.
Kembali ke soal penganugrahan pangkat yang disematkan kepada Prabowo Subianto, Khairul menilai, hal itu tidak perlu dipersoalkan mengingat Prabowo adalah pemegang empat tanda kehormatan bintang militer utama.
Keempat penghargaan itu adalah penghargaan bintang yuda dharma utama, bintang kartika eka paksi utama, bintang jalasena utama dan bintang swa buwana paksa utama.
"Penganugerahan empat tanda kehormatan bintang militer utama pada Prabowo ini sudah cukup sebagai dasar pemberian pangkat istimewa kepada beliau, sesuai ketentuan UU No 20 tahun 2009."
Sebenarnya tanpa pangkat istimewa ini pun tegas Khairul, Prabowo akan tetap menjadi panglima tertinggi dengan posisinya nanti sebagai presiden.
Namun, dengan latar belakang militer, patut dan wajar-wajar saja Prabowo harus menyandang pangkat bintang 4 supaya sebagai panglima tertinggi TNI, posisi dan statusnya akan semakin paripurna.
Karena itu, Khairul merasa heran dengan berbagai pihak yang keberatan dengan apresiasi negara terhadap Prabowo dengan mengklaim tidak tepat dari aspek kelayakan dan kepatuhan.
Bahkan menurut dia, Prabowo semestinya mendapatkan penganugrahan itu di tahun 2022 bersamaan dengan pemberian tanda kehormatan bintang militer utama (Bintang Yuda Dharma Utama dll) yang dilakukan pada tahun itu.
Sementara itu, terkait Prabowo pernah diberhentikan dari ABRI, Khairul mengatakan, semua prajurit yang memasuki masa pensiun atau harus mengakhiri dinas keprajuritan karena kondisi tertentu (berhalangan tetap, dipecat dll), pasti akan mendapatkan keputusan pemberhentian dari dinas keprajuritan sebagai bentuk pengakhiran.
"Bentuknya ada dua: pemberhentian dengan hormat atau tidak dengan hormat. Tidak pernah diberhentikan secara tidak hormat (pemecatan)."
Faktanya, status Prabowo adalah diberhentikan dengan hormat. Karena itu dia juga tidak kehilangan hak dan kewajiban apapun yang berkaitan dengan statusnya sebagai prajurit TNI.
"Termasuk menerima tanda kehormatan bintang militer dan pangkat istimewa."
Demikian dengan alasan pelanggaran HAM berat yang diduga melibatkan Prabowo Subianto.
Menurut Khairul, sejauh ini tidak ada fakta hukum dan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap, yang menyatakan dan menghukum Prabowo sebagai pelaku pelanggaran HAM.
"Selama hal itu tidak ada, tentu saja dia tidak bisa disebut demikian dan asas praduga tidak bersalah juga berlaku untuk Prabowo," kata Khairul.
Editor: Gregorius Agung