PARBOABOA, Jakarta - Pengusiran dan penghancuran paksa gedung kantor Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) di Jalan Hang Jebat, Jakarta Selatan menuai kecaman Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA).
PKBI adalah sebuah lembaga swadaya masyarakat yang menggagas gerakan Keluarga Berencana (KB) di Indonesia.
Lembaga sosial ini sudah berdiri sejak 1957 dan memiliki sejarah panjang di kerja-kerja sosial bagi masyarakat.
PKBI juga telah terbentuk di 25 provinsi dan 178 kabupaten/kota dan di Hang Jebat III, Jakarta Selatan merupakan kantor dan pusat pelatihan (training centre) mereka.
Oleh karenanya, peristiwa yang terjadi Rabu (10/7/2024) tersebut sangat disayangkan KPA.
Pemkot Jakarta Selatan dan Kementerian Kesehatan diduga menggunakan Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 207 Tahun 2016 soal Penertiban Pemakaian/Penguasaan Tanah Tanpa Izin yang Berhak menjadi dasar mengusir dan meratakan kantor PKBI.
Ketua KPA, Dewi Sartika menyesalkan sikap Pemkot Jaksel dan Kemenkes yang menjadikan Pergub 207/2026 sebagai landasan hukum mengusir dan menghancurkan kantor PKBI.
KPA juga menilai, penggusuran dari Pemkot Jaksel dan Kemenkes tidak melalui proses pertanggungjawaban hukum yang memadai dan berkeadilan.
Sebab, putusan hukum terhadap lahan PKBI Hang Jebat di Pengadilan Negeri sampai Mahkamah Agung berstatus non-executable.
Yang juga sangat disesalkan, kata Dewi, Pemkot Jaksel dan Kemenkes turut melibatkan 100 aparat gabungan TNI-Polri dan Satpol PP.
"Seakan telah melangkahi kekuasaan kehakiman karena merupakan bentuk main hakim sendiri oleh Pemkot Jaksel," ungkapnya dalam keterangan tertulis yang diterima PARBOABOA, Sabtu (13/7/2024).
Dewi melanjutkan, tanah dan bangunan yang dihancurkan itu merupakan hibah dari Gubernur DKI Ali Sadikin sejak tahun 1970, atau sekitar 55 tahun ditempati PKBI.
Menurut Ketua KPA, Dewi Sartika, ada SK Gubernur DKI No.Ad.7/2/34/70 yang membuat tanah dan bangunan tersebut secara sah ditempati PKBI.
"Artinya, penerapan Pergub DKI 207/2016 justru menyebabkan tumpang tindih permasalahan," kata dia.
Alasannya, lanjut Dewi, telah mencampuradukkan dua permasalahan yang berbeda antara praktik penyerobotan tanah dengan penguasaan tanah dengan itikad baik.
Cabut Pergub DKI 207/2016
Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) bersama organisasi masyarakat sipil di Jakarta telah meminta Pemerintah mencabut Pergub DKI 207/2016 ini.
KPA menyebut, Pergub 2017/2016 itu rawan dimanfaatkan penguasa melegitimasi proses penggusuran paksa atas nama penertiban dan pembangunan.
Bahkan, catatan KPA menyebut, Pemprov Jakarta seringkali menggunakan Pergub tersebut membenarkan tindakan mereka menggusur masyarakat dari tanah mereka.
Dewi Sartika mencontohkan, kasus penggusuran di Pancoran Buntu II, Gang Lengkong Cilincing, Kapuk Poglar, Kebun Sayur, Tanah Merah dan lain sebagainya.
"Bisa dibayangkan, lembaga seperti PKBI yang telah mempunyai legalitas saja bisa digusur, apalagi masyarakat miskin perkotaan yang selama ini dipersulit mengurus kepastian hukum atas tanah mereka," kata dia.
Tidak hanya itu, KPA melihat negara/pemerintah kerap melakukan pembiaran terhadap tindakan aparat keamanan yang mengeluarkan paksa barang-barang penting korban, seperti yang dialami PKBI.
Selain itu, Kementerian ATR/BPN sebagai salah satu manifestasi kehadiran negara dari upaya perampasan tanah dinilai lamban dan terkesan tidak serius menangani permasalahan ini.
"Hal ini dilihat dari proses yang berlarut atas upaya PKBI yang sempat mengurus kepemilikan SHM ke BPN pada tahun 1996. Namun, prosesnya ditolak dengan alasan telah lebih dulu diproses oleh Kemenkes," jelasnya.
Oleh karenanya, KPA mengecam Pemkot Jaksel dan Kemenkes RI yang telah mengusir paksa tanpa adanya putusan pengadilan dan menjadi bentuk kesewenang-wenangan Negara yang jelas melanggar hukum.
KPA juga mendesak Menteri ATR/BPN RI segera meninjau ulang Hak Pakai Kemenkes dan segera memberikan hak atas tanah kepada PKBI selaku pihak yang menguasai lahan melalui SK Gubernur DKI No.Ad.7/2/34/70 sejak tahun 1970.
"Kami juga mendesak Pemprov DKI Jakarta mencabut Pergub Nomor 207 Tahun 2016, yang melegitimasi penggusuran paksa dengan menggunakan kekerasan dari aparat," pungkas Dewi Kartika.
Profil Singkat PKBI
Didirikan pada 23 Desember 1957, Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) merupakan sebuah LSM yang membantu pemerintah mengurusi masalah keluarga.
PKBI memiliki 26 kantor PKBI daerah di tingkat provinsi dan lebih dari 100 PKBI cabang di tingkat kabupaten/kota dan 14 klinik di seluruh Indonesia.
Dalam tujuan pendiriannya, PKBI mempercayai bahwa keluarga yang bertanggungjawab akan menjawab permasalahan kesehatan, permasalahan sosial dan meningkatkan kesejahteraan di Indonesia.
Di Indonesia, PKBI melakukan berbagai program, advokasi, pemberian informasi, edukasi dan layanan yang berkaitan dengan kesehatan seksual dan reproduksi.
Termasuk ikut serta mengadvokasi dan kampanye penghapusan kekerasan seksual; penanggulangan HIV dan AIDS di lndonesia; layanan Keluarga Berencana (KB) dan aktif melakukan advokasi untuk pemenuhan hak kesehatan bagi seluruh masyarakat Indonesia.
Editor: Kurniati