PARBOABOA, Jakarta – Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU), Hasyim Asy'ari resmi dipecat oleh Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).
Keputusan ini diambil berdasarkan pengaduan dari seorang anggota Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN) Den Haag, Belanda berinisial CAT.
Ketua DKPP, Heddy Lukito, dalam sidang yang digelar di Gedung DKPP, Jakarta pada Rabu (03/07/2024) menyatakan bahwa Hasyim terbukti melakukan pelanggaran serius.
"Mengabulkan seluruh pengaduan penggugat," ujar Heddy membacakan putusan.
Dengan mengabulkan pengaduan tersebut, lanjutnya, Hasyim resmi diberhentikan dari tugas sebagai ketua KPU.
"Menetapkan sanksi pemberhentian tetap terhadap teradu Hasyim Asy'ari sebagai Ketua yang juga Anggota Komisi Pemilihan Umum, mulai berlaku sejak pembacaan putusan ini," pungkasnya.
DKPP juga meminta Presiden Joko Widodo untuk mengeksekusi putusan ini paling lambat tujuh hari setelah pembacaan putusan, serta memerintahkan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) untuk mengawasi pelaksanaannya.
Dalam putusannya, DKPP menyatakan Hasyim terlibat dalam pemaksaan hubungan seksual dengan CAT di kamar hotel pada Selasa (03/10/2024).
Peristiwa itu terjadi saat Hasyim berada di Den Haag untuk urusan pemilihan umum (Pemilu).
CAT mengungkapkan bahwa Hasyim memanggilnya ke kamar hotel dan memaksa dirinya hingga terjadi hubungan badan.
"Berdasarkan uraian fakta-fakta tersebut, DKPP menilai telah terjadi hubungan badan antara teradu dan pengadu sesuai dengan bukti yang ada," kata anggota DKPP, Ratna Dewi Pettalolo.
Menanggapi putusan tersebut, Hasyim menyatakan rasa syukurnya dan berterima kasih kepada DKPP.
Ia mengaku bahwa keputusan tersebut membebaskannya dari tugas berat sebagai Ketua KPU.
"Saya bersyukur dan mengucapkan terima kasih kepada DKPP yang telah membebaskan saya dari tanggung jawab berat sebagai anggota KPU yang bertugas mengawasi pemilu," kata Hasyim dalam pernyataannya pada Rabu (03/07/2024).
Hasyim juga menyampaikan permohonan maaf kepada para jurnalis atas kata-kata atau tindakannya yang mungkin kurang berkenan.
"Kepada rekan-rekan jurnalis yang telah berinteraksi dan berhubungan dengan saya, saya ingin mengungkapkan permohonan maaf jika ada kata-kata atau tindakan telah menyinggung perasaan," lanjut sosok kontroversial itu.
Apa Pelajaran untuk KPK?
Anggota Komisi II DPR RI dari Fraksi PKS, Aus Hidayat Nur, menyatakan bahwa dirinya tidak heran dengan keputusan DKPP yang memberhentikan Hasyim Asyari.
Menurutnya, keputusan ini sudah sewajarnya diambil karena Hasyim telah beberapa kali tersandung masalah etik.
"Pak Hasyim sudah beberapa kali diperiksa oleh DKPP. Lembaga penyelenggara pemilu kena imbasnya karena kasus susila tersebut," kata Aus pada Rabu (03/06/2024).
Tanggapan Aus memiliki alasan logis. Hasyim sebelumnya telah menerima berbagai sanksi etik.
Kasus pertama adalah ketika ia melakukan perjalanan ke Yogyakarta bersama Mischa Hasnaeni Moein, tokoh dari Partai Emas yang juga membiayai tiket Hasyim.
Kejadian itu berlangsung pada 18 Agustus 2022 lalu dan berpotensi menimbulkan konflik kepentingan, sehingga DKPP memberikan peringatan keras terakhir.
Sementara pada kasus kedua, Hasyim dianggap lalai dalam menerapkan pasal 8 ayat 2 Peraturan KPU No. 10 tahun 2023 tentang keterwakilan perempuan dalam Pemilu sesuai ketentuan UU.
Akibatnya, ia kembali dijatuhi peringatan keras pada 10 Oktober 2023.
Kasus lain adalah teguran keras saat ia bersama enam anggota KPU lainnya menerima pencalonan Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden tanpa merevisi PKPU 19 tahun 2023.
Hasyim juga kembali mendapat teguran dalam perkara pencoretan anggota KPU terpilih dari Sumatra Utara, Linda, dengan alasan keanggotaan partai politik.
Terkait kasus tersebut, DKPP juga menjatuhkan sanksi peringatan kepada Hasyim.
Menurut Aus, pemecatan Hasyim tidak akan mengganggu proses pilkada yang sedang berjalan.
Terpisah, peneliti dari Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Fadli Ramadhanil, menyatakan putusan DKPP memengaruhi kepercayaan publik terhadap KPU.
Ia juga menekankan pentingnya penggantian antar waktu (PAW) untuk menempati posisi ketua KPU.
"Kepercayaan masyarakat tentu berkurang, tetapi KPU adalah lembaga yang hirarkis dan sistematis. Penggantian Hasyim harus segera dilakukan melalui mekanisme PAW," ujarnya.
Fadli mendesak presiden harus segera menerbitkan surat keputusan pemberhentian dan memilih nama PAW sesuai hasil seleksi 2022.
Dengan pertimbangan demikian, maka sosok Viryan Azis menjadi sangat potensial untuk mengganti posisi Hasyim yang kontroversial.
Ahli Hukum Tata Negara Universitas Bengkulu, Beni Kurnia Illahi, mengatakan kasus dugaan pelanggaran asusila adalah upaya terakhir DKPP untuk menghukum Hasyim.
"Putusan ini akan menjadi pelajaran bagi anggota KPU lainnya untuk menjaga etik dan nama baik lembaga," ujarnya.
Meski amar putusan tidak secara langsung mempengaruhi tahapan pilkada, dampaknya terhadap kredibilitas KPU tentu sangat besar.
"Guncangan terhadap kredibilitas organisasi pasti terjadi karena ketua dipecat akibat kasus asusila," tambah Fadli.
Putusan DKPP menegaskan pentingnya menjaga integritas dan profesionalisme dalam penyelenggaraan pemilu, serta memberikan pelajaran berharga bagi seluruh anggota KPU untuk tidak melanggar etik.
Harapan dan Apresiasi CAT
CAT yang datang langsung dari Belanda untuk menghadiri sidang, menyatakan rasa puasnya atas keputusan DKPP.
Ia mengapresiasi keberanian DKPP dalam menegakkan keadilan.
"Saya datang dari Belanda untuk menghadiri persidangan secara langsung. Karena saya sendiri ingin mengikuti dan melihat bagaimana keadilan di Indonesia ditegakkan," ujar CAT.
Ia juga berterima kasih kepada tim kuasa hukumnya yang telah mendampingi selama persidangan ini, meskipun prosesnya sangat tidak mudah.
Dirinya berharap keputusan tersebut dapat menginspirasi korban lainnya untuk berani memperjuangkan keadilan.
Profil Singkat Hasyim Asy'ari
Hasyim Asy'ari lahir di Pati, Jawa Tengah pada 3 Maret 1973 (51 tahun).
Dia terpilih sebagai Ketua KPU RI periode 2022-2027 setelah sebelumnya menjabat sebagai Komisioner KPU RI sejak 2016 menggantikan Husni Kamil Manik melalui sistem pergantian antarwaktu (PAW).
Sebelum masa jabatannya di tingkat nasional, Hasyim telah berpengalaman sebagai Komisioner KPU Provinsi Jawa Tengah dari 2003 hingga 2008.
Hasyim memperoleh gelar sarjana hukum dari Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto pada tahun 1995.
Setelah lulus, dia melanjutkan pendidikan magister sains dalam ilmu politik di Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta pada 1998.
Gelar doktoralnya dalam sosiologi politik berhasil diselesaikan di University of Malaya, Malaysia pada 2012.
Sebagai seorang akademisi, ia telah mengajar di berbagai institusi, termasuk Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, Semarang, serta Program Doktor Ilmu Kepolisian di Sekolah Tinggi Ilmu Kepolisian (STIK) dan Lemdiklatpolri Jakarta sejak 2016.
Selain kiprahnya dalam bidang akademis dan kepemiluan, Hasyim juga aktif dalam organisasi kepemudaan, termasuk perannya sebagai Kepala Satkorwil Banser Jawa Tengah dari 2014 hingga 2018.
Prestasinya diakui dengan penerimaan tanda kehormatan Satyalancana Karya Satya dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 2012 sebagai penghargaan atas dedikasinya dalam pelayanan publik.
Meski berhasil mencetak sejumlah rekor akademis, sosok Hasyim terbilang kontroversial.
Pemecatannya dari status sebagai ketua KPU menjadi fenomena gunung es dari deretan kasus yang pernah dilakukannya.
Editor: Defri Ngo