PARBOABOA, Jakarta - Prinsip dan penegakan nilai-nilai Hak Asasi Manusia (HAM) merupakan aspek penting yang tidak boleh dianggap sepele, termasuk di bidang pembangunan.
Aktivis HAM di bidang pembangunan, Beka Ulung Haspara pernah mengungkapkan kecenderungan pembangunan di Indonesia yang lebih berorientasi pada keuntungan ekonomi ketimbang penegakan HAM.
Beberapa contoh kebijakan pemerintah di bidang pembangunan yang menurut Beka berpotensi melanggar HAM, yakni UU Omnibus law dan Undang-Undang Minerba.
Tak hanya itu, glorifikasi pembangunan di Indonesia tegasnya telah menyebabkan konflik agraria yang berkepanjangan.
Ia menyebut hal itu mengacu temuan Komnas HAM yang menunjukkan sebanyak 30 % kasus yang diadukan ke lembaga tersebut adalah konflik agraria.
Selain itu, Beka menyinggung kasus-kasus di sektor pertambangan yang menyulut konflik warga sekitar lokasi.
Dalam sejumlah kasus, kata dia lubang tambang telah menelan banyak korban seperti yang pernah terjadi di Kalimantan dan beberapa daerah lain.
Yang memprihatinkan, proses penyelesaian kasus-kasus ini sangat lambat.
Menurut dia, hal ini hanya mau menunjukkan, kebijakan makro Indonesia mengabaikan hak asasi manusia dan lebih berorientasi pada pembangunan infrastruktur.
Di tengah kondisi di atas, apa upaya konkret yang mesti dilakukan agar pembangunan tidak menegasikan penegakan dan penghormatan HAM terutama di masa-masa yang akan datang?
Menteri Hukum dan HAM (MenkumHAM), Yasonna H. Laoly menegaskan, prinsip dan nilai-nilai HAM diwajibkan untuk diinternalisasikan ke dalam setiap kebijakan pemerintah.
Yasonna mengungkapkan hal itu saat menghadiri rapat kerja (Raker) pemajuan dan penegakan HAM yang diadakan oleh Direktorat Jenderal HAM Kementerian Hukum dan HAM di Jakarta, Senin (20/5/2024).
Bersamaan dengan perayaan Kebangkitan Nasional 20 Mei 2024, politisi PDIP itu mengingatkan peran semua pihak agar sama-sama berdiskusi menemukan solusi strategis masalah HAM.
Pemerintah, melalui KemenkumHAM tegas dia, memiliki tanggung jawab besar memastikan perlindungan HAM di semua sektor termasuk pembangunan.
Hal itu telah sesuai dengan ketentuan UU Nomor 39 Tahun 2008, di mana KemenkumHAM memiliki fungsi perumusan, penetapan dan pelaksanaan kebijakan di bidang hukum dan HAM.
Ke depan, untuk memastikan realisasi pemajuan HAM di sektor pembangunan, KemenkumHam akan meningkatkan kerja sama yang melibatkan Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah dan kelembagaan nasional bidang HAM seperti Komnas HAM, Komnas Perempuan, Komnas Anak dan Komnas Disabilitas.
"Berupaya dan memastikan seluruh elemen untuk berkomitmen menerapkan HAM baik ketika membuat maupun menjalankan kebijakan agar berdaya guna," tegas Yasonna.
Sementara itu, untuk mendukung penegakan Ham di bidang pembangunan, Direktorat Jenderal HAM meluncurkan beberapa programnya.
Program-program tersebut antara lain, peluncuran Indeks HAM untuk mengukur dampak kebijakan, perkembangan, kendala dan hambatan implementasi HAM di Indonesia.
Kemudian, sebagai tindak lanjut pelaksanaan Perpres 60 Tahun 2023, sudah ditetapkan Peraturan Menteri serta petunjuk pelaksanaan terkait dengan tata kerja Gugus Tugas Nasional dan Daerah.
Lalu, untuk memudahkan pelaku usaha dalam uji tuntasnya aplikasi PRISMA 2.0 dan dalam rangka optimalisasi pelaksanaan penanganan dugaan pelanggaran HAM, DITJEN HAM menggunakan Sistem Teknologi Informasi Pelayanan Komunikasi HAM (SIMASHAM) dengan versi 2.0 terbaru.
Direktur Jenderal HAM, Dhahana Putra menjelaskan selama raker para peserta rapat membahas sejumlah rencana aksi dan program strategis di bidang HAM guna mensukseskan pembangunan nasional.
Pada akhirnya, tegas Putra,"publik akan dapat merasakan penikmatan HAM yang lebih baik lagi kedepannya."
Raker program pemajuan dan penegakan HAM tahun 2024 melibatkan 285 peserta.
Tidak hanya dihadiri para pegawai di KemenkumHAM, raker ini juga diikuti oleh Anggota Gugus Tugas Nasional Bisnis dan HAM dan Lembaga HAM Nasional.
Editor: Gregorius Agung