PARBOABOA, Medan – Jepang yang dikenal dengan negeri matahari terbit dan kental dengan aroma teknologi mutakhir. Namun, ada sejarah kriminal bawah tanah yang selama berabad-abad ditakuti sekaligus menjadi daya tarik.
Adalah Yakuza, sebuah komunitas kriminal tertua di dunia yang menjunjung tinggi berbagai aturan menyangkut kehormatan, tradisi, ritual dan simbol. Hal ini yang menjadikan Yakuza unik jika dibandingkan dengan kelompok kriminal lain seperti mafia Italia, Rusia dan kartel di Amerika Latin.
Dilansir dari BBC, Kamis (02/05/2024), Yakuza terdiri dari 25 serikat atau “keluarga.” Termasuk di antaranya tiga serikat utama. Beberapa serikat inilah yang menjadi tempat bernaung ratusan sub kelompok melalui aturan hirarki yang ketat.
Yakuza lahir di Jepang kurang lebih empat abad lalu. Berawal dari para penguasa feodal dan samurai, Yakuza mendapatkan masa keemasannya di era 1960-an dan 1980-an. Di mana saat itu, anggota Yakuza mencapai lebih dari 180 ribu orang.
Tradisi yang stagnan, kemajuan zaman serta penindakan hukum yang semakin tegas membuat Yakuza kehilangan banyak anggotanya. Hingga kini anggota Yakuza sekitar 10 ribuan orang belum termasuk non-anggota dan partisannya.
Menurut catatan sejarahnya, nama Yakuza berasal dari angka 8,9 dan 3 (dalam bahasa jepang pengucapannya adalah ya, ku, sa). Angka-angka ini merupakan yang sangat buruk dalam sebuah permainan kartu tradisional Jepang bernama Oicho-kabu.
Mitos angka buruk ini karena dinilai punya konotasi dengan nasib buruk atau kesialan. Inilah alasannya banyak anggota Yakuza lebih memilih nama gokudo (jalan ekstrim) atau ninkyo dantai (organisasi terhormat).
Kemunculan Yakuza dimulai pada abad ke-17 di kalangan kelompok marginal masyarakat feodal Jepang. Seperti tekiya (penjual keliling), bakuto (penjudi keliling) dan juga samurai atau ronin (samurai tanpa majikan).
Dari para ronin inilah akhirnya Yakuza berkembang menjadi beberapa serikat institusi kriminal. Sementara Tekiya dan Bakuto mengadopsi beberapa tradisi samurai seperti kode etika kehormatan yang ketat serta ritual kesetiaan yang merupakan salah satu budaya organisasi Yakuza.
Tradisi samurai juga memberikan struktur hierarki yang ketat dengan aturan yang didasarkan pada rasa saling menghormati, patuh dan yang paling penting adalah kesetiaan mutlak kepada ketua atau oyabun.
Akar sejarah Yakuza berasal dari zaman feodal Jepang. Nilai inilah yang telah tertanam selama berabad-abad dalam masyarakat Jepang mulai dari kalangan eksklusif di Tokyo hingga dunia bawah tanah.
Sosiolog yang juga penulis beberapa buku tentang mafia Jepang, Noboru Hirosue mengatakan Yakuza mempertahankan kode kehormatan yang menjunjung tinggi maskulinitas tradisional.
“Gagasannya hidup dan mati seperti manusia,” ujarnya.
Pria yang juga dianggap salah satu pakar terkemuka di dunia dalam bidang ini menuturkan anggota Yakuza meyakini bahwa mereka harus mengabdikan diri, baik secara fisik maupun mental kepada organisasi.
Selain itu, kesetiaan merupakan sebuah kehormatan yang tidak tergoyahkan kepada oyabun. “Jika diperlukan, bahkan sampai mengorbankan nyawa,” katanya.
Ideologi Yakuza adalah kode kehormatan berdasarkan konsep giri (kewajiban) dan ninjo (kemanusiaan). Giri adalah sebuah hutang yang terhormat yang harus dibayarkan setiap anggota kepada atasannya.
Sedangkan ninjo adalah empati terhadap orang lain sebagai penyeimbang kerasnya giri dalam struktur Yakuza yang kaku.
Dua prinsip ini didasari dengan semangat pengorbanan diri yang sangat mendalam. Hal ini mengarahkan anggotanya untuk mengutamakan kepentingan kelompok di atas kepentingan pribadi.
Misalnya ritual yubitsume, di mana seorang anggota akan memotong sebagian jarinya (biasanya jari kelingking), sebagai bentuk penebusan dosa atau permintaan maaf kepada oyabun atas kesalahannya atau kesalahan anggotanya (orang yang berada di bawah tanggung jawabnya).
Walaupun ritual ini semakin jarang terjadi. Sekarang, anggota Yakuza lebih membayar denda secara finansial untuk menebus kesalahan.
Selain itu ada lagi ritual sakazuki yang merupakan sebuah acara inisiasi di mana anggota baru akan berbagi sake (minuman khas Jepang) dengan bosnya.
Tradisi ini melambangkan adopsi kobun (anggota baru keluarga) yang dianggap sebagai putra oyabun dan bersumpah untuk setia kepada ketuanya.
Hirosue memaparkan bahwa kelompok Yakuza memiliki hubungan kekeluargaan semu. Di mana atasan disebut aniki atau kakak laki-laki. Sedangkan saudara laki-laki bos disebut onisan atau paman. “Istri bos disebut anesan atau kakak perempuan,” paparnya.
Sementara itu, dalam bidang politik organisasi Yakuza cenderung tidak memiliki ideologi politik. Namun, Yakuza cenderung mengidentifikasi dirinya dengan kelompok sayap kanan dan ekstrem kanan Jepang.
Terkadang, Yakuza bekerjasama dengan partai politik konservatif. Walaupun partai politik seringkali menyangkal hubungan dengan Yakuza untuk menjaga citra bersih mereka.
Salah satu keunikan dari Yakuza adalah tidak pernah berstatus terlarang atau ilegal. Meskipun aktivitas mereka dibatasi oleh aturan dan undang-undang yang ketat. Berbeda halnya dengan organisasi kriminal di beberapa negara lain yang cenderung terlarang dan sangat tertutup.
Dalam sebuah catatan akademis menyebutkan bahwa Yakuza mendapatkan hak untuk bebas berserikat dan berkumpul dalam pasal 21 Konstitusi Jepang. Tentunya selama tidak mengancam keamanan nasional, moralitas atau ketertiban umum.
Bahkan, sampai akhir abad ke-20, beberapa markas Yakuza memasang plakat dan memiliki nomor telepon yang terdaftar. Tak hanya itu, para anggotanya dengan bebas bisa membagikan kartu nama di beberapa pertemuan.
Akan tetapi, saat ini hal tersebut tidak lagi terjadi. Dalam tiga dekade terakhir pemerintahan Jepang semakin memperketat undang-undang. Dalam rangka melemahkan pendanaan kelompok yang dikenal kriminal ini.
Pemerintah Jepang semakin mengisolasi, menghambat dan mengurangi pengaruh Yakuza di tengah masyarakat. Para anggota Yakuza saat ini selalu berada di bawah pengawasan pihak berwenang dalam keadaan semi rahasia.
Pendanaan Yakuza biasanya melalui bisnis perjudian, penagihan hutang, pinjaman ilegal, jaringan prostitusi, pemerasan misalnya mikajimeryo atau pembayaran perlindungan serta perdagangan narkoba dan banyak lagi.
Akan tetapi, gurita bisnis Yakuza bukan hanya di dunia kriminal. Yakuza juga terlibat dalam beberapa perusahaan yang sah seperti real estate, konstruksi, pembongkaran, perdagangan saham atau pengiriman tenaga kerja.
Salah satu ciri khas dari seorang anggota Yakuza adalah tato yang selalu ada di tubuhnya. Seni tato ini dikenal dengan nama irezumi.
Hirosue mengatakan, dalam budaya Jepang tati dikaitkan dengan pekerjaan berisiko. Misalnya nelayan dan penambang batubara.
“Tato menjadi salah satu identifikasi bagi korban bila wajahnya tidak dapat dikenali,” ujar Hirosue.
Namun, seiring berjalannya waktu, tato menjadi sebuah simbol kejahatan yang terorganisir dan eksklusif.
Gambar yang sering ada dalam tato para anggota Yakuza seperti ikan koi, bunga sakura, prajurit samurai, naga serta elemen tradisional Jepang lainnya. Gambar dalam tato ini mengidentifikasikan aspek kepribadian, pencapaian atau kisah hidup penggunanya.
Selain tato, Yakuza juga menggunakan simbol seperti bendera dan elemen visual lain untuk mengidentifikasi anggotanya dan afiliasi mereka.
Simbol yang digunakan biasanya mencakup alam dan mitologi Jepang yang memiliki makna khusus dalam Yakuza seperti kekuatan, kesetiaan dan kemampuan mengatasi kesulitan.
Hal unik lainnya dari Yakuza dibandingkan komunitas kriminal di negara lain adalah mereka jarang menggunakan senjata api dan melakukan kekerasan. “Jika mereka menggunakan kekerasan cenderung dengan senjata tajam,” urai Hirosue.
Senjata tajam seperti pisau saku, pisau samurai atau katana. Walaupun umumnya Yakuza tidak memerlukan senjata tajam untuk melakukan aksinya.
Biasanya, mereka cukup menyebutkan nama organisasinya untuk menjalankan kekuasaan. Namun, sebuah catatan penting untuk diketahui, apabila Yakuza melakukan kekerasan akibatnya bisa sangat fatal.
Hal inilah yang membuat Yakuza sangat ditakuti, yaitu mereka bersedia melakukan pembunuhan jika berhadapan dengan konflik kepentingan. “Pada akhirnya akan mengakibatkan kematian lawan,” tandas Hirosue.
Editor: Fika