Ojol Bertahan di Tengah Ancaman Ketidakpastian Subsidi BBM

Ojol Bertahan di Tengah Ancaman Ketidakpastian Subsidi BBM. (Foto:Instagram/@ojolgariskeras)

PARBOABOA, Jakarta - Polemik kebijakan subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) kembali menyeruak, kali ini menyasar nasib pengemudi ojek online (ojol).

Wacana pencabutan akses BBM bersubsidi bagi pengemudi ojek online (ojol) jelas menjadi topik yang kontroversial.

Langkah ini tidak hanya memancing perdebatan , tetapi juga berpotensi memicu gelombang protes yang meluas.

Tak heran, kebijakan semacam ini membuka peluang terjadinya aksi besar-besaran dari komunitas ojol yang merasa hak mereka terabaikan.

Lantas, apakah kebijakan ini benar-benar mencerminkan prinsip keadilan sosial?

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, menyatakan bahwa layanan ojek daring atau ojek online (ojol) tidak termasuk dalam rencana kebijakan penerima subsidi BBM.

Menurutnya, ojol bukan moda transportasi umum berpelat kuning, melainkan bentuk usaha dari korporasi atau perorangan yang menyewakan kendaraan untuk ojek.

Bahlil di Jakarta Selatan pada Rabu (27/11/2024) menyatakan bahwa ojek online (ojol) tidak masuk dalam kriteria untuk subsidi.

Ia menambahkan, ojek digunakan untuk usaha, dan sebagian besar motor yang digunakan oleh pengemudi ojol adalah milik pengusaha atau orang lain yang mempekerjakan mereka.

Ia pun mempertanyakan logika pemberian subsidi kepada kelompok seperti ini.

Namun, saat dikonfirmasi lebih lanjut, Bahlil menegaskan bahwa kebijakan tersebut belum final.

Kajian masih berlangsung untuk menentukan siapa saja yang layak menerima subsidi BBM, termasuk posisi ojol.

Ia menyampaikan bahwa proses tersebut masih dalam tahap exercise, sehingga perlu menunggu hingga exercise selesai sebelum diungkap, karena belum ada keputusan final.

Namun, pernyataan Bahlil mengenai rencana penghapusan subsidi BBM bagi pengemudi ojol memicu kemarahan di kalangan mereka.

Ketua Asosiasi Pengemudi Ojek Daring Garda Indonesia, Igun Wicaksono, menilai keputusan tersebut adalah pukulan telak bagi pengemudi ojol yang sudah menghadapi berbagai kesulitan.

Ia menegaskan, jika sampai ojol tidak dapat menerima atau mengisi BBM bersubsidi nanti, “maka pastinya akan terjadi gelombang aksi unjuk rasa besar-besaran di seluruh Indonesia,” tegas Igun, Jumat (29/11/2024).

Ia juga menilai alasan bahwa ojol bukan angkutan publik tidak relevan.

Sebab, subsidi BBM selama ini diharapkan menjadi bentuk perhatian pemerintah terhadap nasib ojol yang penghasilannya sudah minim.

Ia menjelaskan, ojol ini penghasilan tidak seberapa, “bahkan sudah menjadi sapi perah dari perusahaan aplikasi, malah akan diperas lagi oleh pemerintah,” tambahnya.

Selain itu, Igun meminta Menteri ESDM melihat langsung realitas ojol di lapangan.

Dengan pembatasan subsidi BBM, ia memprediksi inflasi akan melonjak akibat besarnya jumlah armada ojek online—sekitar 4 juta kendaraan—serta pengguna jasanya yang mencapai 21 juta orang.

Sementara itu, Ketua Perkumpulan Armada Sewa Indonesia (APAS), Wiwit Sudarsono, menyatakan pemerintah mengabaikan rekomendasi Focus Group Discussion (FGD) yang pernah digelar Kemenhub.

FGD itu menyepakati subsidi BBM bagi taksi dan ojol, sebagaimana diatur dalam UU Nomor 22 Tahun 2009 dan Permenhub Nomor 17 Tahun 2019, yang mendefinisikan ojol sebagai angkutan umum.

Wiwit menyampaikan bahwa pernyataan Menteri ESDM yang menyebut ojol tidak termasuk dalam kategori penerima BBM bersubsidi sangat menyakitkan hati mereka.

Ia juga menekankan bahwa ojek online adalah sarana transportasi roda dua yang keberadaannya sangat dibutuhkan oleh masyarakat.

Selain protes, Wiwit mengkhawatirkan dampak ekonomi yang akan dirasakan para pengemudi.

Saat ini, pendapatan ojol semakin menurun akibat kompetisi ketat di industri ride hailing.

Pihaknya berharap pemerintah bijak dalam mengambil kebijakan, serta dapat mengkaji ulang berdasarkan asas keadilan.

Pakar Ekonomi dan Energi UGM, Fahmy Radhi, turut mengkritik kebijakan tersebut.

Ia menyebut larangan BBM bersubsidi untuk ojol sebagai kebijakan blunder yang berisiko meningkatkan inflasi dan menurunkan daya beli masyarakat.

“(Kebijakan ini) harus dikaji ulang. Kalau diterapkan, hanya akan membebani pengemudi ojol,” ujarnya.

Hasil survei Balitbang Kemenhub 2022 menunjukkan, sebagian besar pengemudi ojol hanya memperoleh pendapatan harian sebesar Rp50-100 ribu.

Dengan pengeluaran serupa untuk kebutuhan BBM dan makan, pendapatan bersih mereka hampir tidak ada.

Majelis Profesi Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI), Muslich Zainal Asikin, menambahkan, pengemudi ojol selalu menjadi pihak yang paling dirugikan dalam hubungan kerja dengan perusahaan aplikasi.

Ia mengusulkan pemerintah untuk turun tangan, tidak hanya memberikan akses BBM bersubsidi, tetapi juga memperjuangkan status hukum pengemudi ojol.

“Pemerintah harus menjadi mediator. Jangan hanya aplikator dan negara yang untung dari ekosistem ride hailing ini,” pungkas Muslich.

Di sisi lain, Menteri Sosial RI, Saifullah Yusuf, menyatakan wacana penghapusan subsidi BBM bagi ojol masih dalam tahap simulasi.

Semua masih simulasi, “jadi tunggu saja,” ujar Saifullah di Jakarta, Minggu (1/12/2024).

Editor: Norben Syukur
TAG :
Baca Juga
LIPUTAN KHUSUS