PARBOABOA - Peristiwa Rengasdengklok adalah salah satu tonggak bersejarah yang mengukir babak baru dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia.
Terjadi pada 16 Agustus 1945 di Rengasdengklok, sebuah daerah kecil di Karawang, peristiwa ini melibatkan para pemuda pejuang yang gigih dan tekad bulat, menghadapi perselisihan, pertikaian dan perbedaan pendapat antara golongan tua dan golongan muda.
Di tengah situasi politik yang kritis pasca Jepang menyerah, Belanda berusaha untuk merebut kembali kendali atas Indonesia dengan mengirimkan tentaranya ke wilayah-wilayah strategis.
Namun, pemuda pejuang yang mewakili semangat pergerakan kemerdekaan berpendapat bahwa Indonesia harus segera menyatakan kemerdekaannya tanpa menunggu campur tangan pihak lain.
Lalu, siapa saja pemuda tersebut? Dan apa perannya dalam peristiwa Rengasdengklok? Mari kita mempelajari sejarah kemerdekaan Indonesia melalui ulasan di bawah ini.
Latar Belakang Terjadinya Peristiwa Rengasdengklok
Peristiwa ini bermula pada tanggal 15 Agustus 1945, sore hari. Para pemuda anti Jepang mendengar kabar bahwa Jepang menyerah tanpa syarat kepada sekutu.
Saat itu tengah terjadi Peristiwa bom atom pada tanggal 6 Agustus 1945. Berita kekalahan Jepang tentu menjadi angin segar bagi para pemuda Indonesia.
Ada harapan namun ada juga kecemasan dibaliknya. Pasalnya, kabar tersebut diperoleh dari pemuda Indonesia yang sebagian bekerja di kantor berita Jepang melalui siaran radio BBC (British Broadcasting Corporation) pada 10 Agustus 1945.
Mendengar hal itu, golongan muda berfikir bahwa saat itu adalah waktu yang tepat untuk menggabungkan informasi yang mempertegas status kemerdekaan bangsa Indonesia.
Ketika Soekarno-Hatta kembali ke Indonesia, Sutan Syahrir yang berasal dari golongan muda menyampaikan informasi bahwa Jepang sudah menyerah tanpa syarat kepada sekutu dan mendesak agar segera melakukan memproklamasikan kemerdekaan Indonesia.
Namun, usul Syahrir tidak berbuah manis. Bung Hatta menyampaikan bahwa proklamasi kemerdekaan, harus melalui persetujuan PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia) terlebih dahulu.
Bung Hatta pun mengajak Sutan Syahrir untuk datang ke kediaman Soekarno untuk menyampaikan berita tersebut. Namun sama, proklamasi tidak mungkin diadakan tanpa persetujuan dari PPKI.
Di sisi lain, golongan muda tidak sepakat dan bersikeras bahwa kemerdekaan Indonesia harus diperoleh dan diperjuangkan oleh bangsa sendiri tanpa campur tangan dari pihak asing manapun.
Mereka mementahkan segala saran yang melibatkan peran PPKI dalam memproklamasikan kemerdekaan RI karena menganggap PPKI adalah organisasi campur tangan Jepang. Hal itulah yang menjadi tombak awal terjadinya Peristiwa Rengasdengklok.
Hasil Kesepakatan pada Peristiwa Rengasdengklok
Diawali dengan gagalnya Golongan Muda meyakinkan Golongan Tua mempercepat proklamasi memicu niat Golongan Muda untuk menculik Soekarno-Hatta. Aksi tersebut merupakan hasil kesepakatan dalam rapat yang diadakan Golongan Muda pada tanggal 16 Agustus 1945, dini hari.
Tujuan dari penculikan yang dilakukan kaum muda adalah untuk menjauhkan Soekarno-Hatta dari pengaruh Jepang yang menjadi penghalang proklamasi kemerdekaan Indonesia.
Kedua tokoh ini kemudian dijemput oleh Golongan Muda dan dibawa ke Rengasdengklok lalu menempatkan mereka di kediaman Djiaw Kie Song.
Di sisi yang lain pada hari yang sama, rapat PPKI yang harusnya digelar pada saat itu menjadi tertunda karena hilangnya dua tokoh penting dalam rapat. Ahmad Soebardjo, dari Golongan Tua mencoba menjemput Soekarno-Hatta.
Namun, tentu bukanlah hal yang mudah bagi Ahmad Soebardjo untuk membawa kembali kedua tokoh. Perdebatan dan perselisihan pun kembali terjadi dengan golongan muda hingga terjadilah kesepakatan, bahwa proklamasi akan dilaksanakan pada tanggal 17 Agustus 1945 di Jakarta.
Manfaat Peristiwa Rengasdengklok bagi Indonesia
Peristiwa Rengasdengklok mempunyai peran yang mendalam atas terselenggaranya Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Rengasdengklok, kini bukan hanya menjadi nama tempat, tetapi juga menjadi saksi bisu dari perjuangan dan penyuaraan kemerdekaan bangsa dari belenggu penjajah.
Segala aksi yang terjadi di Rengasdengklok menciptakan sejarah baru bagi Indonesia. Jika saja kala itu Golongan Muda tidak melakukan penculikan pada tokoh, ada kemungkinan proklamasi tidak akan diadakan pada tanggal 17 Agustus 1945.
Namun, gelora semangat pemuda yang membara untuk merdeka mendorong mereka untuk terus mencoba hingga terjadi kesepakatan, pada 17 Agustus 1945 diadakan pembacaan proklamasi yang disaksikan oleh rakyat Indonesia dan kini menjadi hari nasional bangsa Indonesia.
Bunyi Teks Proklamasi
Berikut adalah teks Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia yang dibacakan oleh Ir. Soekarno dan Drs. Mohammad Hatta pada tanggal 17 Agustus 1945:
"PROKLAMASI
Kami bangsa Indonesia dengan ini menjatakan kemerdekaan Indonesia.
Hal-hal jang mengenai pemindahan kekoeasaan ddan lain-lain, diselenggarakan dengan cara seksama dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnja.
Djakarta, hari 17 boelan 8 tahoen 05
Atas nama bangsa Indonesia
Soekarno/Hatta"
Teks Proklamasi di atas merupakan pernyataan resmi bahwa Indonesia telah merdeka dari penjajahan dan berdiri sebagai negara merdeka yang berdaulat.
Proklamasi ini merupakan titik awal perjalanan panjang bangsa Indonesia sebagai negara yang merdeka dan berdaulat. Tanggal 17 Agustus kemudian ditetapkan sebagai Hari Kemerdekaan Republik Indonesia dan diperingati setiap tahun sebagai momen bersejarah dalam sejarah bangsa.
Pemuda sebagai Pelopor Proklamasi dan Tokoh di Baliknya
Peristiwa Rengasdengklok tidak lepas dari peran pemuda yang memiliki jiwa pahlawan. Sikap berani dan semangat yang dimiliki kini mengukir sejarah bagi Indonesia.
Aksi berani pemuda yang membawa dan mengasingkan dua tokoh penting Indonesia, Soekarno-Hatta ke Rengasdengklok secara tidak langsung mempercepat terjadinya proklamasi kemerdekaan yang lebih cepat yang berakhir menjadi sejarah membekas bangsa Indonesia. Segala tekat dan niat Golongan Muda tentu menjadi pemantik proklamasi disuarakan dengan segera.
Seperti Chaerul Saleh, sebagai pelopor dari Golongan Muda yang mendesak agar Ir. Soekarno dengan cepat memproklamasikan Kemerdekaan Indonesia. Ia tidak sendiri, didukung oleh Asmarahadi, Sayuti Melik, A.M. Hanafi, Soediro, S.K Trimurti dan Sayuti Melik. Merekalah yang mengunjungi Soekarno saat berpulang ke Tanah Air dari Vietnam, pada 14 Agustus 1945.
Lalu ada juga Wikana, Soeroto, darwis, Soebadio, Chaerul Salah, Dojhari Nur dan Yusuf Kunto, yang mengadakan rapat penculikan Soekarno-hatta ke Rengasdengklok pada 16 Agustus 1945 di Cikini. Aksi penculikan tersebut pun diperani oleh Sudanco Singgih, Wikana, Chaerul Saleh, dr. Muwardi dan Yusuf Kunto.
Dalam penyusunan naskah teks, juga tidak lepas dari saran pemuda seperti Sukarni yang berakhir ditandatangani oleh Soekarno dan Mohammad Hatta dan diketik oleh Sayuti Melik.
Usai pembacaan teks proklamasi, ada SK Trimurti yang membawa bendera lalu dikibarkan oleh Suhud dan Latief Hendraningrat saat proklamasi kemerdekaan.
Peristiwa Rengasdengklok menjadi lambang gelora semangat pemuda dalam memperjuangkan kemerdekaan RI termasuk jiwa pahlawan pemuda dalam menghadapi tekanan penjajah.
Kendati dari Peristiwa Rengasdengklok, kemerdekaan Indonesia juga tidak bisa lepas dari semangat juang seluruh rakyat Indonesia untuk bersama menjaga dan meraih kemerdekaan.
Mengetahui peran pemuda yang terjadi, diharapkan semangat juang dan cinta tanah air tidak berhenti di masa penjajahan saja.
Kini, Pemuda harus tetap memiliki semangat dalam mempertahankan bangsa. Peran pemuda sekarang tidak lagi dalam mengusir penjajah, tapi bagaimana agar Indonesia tetap menjadi rumah ditengah perbedaan, menjadi negara maju yang mampu bersaing antar negara, dan tetap menjadi bangsa yang tidak mudah terpecah belah.
Peristiwa Rengasdengklok telah meninggalkan warisan berharga bagi Indonesia. Semangat perjuangan, persatuan, dan patriotisme yang terpancar dari peristiwa tersebut menjadi pendorong bagi bangsa ini untuk terus maju dan menghadapi masa depan dengan optimisme.
Sebagai warga negara Indonesia, mari kita selalu menghargai dan mengenang peristiwa bersejarah ini, serta berkomitmen untuk membangun Indonesia yang lebih maju dan bermartabat.
Editor: Sari