parboaboa

Kala Tabungan, SDM dan Infrastruktur jadi Kambing Hitam Kegagalan Pertumbuhan Ekonomi

Gregorius Agung | Ekonomi | 12-06-2024

Pertumbuhan ekonomi Indonesia tak mencapai target 7 persen. (Foto; Dokumen Kementerian Keuangan)

PARBOABOA, Jakarta - Presiden Jokowi pernah menargetkan pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai angka 7 persen.

Namun, nyatanya, selama 10 tahun kepemimpinan Mantan Walikota Solo itu capaian pertumbuhan ekonomi dalam negeri hanya mencapai angka 5 persen.

Managing Economy and Policy Studies (PEPS), Anthony Budiawan dalam keterangan tertulis yang diterima Parboaboa, Rabu (12/6/2024) mengatakan, ini merupakan sebuah kegagalan besar dan patut disesalkan.

Menurut Anthony, angka 5 persen di atas pun diduga sebagai penggelembungan melalui inflasi untuk menghasilkan angka yang diinginkan.

"Ada penggelembungan melalui angka inflasi untuk menghasilkan pertumbuhan yang diinginkan," kata Anthony.

Tak hanya itu, masih dalam 10 tahun terakhir, kata dia, angka kemiskinan hanya turun sebesar 6 persen, yaitu dari 10,96 persen pada 2014 menjadi 9,36 persen pada tahun 2023.

Hal ini diperparah dengan jurang antara si kaya dengan si miskin yang semakin lebar.

"Indeks kesenjangan pendapatan, sekali lagi pendapatan, paling sedikit mencapai 0,55. Artinya sangat buruk," tegasnya.

Diketahui, karena gagal mencapai angka 7 persen, Jokowi menurunkan target pertumbuhan ekonomi menjadi 5,5-6,2 persen. Namun target ini pun gagal.

Menteri Keuangan, Sri Mulyani menjelaskan perihal kenapa pertumbuhan ekonomi Indonesia stagnan sehingga tidak mencapai target.

Dalam Rapat Dengar Pendapat dengan anggota Komisi XI DPR RI, Rabu (5/6/2024), perempuan yang akrab disapa Ani itu menjelaskan, pertumbuhan ekonomi sulit menyentuh angka 6 persen ke atas karena masalah struktural.

Ia menyebut, terdapat 3 masalah struktural yang paling mendasar yaitu, tabungan masyarakat yang rendah, kualitas SDM belum memadai serta infrastruktur, baik infrastruktur digital, regulasi dan birokrasi yang juga tidak memadai.

Anthony Budiawan menanggapi penjelasan Sri Mulyani dengan menyatakan, Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu gagal paham.

Selain gagal paham, ia menegaskan Sri Mulyani cenderung mengkambing-hitamkan SDM, tabungan dan infrastruktur untuk menutupi kegagalan pemerintah.

Sri Mulyani memang menegaskan, ekonomi melambat karena tabungan domestik tidak cukup untuk memenuhi investasi domestik sehingga dibutuhkan Penanaman Modal Asing (PMA).

Menurut Anthony ini sebuah pendapat yang salah. Sebab faktanya kata dia, pada tahun 1970 dan 1980 - disaat tabungan domestik hanya 10,36 persen dan 29,17 persen pertumbuhan ekonomi mencapai rata-rata diatas 7 persen.

Adapun kondisi saat ini, tabungan domestik sebesar 39,3 persen, jauh lebih besar dua periode di atas. Berdasarkan fakta ini lanjut Anthony, perlambatan ekonomi akibat tabungan domestik yang kecil tidak dapat dibenarkan.

Beberapa negara lain juga mengalami hal yang sama. Misalnya Korea Selata, Thailand, Malaysia dan Singapore. Negara-negara ini mencatat pertumbuhan ekonomi yang sangat spektakuler di tengah tabungan domestik yang sangat rendah. 

Begitupun dengan SDM dan infrastruktur. Anthony menerangkan di periode yang sama, yaitu tahun 1970 dan 1980 SDM dan infrastruktur sangat terbatas.

Namun ditengah keterbatasan itu, pertumbuhan ekonominya bisa menyentuh angka 7 persen. Karena itu, demikian ia menyatakan, menyalahkan SDM sebagai faktor perlambatan pertumbuhan ekonomi juga tidak masuk akal.

"Ini hanya untuk mencari kambing hitam dan untuk menutupi kegagalan," kata Anthony.

Lebih tidak masuk akal tegas Anthony ketika pemerintah mencari pembenaran dengan mengatakan, infrastruktur, regulasi dan birokrasi belum memadai.

Padahal instrumen ini dikendalikan sepenuhnya oleh pemerintah. Menurut Anthony ini sesuatu yang paradoks.

"Pemerintah teriak perbaik regulasi dan birokrasi tapi tanpa hasil. Revolusi mental digaungkan sejak 2014 tapi gagal total, tapi korupsi merajalela," tutupnya.    

Editor : Gregorius Agung

Tag : #Pertumbuhan Ekonomi    #Kemenkue    #Ekonomi    #PEPS    #Sri Mulyani   

BACA JUGA

BERITA TERBARU