parboaboa

Rupiah Semakin Melemah mendekati 16.500, Tanda-Tanda Krisis Ekonomi?

Fika | Ekonomi | 21-06-2024

Ilustrasi pelemahan nilai mata uang yang menjadi penanda datangnya krisis ekonomi di sebuah negara. (Foto: PARBOABOA/Fika)

Parboaboa, Jakarta - Kinerja mata uang Rupiah yang semakin melemah belakangan ini kerap dikaitkan dengan masa krisis yang pernah dialami Indonesia.

Mulai dari krisis 1997/1998 ataupun sekitar tahun 2008. Salah satu tanda yang menjadi pemicunya adalah pelemahan mata uang Rupiah yang sudah menyentuh angka Rp16 ribu lebih terhadap mata uang US Dollar.

Pengamat Ekonomi Sumatera Utara, Gunawan Benjamin membantah hal ini. Menurutnya, situasi saat ini berbeda dengan masa lalu. Melemahnya mata uang Rupiah yang menembus angka Rp16 ribu bukanlah indikatornya.

“Walaupun kinerja mata uang Rupiah tetap menjadi salah satu indikator yang bisa menjelaskan situasi ekonomi makro di tanah air,” ungkap Gunawan Benjamin kepada PARBOABOA, Jumat (21/06/2024).

Gunawan Benjamin menjelaskan, jika berbicara mengenai resesi atau krisis ekonomi, di masa pandemi Covid 19 Indonesia pernah mengalami pertumbuhan ekonomi negatif 2.07 persen di tahun 2020.

Di mana terjadi pertumbuhan negatif secara kuartalan yang resmi menunjukkan Indonesia masuk dalam jurang resesi.

Namun, saat pandemi Covid 19 tahun 2020, mata uang Rupiah memang sempat melemah hingga menyentuh angka Rp16.300-an per US Dollar.

Walaupun pelemahan mata uang Rupiah pada saat itu hanya kejutan sesaat di bulan Februari. Seiring ditemukannya kasus pasien Covid 19 yang menjadi titik permulaan pandemi Covid 19 di tanah air.

Selanjutnya, Rupiah berbalik menguat ke kisaran level Rp13.840 per US Dollar pada bulan Desember 2020. Padahal, saat itu pertumbuhan ekonomi di kuartal ke IV 2020 mencatatkan kontraksi atau resesi.

Belakangan ini, Gubernur Bank Indonesia, Menteri Keuangan, Kepala OJK dan LPS dipanggil oleh Presiden Joko Widodo terkait pelemahan mata uang Rupiah.

“Saya menilai, Rupiah bisa saja menguat seandainya The FED atau Bank Sentral AS benar-benar memangkas atau setidaknya memberikan gambaran kapan pemangkasan besaran bunga acuannya,” jelas Gunawan Benjamin.

Karena sikap The FED yang masih belum jelas kapan akan mulai memangkas bunga acuan, menjadi salah satu pemicu menguatnya US Dollar belakangan ini.

Jadi, US Dollar yang diuntungkan dengan kebijakan Bank Sentral AS tersebut, memaksa mata uang Rupiah untuk berada pada titik keseimbangan baru atau melemah.

Walaupun berkaca pada hitung-hitungan moneter hal tersebut terlihat lumrah terjadi. Akan tetapi, dampak dari depresiasi Rupiah terhadap masyarakat tidak bisa dianggap enteng.

Pasalnya, pelemahan Rupiah bisa membuat harga kebutuhan hidup sehari-hari mengalami kenaikan. Baik kebutuhan pokok seperti beras, BBM, bawang hingga produk olahan lainnya seperti mi instan dan banyak lagi.

“Di sinilah pentingnya sinergi antar lembaga pemerintah, sehingga upaya untuk mengendalikan Rupiah bukan hanya ada di pundak Bank Indonesia saja,” tutur Gunawan Benjamin.

Gunawan menerangkan, untuk mengendalikan Rupiah saat ini perlu pemerintah perlu menjaga kinerja ekspor (neraca dagang) yang belakangan mengalami tekanan seiring dengan memburuknya kondisi ekonomi negara lain atau mitra dagang.

“Kita perlu memastikan bahwa ketergantungan impor harus dikendalikan dalam posisi aman untuk menjaga neraca pembayaran. Kita perlu memastikan ekonomi tetap tumbuh dengan anggaran fiskal yang ada,” terangnya.

Masalah eksternal lain yang tidak kalah penting adalah upaya memitigasi dampak perang di negara lain. Ditambah perlambatan ekonomi maupun resesi di negara lain yang harus diwaspadai agar tidak merembet ke tanah air.

Menurut Gunawan Benjamin, masih banyak lagi hal lain yang harus dilakukan secara bersama-sama. Jadi bukan mengacu pada pelemahan mata uang Rupiah saja untuk menjelaskan situasi ekonomi di tanah air.

“Walaupun kita sepakat bahwa Rupiah yang stabil adalah yang paling aman bagi ekonomi nasional,” katanya.

Sebelumnya, kinerja Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada sesi pembukaan perdagangan ditransaksikan menguat di kisaran 6.838.

Di sisi lain, sejumlah bursa di Asia ditransaksikan mixed, di mana sebagian bursa di China memimpin koreksi pada perdagangan hari ini.

Kinerja IHSG melanjutkan penguatan di sesi perdagangan pagi, setelah pada perdagangan kemarin IHSG juga mampu menguat di tengah tekanan mata uang Rupiah.

Editor : Fika

Tag : #IHSG    #Krisis Ekonomi    #Ekonomi    #Pelamahan Rupiah   

BACA JUGA

BERITA TERBARU