PARBOABOA, Kuching - Penyelenggaraan festival musik yang ramah lingkungan dan berkelanjutan menjadi isu yang digaungkan Pemerintah Sarawak, Malaysia melalui Dewan Pariwisata Sarawak (STB) saat menyelenggarakan Festival Hutan Hujan Dunia atau Rainforest World Music Festival (RWMF) edisi ke-26, tahun ini.
Lewat isu itu, STB ingin mengedukasi semua yang terlibat selama tiga hari festival, mulai dari penonton, artis, penyelenggara dan stand UKM untuk menerapkan perilaku ramah lingkungan dan berkelanjutan.
Di antaranya larangan menggunakan plastik sekali pakai, tidak lagi menggunakan kertas sebagai bukti pembayaran untuk semua stand makanan dan minuman, penggunaan lebih banyak panel tenaga matahari hingga pengelolaan sampah di lokasi festival.
STB bahkan menyediakan pengisian air minum isi ulang di setiap sudut lokasi acara dan memperbanyak tong sampah disertai pemilahannya untuk mempermudah penonton festival menerapkan perilaku ramah lingkungan tadi.
Selain itu, untuk mengurangi emisi karbon dan mendorong partisipasi untuk penghijauan, STB juga menyediakan bus pulang-pergi ke lokasi acara.
Sehingga penonton dan pengunjung festival mengurangi penggunaan kendaraan pribadi yang berpotensi menghabiskan lebih banyak karbon dan membuat kemacetan.
Bahkan untuk tanda pengenal (name tag) media, STB menggunakan kertas daur ulang yang dapat ditanam dan kemudian menjadi tanaman sayuran seperti tomat dan selada.
"Kita ingin menunjukkan isu keberlanjutan itu tidak hanya untuk musik, tapi juga untuk kuliner, lingkungan dan semua aspek. RWMF menjadi platform internasional untuk mengedukasi kita semua untuk mengerti peranan kita sebagai masyarakat, pembuat kebijakan akan pentingnya isu keberlanjutan ini. Ini bukan hanya nasional Malaysia saja, tapi untuk dunia," kata CEO Sarawak Tourism Board, Sharzede Datu Haji Salleh Askor.
"Festival musik ini tidak hanya untuk musik, tapi juga untuk mengedukasi semua aspek tentang keberlanjutan, tambahnya.
Musisi Indonesia Kenalkan Alat Musik Bambu Ramah Lingkungan
Sementara itu, salah satu pengisi acara RWMF 2023 asal Indonesia, Rizal Hadi mengenalkan alat musik dari bambu, sebagai upayanya mengurangi penggunaan instrumen yang tidak ramah lingkungan.
Rizal lantas mencontohkan pembuatan gitar dari kayu yang harus menebang pohon berusia puluhan tahun. Sementara sebuah instrumen musik, bisa diciptakan lewat bahan-bahan sederhana, salah satunya bambu.
"Bambu merupakan keluarga rumput, bukan kayu dan ia (bambu) berkelanjutan, sehingga bisa menjadi bahan alternatif untuk membuat sebuah instrumen musik. Hal itu juga membuat kita lebih kreatif dan turut menjaga bumi," katanya kepada PARBOABOA, Sabtu (24/6/2023).
Apalagi di Indonesia atau Malaysia, kata Rizal, tanaman bambu lebih mudah ditemukan dan belum banyak musisi dunia yang menggunakan bambu sebagai instrumen mereka.
"Memang harus ada proses pemilihan dulu dan perawatan agar bambu tersebut awet karena terkadang bambu identik sebagai bahan yang tidak awet atau mudah lapuk. Kita telah menemukan cara agar bambu yang kami gunakan sebagai instrumen itu menjadi awet dan bisa dipakai dalam waktu lama," ungkapnya.
Ia menjelaskan, dengan perawatan yang tepat, peralatan yang terbuat dari bambu, termasuk alat musik bisa bertahan lebih dari 15 tahun.
"Sebenarnya bisa bertahun-tahun. Untuk instrumen bambu yang saya buat saja sudah lebih dari 15 tahun," kata Rizal.
Ia lantas berbagi cara agar bambu lebih awet digunakan, mulai dari pemilihan usia batang bambu hingga musim untuk memotong bambu.
"Bisa juga proses modern dengan menggunakan boraks acid untuk menjaga ketahanan batang bambu. Caranya, batang bambu direndam dan direbus menggunakan boraks acid, kemudian dijemur, tapi tidak di bawah panas matahari langsung," imbuh Rizal Hadi.