PARBOABOA, Jakarta - Pejuang lingkungan hidup dari Suku Awyu mengajukan permohonan intervensi ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta terkait gugatan korporasi PT Megakarya Jaya Raya dan PT Kartika Cipta Pratama terhadap Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK).
Dilansir dari Koalisi Selamatkan Hutan Adat Papua, salah satu pejuang lingkungan hidup dari Suku Awyu, Hendrikus Franky Woro mengatakan bahwa pihaknya sengaja datang ke Jakarta untuk mendukung negara dalam melindungi hutan Papua dari tangan-tangan orang yang dianggap akan melakukan perusakan.
“Gugatan kedua perusahaan itu akan berdampak kepada kehidupan suku Awyu, kami harus terlibat untuk mempertahankan hak-hak kami,” kata Hendrikus dalam keterangannya, Selasa (9/5/2023).
Dalam mempertahankan hutan mereka, Hendrikus juga turut melayangkan gugatan lingkungan hidup dan perubahan iklim ke PTUN Jayapura, Papua pada Senin, 13 Maret 2023.
Adapun gugatan ini terkait dengan izin lingkungan hidup yang dikeluarkan oleh Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terbuka Satu Pintu (DPMPTSP) Provinsi Papua untuk sejumlah perusahaan sawit, di mana salah satunya adalah PT Indo Asiana Lestari (PT IAL) di Boven Digoel, Papua Selatan.
Menurut Hendrikus, izin yang dikeluarkan oleh DPMPTSP ini dapat mengancam hutan adat dan ruang hidup Suku Awyu.
Pasalnya, kata dia, Suku Awyu sangat bergantung pada kekayaan alam yang berada di Papua Selatan itu.
“Kehidupan suku Awyu sangat tergantung pada tanah, hutan, sungai, rawa, dan hasil kekayaan alam lainnya. Itu semua menjadi sumber mata pencaharian, pangan, dan obat-obatan, serta identitas sosial budaya kami. Hutan adalah ‘rekening abadi’ bagi kami masyarakat adat,” imbuh dia.
Selain mengajukan permohonan intervensi, masyarakat adat Suku Awyu serta tim kuasa hukumnya juga turut melakukan pengaduan ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM).
Pengaduan ini terkait dengan pelanggaran terhadap hak-hak yang selama ini mereka alami.
Menanggapi aduan tersebut, Hari Kurniawan dan Saurlin Siagian selaku komisioner Komnas HAM menyatakan bahwa pihaknya akan ikut mengajukan amicus curiae (sahabat pengadilan) dalam permohonan intervensi masyarakat adat Suku Awyu.
Skandal Proyek Tanah Merah
Dua perusahaan PT Megakarya Jaya Raya dan PT Kartika Cipta Pratama yang menggugat Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan ini merupakan bagian dari skandal ‘Proyek Tanah Merah’.
Hal ini disampaikan oleh anggota Tim Advokasi Selamatkan Hutan Papua, Sekar Banjaran Aji.
Sekar menyebut bahwa perusahaan PT Megakarya Jaya Raya dan PT Kartika Cipta Pratama terlibat dalam kasus pemalsuan izin.
“Kedua perusahaan ini bagian dari skandal Proyek Tanah Merah, yang ditengarai memperoleh izin secara melawan hukum. Dalam perkembangannya, beberapa izin anak perusahaan dicabut oleh pemerintah provinsi akibat skandal pemalsuan izin,” tuturnya.
Gugatan terhadap Menteri LHK
Sebelumnya, PT Megakarya Jaya Raya dan PT Kartika Cipta Pratama telah mengajukan gugatan terhadap Menteri LHK, Siti Nurbaya Bakar atas pencabutan izin konsesi kawasan hutan di Papua Selatan melalui Surat Keputusan Menteri LHK Nomor 1 Tahun 2022.
Merujuk situs informasi penelusuran perkara (SIPP) PTUN Jakarta, PT Megakarya Jaya Raya mendaftarkan gugatannya pada 10 Maret 2023.
Gugatan ini teregistrasi dengan nomor perkara 82/G/2023/PTUN.JKT yang mempersoalkan Keputusan Menteri LHK Nomor SK.1150/MENLHK/SETJEN/PLA.2/11/2022 tentang Penertiban dan Penataan Pemegang Pelepasan Kawasan Hutan Atas Nama PT Megakarya Jaya Raya di Kabupaten Boven Digoel.
Lalu, PT Kartika Cipta Pratama mendaftarkan gugatan pada 15 Maret 2023 dan teregistrasi dengan nomor perkara 82/G/2023/PTUN.JKT.
Obyek gugatan dalam perkara perusahaan tersebut adalah Keputusan Menteri LHK Nomor SK.1157/MENLHK/SETJEN/PLA.2/11/2022 tentang Penertiban dan Penataan Pemegang Pelepasan Kawasan Hutan Atas Nama PT Kartika Cipta Pratama di Kabupaten Boven Digoel, Provinsi Papua.
Editor: Maesa