Suku Awyu Papua Desak PTUN Cabut Izin Lingkungan PT IAL

Masyarakat Suku Awyu Papua menggelar aksi di depan Istana Negara, Jakarta Pusat, beberapa waktu lalu. (Foto: PARBOABOA/Muazam)

PARBOABOA, Jakarta – Masyarakat adat suku Awyu di Distrik Fofi, Boven Digoel, Papua berharap Majelis Hakim di Pengadilan Jayapura mencabut izin lingkungan untuk perusahaan kelapa sawit, PT Indo Asiana Lestari (PT IAL) seluas 36 ribu hektare.

Perwakilan masyarakat adat Suku Awyu, Hendrikus Woro mengatakan, izin lingkungan itu dikeluarkan Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Provinsi Papua.

"Masyarakat khawatir, izin lingkungan PT IAL memicu deforestasi di area yang mayoritas lahan hutan kering primer seluas 26.326 hektare," kata Woro dalam keterangannya kepada PARBOABOA, Selasa (3/9/2023).

Dia mengatakan, pemberian izin terhadap perusahaan sawit tak sejalan dengan janji pemerintah mengatasi perubahan iklim.

Apalagi, lanjut Woro, pemerintah telah berkomitmen menurunkan emisi gas rumah kaca sebesar 31,89 persen dengan kemampuan sendiri.

Selain itu, izin lingkungan yang dikeluarkan DPMPTSP Papua tersebut dikeluarkan berdasarkan analisis dampak lingkungan (amdal) yang bermasalah.

"Mereka mengabaikan keberadaan masyarakat adat sebagai pemilik wilayah adat dan cacat substansi karena tak disertai analisis konservasi. Sehingga berpotensi merusak lingkungan hidup dan hilangnya hak-hak masyarakat adat," tegas Woro.

Sebelumnya, masyarakat Adat Suku Awyu Papua melalui Woro mengajukan gugatan terhadap izin perusahaan kelapa sawit PT IAL.

Gugatan tersebut terdaftar di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jayapura dengan nomor 6/G/LH/2023/PTUN.JPR, pada 13 Maret 2023.

Dalam gugatannya, Woro meminta pengadilan mencabut izin lingkungan pembangunan perkebunan dan pabrik kelapa sawit oleh PT Indo Asiana Lestari di area lahan seluas 36.094,4 hektare di Distrik Mandobo dan Distrik Fofi, Boven Digoel, Papua,

Woro juga meminta agar tergugat menghormati hak-hak masyarakat adat sesuai Undang-Undang Otonomi Khusus dengan tidak menerbitkan izin-izin baru kawasan Kabupaten Boven Digoel.

Suku Awyu menggelar aksi di depan Istana Negara, Jakarta Pusat. (Foto: PARBOABOA/Muazam) 

Persidangan gugatan Woro itu masih berlanjut pada Kamis, 5 Oktober mendatang dengan agenda pemeriksaan tambahan bukti surat para pihak dan pemeriksaan ahli dari penggugat.

Sebelumnya, Majelis Hakim di PTUN Jayapura mengeluarkan putusan sela yang memerintahkan tergugat menunda pembangunan perkebunan dan pabrik sawit hingga perkara ini selesai disidangkan dan berkekuatan hukum tetap.

PTUN Harus Berpihak ke Masyarakat Adat

Menanggapi tuntutan masyarakat adat Suku Awyu Papua, Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI) juga menyampaikan harapan senada.

Ketua PBHI, Julius Ibrani berharap majelis hakim PTUN Jayapura berpihak pada masyarakat adat dengan mencabut atau membatalkan perizinan perusahaan sawit PT IAL.

Julius meminta majelis hakim tidak memandang gugatan tersebut sebagai persoalan administrasi perizinan semata.

"Dia juga harus membuka wacana bahwa di Papua itu banyak terjadi kasus korupsi lewat perizinan pertambangan dan perkebunan," ujarnya kepada PARBOABOA, Senin kemarin.

Menurutnya, persoalan izin perkebunan sawit itu erat kaitannya dengan kasus-kasus korupsi hingga pelanggaran HAM terhadap masyarakat adat Papua. Sebab, perkebunan sawit di Bumi Cendrawasih bisa berdampak buruk bagi orang asli Papua (OAP).

"Berdampak pelanggaran HAM, mulai dari perampasan hak atas tanah, ekspansi ilegal perusahaan, memasuki wilayah adat tanpa izin dan ini merupakan titik masalah di Papua sehingga bergejolak ingin merdeka," jelas Julius.

Ia juga mendesak Mahkamah Agung (MA) dan Komisi Yudisial turun tangan mengawasi persidangan kasus tersebut.

"Jangan sampai persoalan-persoalan kemanusiaan yang besar dan persoalan lingkungan hanya dipandang dengan persoalan administrasi perizinan saja," tegasnya.

Pemerintah juga harus melindungi bumi Papua dari kehancuran lingkungan, serta bersikap tegas untuk melindungi para pegiat lingkungan dan masyarakat adat di Papua, imbuh Julius Ibrani.

Editor: Kurniati
TAG :
Baca Juga
LIPUTAN KHUSUS