PARBOABOA, Jakarta - Usul pemakzulan Presiden Joko Widodo (Jokowi) direspons oleh Wakil Ketua Umum Partai Gelora, Fahri Hamzah.
Mantan pimpin DPR RI itu mengatakan, usul pemakzulan tersebut dipicu oleh kemarahan kelompok kiri dan kanan melihat potensi kemenangan pasangan capres cawapres 02, Prabowo-Gibran.
Kelompok kiri dan kanan yang dimaksud Fahri Hamzah mengacu pada kelompok pendukung capres 01, Anies-Muhaimin (AMIN) dan kelompok pendukung 03, Ganjar-Mahfud.
Menurut Fahri, sekeras apapun isu pemakzulan itu dihembuskan, akan sulit terealisasi karena konsep serta narasi keberlanjutan dan rekonsiliasi yang diusung Prabowo-Gibran semakin kuat dan terkonsolidasi.
"Gagasan ini sudah terlalu kuat, memang susah untuk dibongkar, meskipun kelompok kanan mengambil capres di tengah jalan yang dianggap hero, itu semua konsepnya kemarahan," kata Fahri Hamzah dalam diskusi Gelora Talks bertajuk, Narasi Pemakzulan Jokowi, Upaya Menghadang Laju Prabowo-Gibran?, Rabu (24/1/2024).
"Terakhir muncul, adanya kekecewaan dari Ganjar dan kawan-kawan, khususnya PDIP, karena Pak Jokowi tidak mendukung mereka. Jadi kelompok kanan itu, konsepnya marah-marah, kelompok kiri ini konsepnya kecewa," tambahnya.
Fahri bahkan menuding, usul pemakzulan dilakukan karena situasi kepepet dan manifestasi dari bentuk kegalauan.
"Bahwa konsepsi yang kita bangun sejak awal, tentang keberlanjutan dan rekonsiliasi itu memang sulit dilawan."
Sementara itu, Ketua Komisi II DPR, Ahmad Doli Kurnia Tanjung menegaskan, Presiden Jokowi tidak terlibat dalam pelanggaran apapun, sebagaimana yang dituduhkan oleh kelompok yang mengusulkan pemakzulan.
Ia mencatat tingkat kepuasan masyarakat terhadap Jokowi yang mencapai 70-80 persen, mengindikasikan dukungan tinggi terhadap kinerja Presiden.
"Walaupun isu pemakzulan ini diusung, tingkat kepuasan masyarakat terhadap kinerja Pak Jokowi sangat tinggi. Saya kira, isu pemakzulan ini hanya digunakan sebagai alat politik semata, dan rasanya sulit untuk diwujudkan," ujarnya.
Karena itu, Doli Kurnia menyayangkan sikap Menko Polhukam Mahfud MD, yang juga calon wakil presiden nomor urut 3, menerima kelompok pengusul pemakzulan tanpa memahami secara mendalam mekanisme pemakzulan.
Menurutnya, isu pemakzulan diarahkan untuk menurunkan elektabilitas pasangan calon lain.
Doli Kurnia berkata, harusnya Pak Mahfud tidak menerima pengaduan kelompok yang menamai dirinya Petisi 100, dan minta mereka langsung diarahkan ke DPR. Tapi faktanya, menerima dan membuat statement.
"Jadi memang isu pemakzulan ini dijadikan gerakan politik untuk menjatuhkan kontestan lain. Tapi parlemen sampai sekarang tidak ada membahas soal pemakzulan."
Tiga tokoh kunci penentu pemakzulan
Pada forum yang sama, Pakar Hukum Tata Negara, Margarito Kamis menilai, pemakzulan bisa diproses kalau tiga tokoh kunci merespons usulan tersebut, lalu duduk bersama untuk menentukan sikap.
Tiga tokoh kunci itu, yakni Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri, Ketua Umum Partai Nasdem, Surya Paloh, Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
"Kalau mereka semua merespon dan bertemu, baru bisa jalan ini barang, karena ada elemen kuncinya. Tapi ini, tidak ada tokoh partai politik yang merespon, yang bisa meneruskan ke DPR menjadi sebuah laporan," kata Margrito Kamis.
Tak hanya itu, dari sisi aturan Margarito mengatakan, tidak ada celah untuk melakukan pemakzulan saat ini, karena memang tidak ada landasan dan basis argumentasi yang kuat.
"Coba tunjukkan ke saya tafsir apa yang dipakai, tindakan kritis mana dari tindakan presiden yang bisa dijadikan alasan, tidak ada. Makanya saya bilang ini main-main, tinggal tidur saja, tidak perlu direspon," cetusnya.
Sebelumnya, organisasi masyarakat yang menamai dirinya Petisi 100 mengusulkan pemakzulan presiden Jokowi dengan menemui Menko Polhukam, Mahfud MD.
Petisi 100 berasalan, usul pemakzulan disampaikan karena ada potensi kecurangan pemilu yang dikendalikan sepenuhnya oleh pemerintah yang sedang berkuasa.
Faizal Assegaf, salah satu dari kelompok Petisi 100 bahkan dengan lantang menuding keluarga Presiden Jokowi sebagai pihak yang paling bertanggung jawab merusak demokrasi pemilu.
Editor: Rian