PARBOABOA, Pematang Siantar - Warga Kota Pematang Siantar, Sumatra Utara mempertanyakan tidak meratanya penyaluran anggaran penanganan stunting atau kondisi kekerdilan pada balita.
Salah satunya P Nainggolan yang menilai, Pemko Pematang Siantar harusnya menyesuaikan dengan data di lapangan, sehingga masyarakat mendapatkan kualitas pelayanan dari penanganan stunting.
"Seharusnya data itu disempurnakan, dicek di lapangan kayak apa sih sebetulnya realitanya. Sedangkan secara kuota saja terkadang tidak cukup," ujarnya kepada PARBOABOA, Senin (24/7/2023).
Nainggolan mengungkapkan, setiap bulannya ia harus menunggu pembagian bantuan stunting yang ditujukan kepada anaknya yang berstatus bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR).
"Setiap kali ke puskesmas saya harus menunggu. Biasanya di puskesmas kami hanya mendapatkan 3 kotak susu dan biskuit PMT dari pemerintah per bulan. Sedangkan keluarga yang anaknya tercatat penderita stunting sekitar 5 orang, jadi kami harus menunggu sebulan lagi atau dari donatur, contohnya dari nakes (tenaga kesehatan). Itu pun menunggu beberapa hari lagi," ketusnya.
Nainggolan juga meminta agar Pemko Pematang Siantar melalui Dinas kesehatan transparan terkait data penerimaan bantuan penanganan stunting dan rencana anggaran biaya (RAB) yang dikeluarkan untuk setiap penderita stunting.
"Untuk saat ini, transparansi data belum diberikan ke masyarakat karena saya pikir data masih bersifat tumpang tindih, sebab terkadang penyaluran bantuan tersebut lambat datangnya," katanya.
Hal senada disampaikan M Siahaan, warga Kelurahan Sukamaju, Kecamatan Siantar Marihat yang menyebut, anak laki-lakinya telah ditangani sejak bulan November tahun lalu hingga saat ini masih mengalami stunting.
"Memang saya tercatat menerima bantuan dari pemerintah, namun pembagian yang kami terima terkadang terlambat datang dari jadwal pemberian yang seharusnya. Kami lama menunggu, biasanya bisa seminggu," jelasnya.
Siahaan mengingatkan Pemko Pematang Siantar untuk memperhatikan jumlah anggaran yang digelontorkan dan jumlah penerima bantuan stunting.
"Kami ingin transparan dalam pemberian bantuannya, setidaknya itu juga membantu kami menjaga tumbuh kembang anak kami yang berstatus penderita stunting," ujarnya.
Pemko Pematang Siantar Akui Anggaran Belum Terealisasi Maksimal
Sementara itu, Kepala Bidang (Kabid) Kesehatan Masyarakat di Dinkes Kota Pematang Siantar, Fitri Saragih membenarkan jika anggaran untuk penurunan angka stunting masih fokus pada pemberian makanan tambahan (PMT) bagi ibu hamil (bumil) dan anak-anak penderita.
"Anggaran saat ini hanya kepada pemberian makanan tambahan bagi bumil yang memiliki riwayat kurang energi kronik (KEK) dengan pagu anggaran Rp170.100.000, namun belum terealisasi. Untuk PMT balita stunting baru Rp60an juta yang terealisasi dari pagu anggaran Rp237.564.000," katanya melalui aplikasi perpesanan, Senin (24/7/2023).
Fitri menegaskan, Dinkes juga akan memberikan bantuan dari dana bagi hasil cukai hasil tembakau (DBHCHT) tahun 2023.
"Sesuai pada Perpres (Peraturan Presiden) Nomor 72 Tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting, terdapat 8 aksi konvergensi stunting, dan masih belum terlaksana semua. Mungkin di triwulan keempat. Karena aksi 6 belum dilaksanakan, harus berurutan sesuai aturannya. Tidak bisa lompat-lompat dikerjakan," jelasnya.
Fitri menjelaskan, kompleksnya masalah stunting dan banyaknya stakeholder yang terkait dalam intervensi gizi spesifik dan sensitif memerlukan pelaksanaan yang dilakukan secara terkoordinir dan terpadu kepada sasaran prioritas.
"Sederhananya, dalam pelaksanaan upaya konvergensi percepatan pencegahan stunting dilakukan mulai dari tahap perencanaan dan penganggaran, pelaksanaan, hingga pemantauan dan evaluasi, namun kita masih dalam tahapan pemberian edukasi terhadap kader posyandu dan puskesmas," tutupnya.
Dikonfirmasi terpisah, Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (P2KB) Pematang Siantar, Hasudungan Hutajulu mengungkapkan ada 9 ribu keluarga yang berisiko stunting di Kota Pematang Siantar.
"Kita tercatat terdapat 9.000 keluarga yang berisiko stunting yang tersebar di seluruh kelurahan. Angka itu kita dapatkan saat rembuk stunting pada 31 Mei 2023, dan pastinya akan kita sosialisasi terkait pencegahan dan pemberian edukasi bagi calon-calon pengantin saat pra-nikah, ibu hamil dan ibu pasca persalinan, ibu menyusui, dan anak berusia 0 hingga 59 bulan," tegasnya.
Hutajulu mengklaim dinasnya akan memberikan kontribusi signifikan membantu peran kader posyandu dan Dinkes dengan melakukan pendampingan bagi keluarga berisiko stunting dan anak stunting yang menjadi tanggung jawab di wilayah tugasnya masing-masing. Sehingga, kata dia, dapat meminimalisir dan menekan angka penderita stunting di Kota Pematang Siantar.
"Untuk kecamatan tertinggi keluarga berisiko stunting ada di Kecamatan Siantar Utara dan terendah di Kecamatan Siantar Marihat. Dengan jumlah keluarga berisiko stunting ini harus ditekan seminimal mungkin dan secara optimal kami pastikan tercapai hingga akhir tahun ini," tuturnya.
Meski optimistis, namun Hutajulu enggan merinci pengajuan anggaran yang digelontorkan dalam pelaksanaan penyuluhan, fasilitasi pelayanan rujukan dan fasilitasi penerimaan program bantuan sosial kepada sasaran prioritas percepatan penurunan stunting.
"Untuk data kita (P2KB) telah disampaikan kepada BPKAD selaku tim anggaran pemerintah daerah (TAPD) dan bersumber dari DAK (dana alokasi khusus) yang masuk dalam proposal P-APBD (Perubahan APBD) tahun ini, untuk nominal kita masih belum dapat pastinya dari mereka (BPKAD)," pungkas Hasudungan Hutajulu.