PARBOABOA, Jakarta - Jelang perhelatan PON XXI Aceh-Sumut 2024, muncul kekhawatiran dari sebagian masyarakat tentang kesiapan Aceh sebagai tuan rumah.
Salah satu hal yang disorot adalah penerapan Syariat Islam di provinsi itu berhadapan dengan peserta dan pengunjung dari berbagai latar belakang.
Menanggapi hal itu, Wakil Ketua Harian II PB PON XXI Wilayah Aceh, Iskandar menegaskan, Aceh akan menjadi tempat yang inklusif dan terbuka bagi semua orang, tanpa memandang latar belakang agama atau suku.
"Bagi kami, perbedaan agama bukan hal baru dan kita tidak menjadikannya sebagai sekat," kata Iskandar dalam diskusi daring yang diadakan FMB9, Rabu (21/8/2024).
Apalagi, Islam, kata dia adalah agama yang rahmatan lil alamin, membawa manfaat bagi semua kalangan, dan masyarakat Aceh, tambahnya, adalah masyarakat terbuka yang menerima segala perbedaan.
Ia menegaskan, meski Aceh menerapkan syariat Islam, pihaknya sudah melakukan persiapan matang untuk menyambut para tamu dari seluruh Indonesia yang memiliki beragam latar belakang agama maupun budaya.
Selain itu, telah dilakukan juga koordinasi dengan Majelis Permusyawaratan Ulama dan masyarakat adat Aceh untuk memastikan "bahwa kami siap menjadi tuan rumah yang terbaik."
Ia menambahkan, dukungan penuh datang dari seluruh bupati di 10 lokasi pertandingan PON XXI bersama dengan Forkompinda.
Mereka berkomitmen untuk memastikan setiap aspek dari even ini berjalan dengan sempurna dan berusaha memberikan kesan yang terbaik.
Salah satu upaya yang telah dilakukan yaitu membagi tanggung jawab di Banda Aceh dan Aceh Besar untuk memeriahkan kelancaran PON.
Mereka memastikan kesiapan dari aspek infrastruktur, sosial, budaya dan ekonomi "semuanya siap mendukung acara ini," kata Iskandar.
Berkah PON XXI untuk Aceh
Iskandar menyampaikan bahwa PON XXI membawa dampak positif bagi masyarakat Aceh. Salah satu contohnya adalah pembangunan Stadion Harapan Bangsa yang menjadi venue utama pembukaan PON.
Menurut Iskandar, stadion tersebut kini tidak hanya berfungsi sebagai pusat kegiatan olahraga, tetapi juga telah menjadi tempat berkumpulnya masyarakat setiap akhir pekan.
Stadion ini hampir sepenuhnya siap hanya tinggal sedikit perbaikan akhir. Iskandar berkata, Stadion Harapan Bangsa sudah seperti Senayan bagi Masyarakat Aceh.
"Akan kami tata lebih baik lagi karena merupakan investasi yang sangat berharga," pungkasnya.
Iskandar juga menekankan bahwa memiliki venue berkualitas seperti Stadion Harapan Bangsa sangat penting, bukan hanya untuk PON XXI, tetapi juga untuk masa depan Aceh.
Lantas, ia berharap fasilitas ini menjadi pusat bagi kompetisi dan pembinaan atlet yang berkelanjutan serta dapat dijadikan pusat pelatihan nasional (pelatnas).
"Kami juga akan merancang strategi agar berbagai event olahraga bisa digelar di sini, yang akan meningkatkan pendapatan daerah dan memberikan dampak positif bagi ekonomi lokal," tegasnya.
Selain itu, Iskandar menyoroti pentingnya peran PON XXI dalam mendukung UMKM di Aceh.
Apalagi, pemerintah, tegasnya telah mengonsolidasikan Dinas Koperasi dan UMKM Aceh untuk memastikan bahwa PON ini menjadi peluang bagi UMKM untuk berkembang dan memperoleh manfaat ekonomi.
Karena itu, ia mengajak semua masyarakat yang memiliki usaha untuk berpartisipasi aktif.
Dengan segala persiapan dan komitmen yang telah dilakukan, Iskandar optimis bahwa PON XXI akan menjadi momen bersejarah dalam penyelenggaraan olahraga di Indonesia.
Sejarah PON di Indonesia
PON merupakan ajang olahraga terbesar di Indonesia, yang berlangsung setiap empat tahun sekali.
Acara ini menjadi wadah bagi para atlet terbaik dari berbagai provinsi di seluruh Indonesia untuk bersaing dalam berbagai cabang olahraga.
Perjalanan sejarah PON di Indonesia telah melewati berbagai fase sejak pertama kali diselenggarakan, hingga kini menjadi salah satu ajang olahraga paling bergengsi di tanah air.
PON pertama kali digelar pada tahun 1948, ketika Indonesia masih dalam proses memperjuangkan kemerdekaannya.
Acara olahraga ini awalnya dikenal sebagai 'Pekan Olahraga Perserikatan'. yang berfungsi sebagai bentuk perlawanan moral terhadap penjajahan Belanda yang masih berlanjut. PON pertama ini dilaksanakan di Surakarta, Jawa Tengah.
Seiring berjalannya waktu, PON berkembang menjadi ajang olahraga nasional yang semakin besar. Pada tahun 1951, PON diadakan di Yogyakarta dengan lebih banyak cabang olahraga yang diperlombakan.
PON menjadi semakin penting dalam pembinaan atlet nasional dan sebagai simbol persatuan di antara provinsi-provinsi di Indonesia.
Pada tahun 1959, PON resmi menjadi kompetisi nasional yang diadakan secara rutin setiap empat tahun sekali.
Sejak itu, berbagai kota di Indonesia berlomba-lomba untuk menjadi tuan rumah PON, yang tak hanya memberikan peluang bagi pengembangan atletik, tetapi juga memberikan dampak ekonomi dan mendorong pembangunan infrastruktur di daerah yang menjadi tuan rumah.
Hingga saat ini, PON telah tumbuh menjadi ajang olahraga yang sangat diresapi oleh masyarakat Indonesia, dengan makna dan nilai yang mendalam.
Daftar Tuan Rumah PON dari Masa ke Masa
- Surakarta, Jawa Tengah: 8–12 September 1948
- Jakarta: 21–28 Oktober 1951
- Medan, Sumatra Utara: 20–27 September 1953
- Makassar, Sulawesi Selatan: 20 September–27 Oktober 1957
- Bandung, Jawa Barat: 23 September–1 Oktober 1961
- Jakarta: 8 Oktober–10 November 1965 (Dibatalkan)
- Surabaya, Jawa Timur: 26 Agustus–6 September 1969
- Jakarta: 4–15 Agustus 1973
- Jakarta: 23 Juli–3 Agustus 1977
- Jakarta: 19–30 September 1981
- Jakarta: 9–20 September 1985
- Jakarta: 18–28 Oktober 1989
- Jakarta: 9–19 September 1993
- Jakarta: 9–25 September 1996
- Surabaya, Jawa Timur: 19–30 Juni 2000
- Palembang, Sumatra Selatan: 2–14 September 2004
- Samarinda, Kalimantan Timur: 6–17 Juli 2008
- Pekan Baru, Riau: 9–20 September 2012
- Bandung, Jawa Barat: 17–29 September 2016
- Jayapura, Papua: 2–15 Oktober 2021
- Aceh-Sumut: 8–30 September 2024