PARBOABOA, Jakarta - Jumlah masyarakat yang jadi korban judi online sudah amat mengkhawatirkan.
Berdasarkan temuan PPATK, sekitar 80 persen judi berbasis aplikasi itu menyasar masyarakat kelas menengah ke bawah.
Koordinator Humas PPATK, Natsir Kongah belum lama ini menyampaikan, masyarakat umum yang rentan menjadi korban adalah ibu rumah tangga, pekerja lepas dan pegawai golongan rendah.
Bahkan, total agregat transaksi mereka mencapai angka lebih dari Rp30 triliun.
Tak hanya itu, temuan yang sama menunjukkan, ada indikasi keterkaitan judi online dengan perbuatan melawan hukum seperti penipuan dan pinjaman online (pinjol).
Di tengah-tengah masyarakat, dampak paling mengerikan judi online bisa memicu KDRT bahkan berujung pembunuhan antara suami dan istri.
Kasus pembakaran Briptu Rian Dwi Wicaksono oleh istrinya, Briptu Fadhilatun Nikmah di Mojokerto baru-baru ini mengkonfirmasi kebenaran hal itu.
Dalam kasus itu, Briptu Fadhilatun diduga kesal karena sang suami (korban) sering menghabiskan uang untuk judi online.
Sementara itu, di bulan Mei kemarin, Perwira TNI AL asal Sumatera Utara (Sumut), Lettu Laut (K) Eko Damara diduga bunuh diri karena terlilit utang Rp 819 juta akibat judi online.
Berdasarkan hasil investigasi, Eko menembak dirinya sendiri menggunakan Senjata SS2 Varian 1 dalam posisi duduk, bersandar ke dinding dengan kaki lurus ke depan.
korban melakukan hal ini di ruang kesehatan pos komando taktis yang terletak di daerah konflik, Papua Pegunungan.
Kasus-kasus di atas merupakan secuil dari begitu banyak korban judi online dan memilih melakukan tindakan anarkis dan bunuh diri.
Korban lain-yang kini masih hidup, banyak yang menderita. Mereka kehilangan banyak hal, seperti uang, harta benda dan lain-lainnya karena dipertaruhkan untuk judi online.
Terhadap korban, muncul wacana sekaligus usulan agar bantuan sosial (bansos) diberikan juga kepada mereka. Usulan ini datang dari Menko PMK, Muhadjir Effendy.
Menurut dia, kelompok ini berhak mendapatkan bansos karena mayoritas merupakan penduduk miskin. Termasuk, banyak dari mereka tegasnya yang dimiskinkan karena judi online.
Kondisi ini lanjut Effendy tidak bisa dibiarkan. Pemerintah melalui Kemenko PMK mesti turun tangan dan bertanggung jawab.
"Tawab kita, tanggung jawab dari Kemenko PMK," kata Menteri Effendy.
Effendy mengatakan pihaknya sejauh ini bahkan telah memberikan pendampingan terhadap korban judi online dan memasukkan mereka ke dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) penerima bansos.
"Kementerian Menko PMK telah banyak memberikan advokasi mereka yang korban judi online misalnya, kemudian kita masukan di dalam DTKS sebagai penerima bansos," tegasnya.
Sementara itu, Menteri Sosial, Tri Rismaharini mengatakan bansos untuk korban judi online bukan suatu yang mustahil. Menurut Mantan Walikota Surabaya ini, mereka bisa mendapatkan bansos asal termasuk kelompok kategori miskin.
Negara, kata Risma, tidak bisa melarang sepanjang dia yang menerima merupakan orang-orang tergolong rentan. "Pokoknya miskin," kata Risma.
Namun begitu, ia mengingatkan korban judi online ini harus sudah terdata di DKTS. Kalau tidak, yang bersangkutan tidak punya hak.
Berbeda dengan 2 Menteri Jokowi di atas, Menteri Jokowi yang lain, yaitu Menteri Koordinator bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto menolak dan menyatakan tidak perlu korban judi online mendapatkan bansos.
Dengan berseloroh ia mengatakan, judi online (judol) tidak sama seperti mitra ojek online atau ojol.
"Kalau judi online kan judol namanya, kalau judol tidak dapat fasilitas seperti ojol," ujar Ketum Partai Golkar itu singkat.
Sementara itu, Ahli Hukum Pidana UI, Eva Achjani menyampaikan memberikan bansos kepada korban judi online sangat tidak masuk akal.
Kata dia, kalau nanti itu terwujud, sama halnya dengan memberi narkoba gratis kepada para pengguna.
Eva menerangkan, penjudi memang sama seperti pengguna narkoba, yaitu pelaku akan menjadi korban langsung dari tindak pidana yang ia lakukan sendiri.
Kecuali kata dia, kalau yang dimaksud dengan korban adalah korban tidak langsung seperti keluarga dan masyarakat.
Hukum pidana sebagai bagian dari hukum publik kata dia bertugas melindungi mereka-mereka ini.
Namun begitu, penindakan pidana terhadap pelaku tetap harus dilakukan.
Eva berkata, "memang ada sanksi pidana berupa tindakan yang tujuan utama adalah merehabilitasi pelaku yang sekaligus korban baik dalam narkotika maupun judi."
Editor: Gregorius Agung