parboaboa

Impor Ilegal Jadi Hama Pertumbuhan Industri Tekstil Nasional

Norben Syukur | Ekonomi | 13-06-2024

Industri Tekstil sebagai salah satu penyangga pertumbuhan ekonomi nasional (Foto:Instagram @kadin.indonesia.official)

PARBOABOA, Jakarta - Badai yang menerpa industri tekstil dan produk tekstil (TPT) seakan tak berujung.

Salah satu masalah pelik yang terus dihadapi produsen TPT nasional adalah banjirnya produk impor ilegal.

Ketua Umum Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filamen Indonesia (APSyFI), Redma Gita Wirawasta, mencatat bahwa terdapat 663.000 ton produk pakaian jadi impor yang masuk ke Indonesia pada tahun 2023.

Angka ini setara dengan 33.000 kontainer.

Data yang disampaikan APSyFI tersebut merupakan estimasi impor produk TPT ilegal yang tidak tercatat, sehingga terdapat perbedaan dengan data resmi milik pemerintah.

Sementara itu, Kementerian Perdagangan (Kemendag) menyebut bahwa impor pakaian jadi bukan rajutan mengalami penurunan.

Berdasarkan data dari Satu Data Perdagangan yang dihimpun dari BPS dan Kemendag, impor pakaian jadi bukan rajutan tercatat sebesar USD 267,7 juta pada 2023, turun 10,93% year on year (yoy) dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai USD 300,5 juta.

Dia menjelaskan, sebagian impor ilegal ini masuk melalui modus barang bawaan penumpang atau barang kiriman dari layanan jastip, ungkap Redma, Rabu (12/6/2024).

Berdasarkan data yang dikantonginya, impor TPT ilegal memang banyak terjadi pada produk pakaian jadi dan kain jadi.

Selain berdampak negatif pada industri hilir TPT, ungkapnya, keberadaan produk ilegal tersebut juga menggerus permintaan benang dan serat di industri hulu TPT, bahkan hingga ke industri petrokimia.

“Artinya, fenomena impor produk ilegal akan merusak seluruh mata rantai di industri terkait tekstil,” jelasnya.

Lebih lanjut, dia menerangkan, maraknya produk impor ilegal ditambah dengan lesunya permintaan ekspor membuat para pelaku industri TPT kelimpungan.

Imbasnya, tren pemutusan hubungan kerja (PHK) di industri TPT masih sulit dibendung dari tahun ke tahun.

Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN) sebelumnya merilis, ada enam pabrik TPT yang tutup sejak awal 2024, sehingga mereka terpaksa melakukan PHK terhadap para karyawannya.

Keenam pabrik yang tutup tersebut antara lain PT S. Dupantex, Jawa Tengah dengan jumlah PHK sekitar 700 orang; PT Alenatex, Jawa Barat (PHK sekitar 700 orang); PT Kusumahadi Santosa, Jawa Tengah (PHK sekitar 500 orang);

Termasuk PT Kusumaputra Santosa, Jawa Tengah (PHK sekitar 400 orang), PT Pamor Spinning Mills, Jawa Tengah (PHK sekitar 700 orang); dan PT Sai Apparel, Jawa Tengah (PHK sekitar 8.000 orang).

Banyaknya pabrik yang gulung tikar jelas membuat utilitas di industri TPT menyusut.

Diketahui, sebelumnya utilisasi industri serat yang menjadi sektor hulu TPT hanya menembus angka 45%.

Kemudian, industri spinning memiliki tingkat utilisasi 40%, industri weaving/knitting 52%, dan industri finishing 55%.

Sementara, utilisasi industri pakaian jadi yang tersedia di hilir tercatat sebesar 58%.

Redma menilai bahwa sebenarnya impor TPT ilegal dapat diminimalisasi ketika Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 36 Tahun 2023 diterbitkan.

Namun, kenyataannya, jelas Redma, pemerintah justru bertindak tidak konsisten dengan merevisi regulasi tersebut tiga kali demi merelaksasi impor.

Terbaru, Kementerian Perdagangan menerbitkan Permendag Nomor 8 Tahun 2024 yang menghilangkan kewajiban penerbitan pertimbangan teknis untuk impor bahan baku sejumlah komoditas, termasuk tekstil.

Dia mengatakan, pihaknya telah meminta Permendag Nomor 8 Tahun 2024 dikembalikan lagi menjadi Permendag Nomor 36 Tahun 2023, dan dilakukan pembersihan mafia impor yang melibatkan instansi pemerintahan, jelasnya.

Senada itu, Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), Jemmy Kartiwa Sastraatmadja, menyebut bahwa revisi Permendag 36/2023 justru semakin mempermudah aktivitas impor.

Secara tidak langsung, pelaku usaha TPT menjadi sulit membedakan antara impor resmi dan impor ilegal.

Pencabutan kewajiban pengajuan pertimbangan teknis pun dianggap sebagai langkah blunder dari pemerintah.

Sebab, pertimbangan teknis adalah salah satu bentuk non-tariff barrier (NTB).

Pemerintah, harapnya, harus melindungi pasar tekstil dalam negeri dengan memberlakukan kebijakan hambatan non-tarif.

Editor : Norben Syukur

Tag : #Impor Ilegal    #Industri Tekstil Nasional    #Ekonomi    #TPT    #BPS    #Kementerian Perdagangan    #Kemendag   

BACA JUGA

BERITA TERBARU