parboaboa

Kasus Gurilla, FUTASI Tuntut Keseriusan Pemkot dan DPRD Pematangsiantar

Rizal Tanjung | Daerah | 27-05-2024

FUTASI kembali melakukan aksi kedelapan kalinya, Senin (27/5/2024) (Foto: PARBOABOA/Rizal Tanjung

PARBOABOA, Pematangsiantar – Tuntutan penanganan serius terhadap persoalan lahan di Gurilla kembali menguak.

Diketahui sengketa lahan ini terjadi antara, warga Gurilla, Pematangsiantar dengan PT Perkebunan Nusantara (PTPN) III.

Lahan sengketa ini berada di wilayah Kelurahan Gurilla dan Bah Sorma, Kecamatan Siantar Sitalasari, Kota Pematangsiantar, Sumatera Utara.

Kali ini, Forum Tani Sejahtera Indonesia (FUTASI) kembali menyuarakan tuntutan ini dalam aksi demonstrasi di depan kantor DPRD Pematangsiantar. Aksi ini terbilang yang kedelapan kalinya dari kelompok yang sama.

Dalam aksinya, FUTASI lagi-lagi menuntut agar pemerintah kota Pematangsiantar dan DPRD hadir secara serius menanggapi dan menyelesaikan masalah di Gurilla, yang selama ini diabaikan.

Fery Panjaitan selaku pimpinan aksi menyatakan bahwa meskipun sudah sering menggelar aksi, DPRD belum pernah mengundang masyarakat untuk berdiskusi bersama.

"Padahal Komnas HAM dan Kementerian telah memberikan perhatian, pemerintah kota dan DPRD Pematangsiantar belum melakukannya," katanya, Senin (27/05/2024).

Sementara salah satu demonstran, Boru Tinjak (56), dalam orasinya mengakui bahwa mereka seperti dianggap teroris, diteror siang malam, tanaman mereka dirusak.

"Tapi sampai sekarang keluhan kami diabaikan Pemkot dan DPRD," ucapnya.

Peserta aksi diterima oleh Sekretaris Dewan, Eka Hendra, yang menggantikan Ketua DPRD, Timbul Marganda Lingga, yang tengah berada di luar kota.

Di hadapan demonstran, dia mengakui bahwa dirinya bukanlah orang yang berwenang mengambil keputusan.

Setiap kali ada unjuk rasa di sini, catatan-catatan tersebut sudah disampaikan ke pimpinan.

“Mungkin belum ada waktu dan kesempatan untuk menanggapi," Dia beralasan.

Mendengar respons tersebut, para demonstran menolak kehadiran Eka. Mereka beralasan keluhan mereka hanya ditampung tanpa tindakan lanjutan.

Adapun massa demonstrasi memulai aksinya dengan berkeliling pusat kota, melintasi jalan Sutomo dan Merdeka yang merupakan arteri utama yang mengelilingi pusat kota.

Kemudian mereka menuju kantor DPRD untuk menyampaikan tuntutan mereka.

Saat mereka tiba, gerbang kantor DPRD masih tertutup rapat. Mereka harus menunggu satu jam untuk bisa masuk ke kantor perwakilan rakyat tersebut.

Di tengah-tengah aksi tersebut, sempat terjadi insiden baku hantam. Hal itu dikarenakan massa menduga aksi mereka disusupi oleh seorang yang mereka kenal dari pihak PTPN 3.

Situasi kembali normal setelah pihak kepolisian bertindak cepat dan tepat mengamankan situasi.

Pernyataan Sikap

Pada tahun 2004, Hak Guna Usaha (HGU) PTPN III yang berlokasi di Kampung Baru, Kecamatan Sitalasari, Kelurahan Gurilla, Kota Pematangsiantar berakhir.

FUTASI kemudian mengambil alih dan mengelola lahan tersebut. Mereka berhasil mengubahnya menjadi areal pertanian produktif dengan konsep budaya gotong royong selama 18 tahun.

Namun, keberhasilan harus berakhir ketika PTPN III melakukan okupasi brutal terhadap tanaman dan rumah warga, tepatnya 18 Oktober 2022. Sejak saat itu, banyak petani kehilangan mata pencaharian.

Terkait kasus ini, pemerintah sesungguhnya sudah turun tangan. Kantor Staf Presiden, misalnya, sudah meminta PTPN III untuk tidak mengganggu aktivitas petani di area tersebut.

Demikian pun Komnas HAM telah menegaskan adanya pelanggaran HAM karena PTPN III tetap melakukan tindakan sewenang-wenang.

Namun, semua itu tidak mengubah sikap PTPN III. Bahkan FUTASI mencium keberpihakan aparat kepolisian terhadap sikap PTPN III tersebut.

Hal ini tercermin dari sikap pihak kepolisian yang mengizinkan PTPN III mengangkut massa sebanyak 10 bus pariwisata untuk melakukan okupasi.

Mereka bahkan membiarkan kekerasan terjadi.

Dalil PTPN III menggunakan sertifikat HGU 03 yang terbukti ilegal dan cacat administrasi (diterbitkan 2005, dibukukan 2006).

Namun, Pemerintah Kota Pematangsiantar dan DPRD enggan menyelesaikan konflik ini secara objektif, 

Bahkan, aksi yang sudah dilakukan berulang-ulang ini tidak menghasilkan penyelesaian konkret dari Pemerintah Kota dan DPRD Pematangsiantar.

Para wakil rakyat tak sekalipun menemui masyarakat ke lahan konflik.

Sementara, pada tanggal 20 Februari 2024, Menteri ATR/BPN mengeluarkan Permen nomor 4 tahun 2024 tentang rencana tata ruang wilayah kota.

Dalam Pasal 28 permen tersebut jelas menegaskan bahwa daerah Gurilla adalah sebagian dari kawasan pertanian dan tidak ada diksi yang mengatakan daerah perkebunan.

Berangkat dari hal di atas, FUTASI bersama dengan Front Gerilyawan Siantar meminta kepada Pemerintah Kota Pematangsiantar terkait beberapa hal berikut:

1. Mendesak Walikota segera merealisasikan Peraturan Menteri Agraria Nomor 4 Tahun 2024.

2. Mendesak Pemerintah menghentikan kegiatan PTPN III.

3. Meminta Pemerintah Kota Pematangsiantar melaksanakan arahan dari Kantor Staf Presiden dan Komnas HAM.

4. Mendesak Kejaksaan Negeri Kota Pematangsiantar menelusuri dana tali asih yang diberikan oleh PTPN III.

5. Meminta pihak Kepolisian Pematangsiantar segera membuka kembali laporan masyarakat yang di-SP3-kan secara sepihak.

Editor : Norben Syukur

Tag : #Okupasi Lahan    #PTPN III    #Daerah    #FUTASI    #Gurilla    #Pemkot Pematangsiantar   

BACA JUGA

BERITA TERBARU