Apa Pentingnya Pembentukan Direktorat PPA dan PPO?

Bareskrim Polri membentuk Direktorat PPA dan PPO. (Foto: polri.go.id)

PARBOABOA, Jakarta - Bareskrim Polri baru saja membentuk dua Direktorat baru, yaitu Direktorat Tindak Pidana Perempuan dan Anak (PPA) dan Direktorat Pidana Perdagangan Orang (PPO).

Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Bintang Puspayoga, menyampaikan Direktorat baru ini sangat penting untuk menangani kasus yang melibatkan perempuan dan anak dengan lebih cepat dan menyeluruh.

Apalagi, demikian ia menegaskan, penanganan dua jenis tindak pidana tersebut di atas "memerlukan kecepatan, komprehensif dan berlandaskan kepentingan terbaik mereka (korban)." 

Bintang berharap lembaga ini dapat memperkuat penanganan kekerasan terhadap perempuan dan anak, memastikan keadilan sesuai aturan, serta meningkatkan  empati petugas terhadap trauma korban.

Menurutnya, kepekaan petugas dan koordinasi yang baik antara berbagai pihak akan memperlancar proses penanganan kasus, sehingga korban tidak perlu menunggu terlalu lama untuk mendapatkan keadilan.

"Akan memastikan korban mendapatkan dukungan medis, psikologis dan hukum yang mereka butuhkan untuk bangkit dan melanjutkan hidup," pungkasnya.

PPPA sendiri, kata dia, akan tetap bekerja sama dengan Kepolisian RI untuk bersama-sama mewujudkan perlindungan terhadap perempuan dan anak di Indonesia. 

Tujuannya untuk menciptakan lingkungan yang aman dan nyaman bagi semua pihak, sekaligus menjadi pengingat bahwa setiap perempuan dan anak memiliki hak atas kehidupan yang bermartabat serta bebas dari segala bentuk kekerasan.

Pimpinan Pusat (PP) Fatayat Nahdlatul Ulama (NU), Margaret Aliyatul Maimunah, juga menyambut baik pembentukan dua Direktorat baru oleh Bareskrim Polri.

Ia menyebut, kondisi dimana perempuan, anak dan kaum rentan lainnya sering menjadi korban kekerasan harus mendapat perhatian publik-luas.

Karena itu, Direktorat PPA dan PPO akan menjadi pintu masuk untuk melapor sekaligus melakukan upaya peningkatan pelayanan dan perlindungan kepada masyarakat.

Adapun menurut data Sistem Informasi Online (Simfoni) dari Kementerian PPPA, kasus kekerasan terhadap anak terus meningkat. 

Pada 2023, tercatat 24.158 kasus, naik dari 21.241 kasus di 2022, dan jauh lebih tinggi dibandingkan 14.517 kasus pada 2021. 

Sementara itu, dari Januari hingga Juni 2024, sudah ada 6.897 kasus yang dilaporkan.

Di sisi lain, Komnas Perempuan melaporkan adanya 401.975 kasus kekerasan terhadap perempuan sepanjang 2023. Jumlah ini lebih rendah dibandingkan 2022 yang mencapai 457.895 kasus.

Sementara itu, data dari EMP Pusiknas Bareskrim Polri pada 22 September 2023 mencatat, ada 856 kasus TPPO yang ditangani polisi sejak awal tahun hingga September 2023. 

Bulan dengan kasus terbanyak adalah Juni 2023, dengan 470 kasus. Total korban TPPO mencapai 935 orang, dan jumlah terlapor mencapai 1.014 orang.

Margaret punya harapan, dua lembaga yang baru dibentuk dapat menangani secara tuntas kekerasan yang dialami oleh sejumlah kelompok rentan, sebagaimana tergambar dalam data-data di atas.

Tidak hanya perempuan dan anak "tetapi juga seluruh warga Indonesia" dan melindungi masyarakat "dari TPPO."

Membuka Diri untuk Bekerjasama

Peneliti Senior Imparsial, Al Araf, mengatakan Direktorat PPA dan PPO bisa diandalkan untuk mengakhiri kekerasan terhadap perempuan dan anak, hanya kalau lembaga tersebut membuka diri untuk bekerja sama dengan berbagai pihak.

Paling tidak, kata dia, pemangku kepentingan seperti LSM, KPAI, LPSK, Komnas Perempuan dan Kompolnas harus dilibatkan dalam merumuskan kebijakan-kebijakan strategis.

Tujuannya untuk "memperkuat perspektif korban dan hak perempuan dan anak." pungkas Al Araf.

Dalam konteks perempuan dan anak, tambahnya, kehadiran lembaga baru ini perlu diapresiasi mengingat kasus-kasus tindak pidana melibatkan dua kelompok rentan tersebut semakin mengkhawatirkan.

Beberapa contoh kasus di berbagai wilayah ia sebutkan, antara lain: perundungan (bullying), penculikan, serta pembunuhan terhadap anak di bawah umur.

Menurut dia, meskipun Unit PPA sudah ada di level polres dan polsek, di tingkat pusat belum ada Direktorat khusus yang menaunginya. 

Karena itu, Direktorat PPA dan PPO akan menjadi penghubung untuk menjembatani sekaligus menangani isu perempuan dan anak, sehingga penanganannya lebih terkoordinasi dan terpusat di kepolisian.

Sebelumnya, Kapolri Jenderal Pol. Listyo Sigit Prabowo menunjuk Brigjen Pol. Desy Andriani sebagai Direktur PPO dan PPA.

Desy merupakan Psikolog Kepolisian Utama Tingkat 1 SSDM Polri. Penunjukan dirinya sebagai Direktur dua lembaga baru di Bareskrim Polri, merupakan bagian dari mutasi yang tertuang dalam Surat Telegram Kapolri Nomor ST/2098-2101/IX/KEP./2024 tanggal 20 September 2024.

Lies Sulistiani, akademisi sekaligus Pengamat Hukum Pidana Unpad mengatakan, penunjukkan Desy harus disertai dengan penguatan SDM dan anggaran sehingga dapat bekerja maksimal.

Lebih-lebih, Desy, kata dia merupakan seorang Polwan. 

"Harus didorong agar SDM Polwan secara kuantitatif banyak dan juga kualitasnya bagus," kata Lies.

Komisioner Komnas HAM, Anis Hidayah, punya harapan yang sama. Direktorat baru ini, pungkasnya, harus diimbangi dengan lebih banyak merekrut Polisi Perempuan atau Polwan.

Dalam catatan mereka di Komnas HAM, komposisi Polwan di tubuh Pori sangat sedikit. "Persentasenya sangat kecil," kata Anis.

Editor: Gregorius Agung
TAG :
Baca Juga
LIPUTAN KHUSUS