PARBOABOA, Jakarta – Maraknya peredaran rokok ilegal di Indonesia menjadi masalah serius yang perlu segera ditangani. Rokok-rokok ini diproduksi dan dipasarkan tanpa mengikuti aturan yang berlaku.
Rokok ilegal tidak hanya berbahaya bagi kesehatan masyarakat karena diproduksi tanpa pengawasan yang tepat, tetapi juga merugikan negara dari sisi penerimaan pajak.
Berdasarkan liputan khusus PARBOABOA pada Senin (2/09/2028), ditemukan modus terselubung produksi rokok ilegal tanpa bea cukai di Jepara, Kudus, dan Malang.
Ditengah beragamnya persoalan imbas rokok ilegal ini, seseorang tentu harus mengetahui cara mengidentifikasi rokok ilegal tersebut.
Cara Mengenali Rokok Ilegal
Ciri paling mudah untuk mengenali rokok ilegal adalah tidak adanya pita cukai yang sah.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Cukai, setiap rokok yang dijual di Indonesia harus memiliki pita cukai sebagai bukti pembayaran pajak.
Pita cukai ini biasanya terpasang di bagian atas kemasan rokok dan memuat informasi penting, seperti jenis rokok, tarif cukai, dan tahun produksi.
Pita cukai harus asli, bukan hasil pemalsuan. Menurut Pasal 54 UU No. 39 Tahun 2007, pemalsuan pita cukai adalah tindak pidana yang bisa berujung pada hukuman penjara dan denda.
Rokok tanpa pita cukai atau dengan pita cukai palsu dapat dipastikan sebagai rokok ilegal.
Harga yang sangat murah juga bisa menjadi tanda rokok ilegal. Karena tidak membayar cukai, produsen rokok ilegal bisa menjual produk mereka dengan harga yang jauh lebih rendah.
Namun, harga murah ini sering kali berarti kualitas tembakau dan bahan lainnya tidak memenuhi standar kesehatan.
Selain itu, rokok legal wajib memiliki label dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) yang menunjukkan bahwa produk tersebut telah melalui uji kelayakan dan aman untuk dikonsumsi.
Rokok ilegal biasanya tidak memiliki label ini karena diproduksi di pabrik-pabrik yang tidak terdaftar dan tidak diawasi oleh BPOM.
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen mengatur bahwa konsumen berhak mendapatkan informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang atau jasa.
Rokok legal selalu mencantumkan informasi lengkap tentang produsen, seperti nama perusahaan, alamat, dan izin produksi.
Informasi ini penting sebagai bentuk tanggung jawab produsen terhadap produk yang mereka jual.
Rokok ilegal sering kali tidak mencantumkan informasi ini, atau jika ada, informasinya tidak jelas dan sulit diverifikasi.
Kemasan rokok ilegal biasanya tidak memenuhi standar pemerintah. Salah satu standar yang penting adalah adanya peringatan kesehatan bergambar yang wajib ada di setiap bungkus rokok.
Hal ini dirumuskan melalui Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan.
Rokok ilegal sering kali tidak memiliki peringatan ini atau menggunakan gambar yang tidak sesuai dengan ketentuan.
Kemasan rokok ilegal juga sering kali terlihat kurang rapi, dengan kualitas cetak yang buruk dan bahan yang tidak berkualitas.
Ini berbeda dengan rokok legal yang memiliki kemasan yang lebih baik karena diproduksi oleh pabrik-pabrik yang mematuhi standar industri.
Sejak 2020, pemerintah Indonesia telah memperkenalkan tanda tangan elektronik pada pita cukai untuk meningkatkan keamanan dan mengurangi pemalsuan.
Tanda tangan elektronik ini hanya bisa diverifikasi melalui sistem resmi pemerintah. Rokok ilegal biasanya tidak memiliki fitur ini, atau jika ada, tanda tangannya palsu dan tidak bisa diverifikasi.
Ciri lain dari rokok ilegal adalah sering dijual di tempat-tempat yang tidak resmi, seperti warung kecil di pelosok, pasar tradisional, atau melalui penjualan online dengan asal-usul yang tidak jelas.
Penjualan di tempat-tempat ini sering kali tidak mematuhi aturan, seperti pembatasan usia bagi pembeli.
Padahal tindakan ini merupakan pelanggaran terhadap Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 20/M-DAG/PER/3/2014 tentang Pengendalian dan Pengawasan Terhadap Pengadaan, Peredaran, dan Penjualan Minuman Beralkohol dan Produk Tembakau.
Upaya Pencegahan
Pemerintah Indonesia terus memperkuat penegakan hukum terhadap produksi dan peredaran rokok ilegal.
Berdasarkan UU No. 39 Tahun 2007 tentang Cukai, setiap orang yang terlibat dalam produksi atau perdagangan rokok ilegal dapat dikenai sanksi pidana penjara hingga lima tahun dan denda maksimal sepuluh kali nilai cukai yang harus dibayar.
Aparat penegak hukum juga bekerja sama dengan Bea Cukai untuk melakukan razia dan penertiban rutin di berbagai wilayah.
Tindakan ini bertujuan untuk menekan peredaran rokok ilegal dan memastikan rokok yang beredar di pasaran memenuhi standar hukum dan kesehatan yang berlaku.
Kenyataanya, Rokok ilegal tidak hanya merugikan negara dari sisi penerimaan cukai, tetapi juga mempengaruhi perekonomian secara keseluruhan.
Menurut laporan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), pendapatan negara dari cukai hasil tembakau (CHT) pada 2023 mencapai Rp210,29 triliun.
Angka ini turun sebesar Rp8,33 triliun, atau menyusut 3,81% dibandingkan dengan tahun 2022.
Pada tahun berikutnya, pemerintah Indonesia kembali menaikkan tarif CHT atau cukai rokok dengan rata-rata sebesar 10%.
Kebijakan ini diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 191 dan 192 Tahun 2022 tentang tarif bea cukai hasil tembakau.
Uang yang seharusnya masuk ke kas negara untuk pembangunan, pendidikan, dan kesehatan hilang begitu saja karena ulah produsen rokok ilegal.
Rokok ilegal juga merugikan produsen rokok legal yang telah mematuhi aturan dan membayar cukai sesuai ketentuan.
Mereka harus bersaing secara tidak adil dengan rokok ilegal yang dijual dengan harga jauh lebih murah.
Sementara, bahaya terbesar dari rokok ilegal adalah dampaknya terhadap kesehatan masyarakat. Karena diproduksi secara tidak resmi, rokok ilegal tidak melalui pengawasan kualitas dan keamanan.
Bahan-bahan yang digunakan mungkin tidak memenuhi standar dan bahkan bisa mengandung zat berbahaya.
Proses produksi yang tidak higienis juga dapat menyebabkan rokok terkontaminasi dengan berbagai macam kuman dan bakteri.
Konsumsi rokok ilegal dapat meningkatkan risiko penyakit seperti kanker paru-paru, penyakit jantung, dan gangguan pernapasan lainnya.
Editor: Norben Syukur