Menelisik Kisah Cinta Beda Agama dalam Novel Hujan Bulan Juni

Novel Hujan Bulan Juni karya Sapardi Djoko Damono. (Foto: Instagram/@warungsastra)

PARBOABOA - Cinta beda agama merupakan hubungan yang sering kali dianggap rumit dan penuh tantangan.

Meskipun banyak orang yang percaya bahwa cinta dapat mengatasi perbedaan, realitasnya hubungan ini seringkali menghadapi berbagai konflik dan kesulitan, baik dari dalam diri pasangan maupun dari lingkungan sekitar. 

Dalam novel ini, Sapardi Djoko Damono, menceritakan tentang rumitnya hubungan beda agama, bukan dari dalam diri pasangan melainkan dari lingkungan sekitar.  

Melalui keahliannya dalam merangkai kata-kata sederhana menjadi puisi dan prosa yang penuh makna, ia berhasil menciptakan sebuah novel yang berjudul  Hujan Bulan Juni

Novel ini, terbit pertama kali pada Juni 2015 oleh Gramedia Pustaka Utama, dengan 135 halaman yang menceritakan kisah cinta antara Pingkan dan Sarwono.

Awalnya, Hujan Bulan Juni adalah sebuah puisi yang menggambarkan perasaan cinta yang tak terucapkan dan dipenuhi oleh kerinduan.

Karya ini kemudian berkembang menjadi sebuah novel, lagu, dan film yang sama-sama mengangkat tema yang mendalam tentang hubungan manusia. 

Novel ini merupakan trilogi dari Hujan Bulan Juni, yang berkisah tentang hubungan manusia yang diwarnai perbedaan budaya dan agama. Trilogi Hujan Bulan Juni dimulai dari Novel Hujan Bulan Juni, Pingkan Melipat Jarak dan Yang Fana Adalah Waktu.

Hujan Bulan Juni mengisahkan Sarwono, seorang dosen muda Antropologi Universitas Indonesia (UI) yang gigih mengejar kekasih hatinya, Pingkan. Seorang gadis cantik berdarah campuran Jawa (Solo) dan Minahasa (Manado) yang juga merupakan dosen muda UI program studi Sastra Jepang.

Pada awalnya, Sarwono mengenal Pingkan ketika datang ke rumah Toar (Kakak Pingkan) yang merupakan teman Sarwono pada saat SMA. Sarwono mulai terpikat dengan Pingkan karena memiliki paras rupawan dan otak yang cemerlang.

Kian hari, rasa cinta Sarwono terhadap Pingkan semakin besar, begitupun Pingkan yang juga membalas rasa cinta Sarwono. Sarwono yang dikenal melankolis dengan celotehannya yang khas menjadi daya tarik tersendiri bagi Pingkan.

Hubungan antar keduanya semakin dekat, Toar (Kakak Pingkan) bahkan turut merestui hubungan mereka. Sayangnya, kendala cinta Pingkan dan Sarwono terdapat pada keluarga Pingkan, terutama Ibu Pingkan yang mempersoalkan agama Sarwono. Bagi mereka agama adalah hal yang tidak bisa ditoleransikan dalam suatu hubungan. 

Sarwono yang sejak lahir beragama muslim dianggap tak cocok menikah dengan Pingkan yang menganut Kristen Protestan. Bukan hanya ibunya, sebelum meninggal Ayah Pingkan juga sempat berpesan bahwa, Pingkan harus menikah dengan orang Manado.

Konflik batin tersebut lantas membuat hubungan Pingkan dan Sarwono menggantung, terlebih usai Pingkan melanjutkan kembali pendidikannya di Jepang.

Saat di Jepang Pingkan sempat didekati oleh Katsuo, seorang dosen Jepang yang pernah menempuh pendidikan di Universitas Indonesia. Katsuo juga tak kalah gigih mengejar Pingkan, walaupun cintanya bertepuk sebelah tangan. Hal ini dikarenakan, Rasa cinta Pingkan tetap pada Sarwono.

Setelah ditinggal Pingkan ke Jepang dan sekian lama tak bertemu, Sarwono harus menahan rindu yang begitu mendalam, hingga akhirnya jatuh sakit akibat menderita penyakit paru-paru basah.

Saat Pingkan kembali ke Indonesia untuk menjadi guide rombongan Katsuo, Pingkan mendapat kabar dari Koar bahwa Sarwono sedang dirawat di rumah sakit. Mendengar kabar tersebut Pingkan langsung bergegas datang ke Solo untuk menemui Sarwono yang sedang kritis.

Hujan Bulan Juni berakhir disini. 

Adaptasi ke Layar Lebar

Keberhasilan Hujan Bulan Juni tak hanya terasa dalam novel yang ditulis Sapardi melainkan juga pada layar lebar. Pada Juni 2017, sutradara Reni Nurcahyo Hestu Saputro berhasil mengangkat kisah cinta Pingkan dan Sarwono ke layar lebar dengan alur yang menarik. 

Reni Nurcahyo Saputro merupakan sutradara sejumlah film tanah air mulai dari Surat Kematian (2020), #moveonaja (2019), Ayat-Ayat Adinda (2015), Air Mata Surga (2015) dan masih banyak yang lainnya.

Film yang diperankan oleh Velove Vexia dan Adipati Dolken tersebut, mampu menarik perhatian publik terlebih dengan sinematografi yang menghadirkan keindahan alam Manado dan Jepang. 

Selain itu, film ini juga berhasil mendapatkan penghargaan dalam kategori Penyunting Gambar Terbaik (Cesa David Luckmansyah) dalam ajang Festival Film Indonesia (2018).

Secara keseluruhan, Hujan Bulan Juni tak hanya sekadar novel romansa melainkan mengangkat isu fenomenal yang masih terjadi di masyarakat yaitu pertentangan cinta antara dua etnis suku bangsa.

Penulis: Surya Mahmuda

Editor: Rista
TAG :
Baca Juga
LIPUTAN KHUSUS