PARBOABOA, Simalungun – Pengamat Pendidikan Simalungun, Mutsyuhito Solin menilai Kurikulum Merdeka Belajar saat ini hanya cocok diaplikasikan di daerah perkotaan, meski tujuan dari kurikulum ini baik.
"Sebenarnya kurikulum ini sudah baik, karena menuntut anak kreatif dalam belajar dan guru yang lebih inovatif dalam mendidik. Namun belum tepat sasaran, hal ini didasarkan karena kurikulum ini mengajarkan agar kita lebih fasih dalam menggunakan teknologi informasi, cocok untuk di perkotaan, namun tidak cocok untuk sekolah yang berada di pedesaan," katanya.
Apalagi, kata Mutsyuhito, masih banyak sekolah di pedesaan yang belum memiliki akses internet bahkan listrik.
“Saya yakin masih banyak di luar sana sekolah sekolah yang belum ada akses internet. Jangankan internet, mungkin listrik pun belum masuk, sehingga fasilitas yang menunjang tercapainya misi kurikulum merdeka di Pedesaan belum terwujud,” jelasnya.
Mutsyuhito berharap kurikulum Merdeka Belajar bisa diaplikasikan di seluruh Indonesia, termasuk daerah pedesaan.
“Ke depan jika terjadi perubahan kurikulum agar lebih memperhatikan poin-poin penting dari berbagai pihak, jangan hanya memandang sebelah mata karena beberapa negara yang mengaplikasikan kurikulum seperti ini berhasil,” ungkapnya.
Sebelumnya, dunia pendidikan Indonesia tercatat mengalami 11 kali perubahan kurikulum.
Salah satunya kurikulum Merdeka Belajar yang diyakini bisa mengembangkan cara berfikir guru dan anak tanpa tekanan yang mengakibatkan stres.
Seharusnya pergantian sebuah kurikulum dalam dunia pendidikan minimal dalam kurun waktu 15-20 tahun, pungkas Mutsyuhito Solin.