PARBOABOA, Jakarta - Presiden Joko Widodo (Jokowi) resmi memberikan kepercayaan kepada Amran Sulaiman untuk kembali memimpin Kementerian Pertanian.
Ia sebelumnya pernah menjabat sebagai Menteri Pertanian (Mentan) pada periode 2014-2019, selama pemerintahan pertama Presiden Jokowi.
Namun, kepulangan Amran ke Kementerian Pertanian di akhir masa kepemimpinan Jokowi ini dinilai sangat berat.
Menurut Bhima Yudhistira, Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios), Amran akan dihadapkan pada sejumlah tantangan yang kompleks, terutama terkait anggaran dan waktu yang terbatas.
"Dengan masa jabatan yang diprediksi hanya berlangsung kurang dari 1 tahun, sulit bagi Mentan untuk membuat perubahan kebijakan yang signifikan dalam sektor pertanian," ujar Bhima kepada PARBOABOA, Sabtu (29/10/2023).
Tantangan lainnya adalah menyelesaikan masalah pupuk menjelang panen padi besar-besaran pada Februari-Juni 2024.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebelumnya telah mengungkapkan bahwa kebutuhan pupuk nasional mencapai 13 juta ton dan belum mencapai tingkat pemenuhan yang memadai.
Indonesia masih harus mengimpor sekitar 6,3 juta ton pupuk. Namun, konflik di Rusia dan Ukraina membuat impor bahan baku pupuk semakin rumit.
Karena itu, Bhima mengusulkan untuk mendorong penggunaan pupuk organik oleh Kementan, dengan tujuan meningkatkan kesuburan tanah dan secara bersamaan mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan.
"Serta meningkatkan pengawasan terhadap produksi dan distribusi pupuk untuk menghindari kecurangan dan penyalahgunaan," ungkapnya.
Pemberantasan korupsi di semua sektor Kementerian Pertanian juga dinilai perlu dilakukan untuk menghindari bantuan pertanian yang tidak efektif dan merugikan petani serta anggaran negara.
"Jangan ulangi kesalahan Menteri Pertanian sebelumnya yang terjerat korupsi," kata dia.
Belum lama ini, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dikabarkan telah menetapkan mantan Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo (SYL), sebagai tersangka kasus dugaan korupsi.
Syahrul diduga terlibat dalam kasus dugaan korupsi yang melibatkan pemerasan dalam jabatan dan gratifikasi di lingkungan Kementan.
Data dari KPK menunjukkan bahwa selain Syahrul, Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementan dan Direktur Alat dan Mesin Pertanian juga ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus yang sama.
Mereka diduga menerima uang secara paksa dari sejumlah aparatur sipil negara (ASN) yang bekerja di internal Kementan.
Para tersangka dijerat dengan Pasal 12 huruf e dan Pasal 12 B Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, serta Pasal 55 Ayat 1 ke 1 KUHP sebagai dasar hukum.
Lebih lanjut, Bhima pun menekankan pentingnya berkoordinasi dengan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) dan Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Hal ini dilakukan guna mempercepat pengembangan infrastruktur pertanian, terutama dalam hal perbaikan sarana irigasi, bendungan, dan gudang penyimpanan pangan di berbagai daerah.
Musim kemarau yang berkepanjangan dan masalah penurunan volume air di bendungan dan sungai irigasi harus segera diatasi untuk menghindari kegagalan panen.
Selain itu, optimalisasi lahan pertanian dan peningkatan produksi pangan juga perlu mendapat perhatian, termasuk dalam penyelesaian masalah terkait dengan program Food Estate dan Reforma Agraria serta perlindungan hutan.
Proyek Food Estate ini telah digagas sejak awal masa jabatan kedua Jokowi dengan menugaskan Syahrul Yasin Limpo dan Menteri Pertahanan, Prabowo Subianto.
Namun, proyek tersebut belum mencapai kesuksesan yang diharapkan lantaran kurangnya perencanaan yang matang serta pelaksanaan yang serampangan di lapangan.
Sebagian besar lahan Food Estate adalah lahan baru yang diperoleh dengan menggunduli hutan dan persiapan lahan untuk tanaman perlu ditingkatkan.
Oleh karena itu, kata Bhima, penting untuk menyadari bahwa pemanfaatan lahan Food Estate harus didukung oleh infrastruktur yang memadai, seperti sistem irigasi, bendungan, dan jalan.
Editor: Wenti Ayu